Beberapa bulan kemudian, Adinda sudah mulai membaik. Tapi ia tidak pernah lupa untuk mengunjungi rumah pohon nya bersama Rafka.
Ia juga tidak pernah lupa untuk merawat semua bunga bunga yang telah di berikan Ridho semasa masih hidup.
Kini Adinda masih terlarut dalam tidurnya, mimpinya membawa ke tempat yang nyaman. Sementara itu, Rafka berusaha membangunkannya dengan lembut. "Din, ayo bangun. Ini sudah pagi," panggilnya, suaranya seakan mengalir dalam keheningan pagi.
"Hmmm," Adinda hanya menjawab dengan suara setengah tertidur, cenderung mengeluarkan suara desahan.
“Sayang, kamu harus sarapan dan minum susu serta vitamin!” Rafka menggoda dengan memainkan pipi Adinda, berusaha menumbuhkan semangat di hatinya.
“Ayo bangun, kalau tidak aku cium!” ancam Rafka dengan nada bercanda, berharap bisa membuat Adinda tersenyum meski matanya masih terpejam.
Tapi Adinda langsung menutup wajahnya dengan selimut, suaranya serak saat berkata, “Dinda masih ngantuk, mas!”
Dengan hartu bertekad, Rafka pergi sejenak untuk mengambil sesuatu. Ia datang kembali dengan gitar di tangannya, siap untuk membangunkan istrinya dengan cara yang berbeda. Ia memainkan melodi sederhana dengan nada yang tidak jelas, berusaha menambahkan suasana ceria.
“BANGUNLAH, BANGUN, INI SUDAH PAGI…
MATAHARI SUDAH MUNCUL MENYINARI BUMI…
AYAM BERKOKOK, BANGUNLAH BANGUNNNN…
HARI INI DUNIA MEMBUTUHKAN SENYUM MU…
HARI INI AKAN TERASA HAMPA JIKA KAMU TAK MUNCULLL...
JIKA KAMU TIDAK MEMBUKA MATAMU... BUNGA AKAN LAYUUU… MATAHARI ENGGAKH MUNCULL..."
Dengan nada ceria, Rafka berusaha menciptakan suasana yang lebih cerah. “Aaaaa!” Adinda berteriak, terbangun dari tidurnya yang lelap.
“Mas, kamu nyanyi atau apa sih?! Ga jelas banget!” gerutunya, matanya masih memejam penuh ketidakpercayaan.
Rafka menyimpan gitar dan tanpa ragu, menggendong Adinda menuju kamar mandi. Ia membasuh wajah Adinda dengan lembut dan mengikat rambutnya dengan penuh kasih sayang.
“Ayo, ikut aku!” ajak Rafka dengan segenap semangat.
“Kemana sih?” tanya Adinda malas, meskipun rasa ingin tahunya mulai muncul.
“Yuk, ikut dulu,” Rafka menuntun Adinda dengan penuh percaya diri, menyadari bahwa hari ini akan menjadi spesial.
Setibanya di garasi, Rafka meminta Adinda untuk membuka pintu garasi. “Kok Dinda yang buka?” tanya Adinda bingung.
“Buka aja. Jangan banyak nanya,” jawab Rafka sambil tersenyum.
Dengan rasa penasaran, Adinda membuka pintu garasi. Ia terkejut melihat mobil kesayangannya kembali utuh, bahkan tampak seperti baru. “Maaaassss?! Ini...?” tanyanya tidak percaya.
“Iya, ini mobilmu. Maksudnya, kembaran mobilmu sayang. Aku sengaja membeli mobil yang sama persis seperti mobil kesayanganmu yang bernama Bibi,” jelas Rafka, senyumnya lebar seperti matahari pagi.
“AAAA MAAAAAASSS, MAKSIH!!!” Terpukau, Adinda langsung memeluk Rafka erat-erat, merasakan kebahagiaan yang meluap.
“Mas, kenapa nggak bangunin Dinda dari tadi sih kalau ada kembaran Bibi di sini?” ucap Adinda sambil masih memeluk Rafka.
Rafka tertawa kecil, ingin sekali mengacak-ngacak rambut istrinya. Ia telah berusaha membangunkan Adinda sejak pukul setengah enam, namun Adinda terus tertidur. “Dinda mau coba ya, mas?” seru Adinda bersemangat saat ia masuk ke dalam mobil. Namun, saat melangkahkan kakinya, perutnya tiba-tiba terasa sangat sakit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu Yang Salah
Ficción General🚫DiLARANG PLAGIAT! 🚫 JIKA ADA KESAMAAN TOKOH. MOHON MAAF BUKAN DI SENGAJA. Adinda dan Ridho. Dua sahabat yang saling mengerti dalam diam, saling menyimpan rasa tanpa pernah benar-benar berani mengucap. Tapi takdir memaksa mereka mengambil jalan b...