[S2] Kembali

40 3 1
                                    

Setiap pagi, tanpa pernah terlewat, seorang bocah laki-laki sedang berdoa menghadap jendela, yang dibuka oleh ibunya, yang menampilkan pagi hari yang cerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setiap pagi, tanpa pernah terlewat, seorang bocah laki-laki sedang berdoa menghadap jendela, yang dibuka oleh ibunya, yang menampilkan pagi hari yang cerah. Bunga khas musim panas bermekaran tertangkap mata bocah itu.

Ha-joon berdoa dengan hati riang gembira pagi itu. Setelah lelah melalui perjalanan panjang, yang kata ibunya adalah rumah kakek dan nenek. Jujur, Ha-joon sangat merindukan neneknya yang cantik dan kakeknya gagah. Pagi hari kota Seoul hari ini, menyambutnya dengan cerah dan ceria.

"Anak Ibu sudah selesai berdoanya?," Ara mencium pipi bulat nan memerah milik puteranya, yang sudah menginjak umur lima tahun tepat pada awal musim panas tahun ini. Ha-joon terkekeh geli saat pipinya diserang ibunya dengan ciuman yang bertubi-tubi.

"Selamat pagi, Ibu!" Ha-joon memeluk ibunya dengan erat. Ia suka sekali dengan wangi yang dimiliki ibunya. Wangi khas buah apel selalu Ha-joon cium dari tubuh ibu. Membalas pelukan Ha-joon, Ara menggoyangkan tubuh mereka sambil mengelus punggung kecil Ha-joon. Anaknya yang sudah wangi buah kiwi itu, lalu ia gendong, melangkah menuju sebuah pigura yang terletak di sekat pembatas ruang tamu dengan dapur berukuran sedang di rumah sewa mereka. Sekat yang disulap Ara menjadi rak pajang foto yang dimilikinya. Di sana ada foto Ha-joon, mulai dari berumur sehari dan lain-lainnya. Dan juga, foto dia dengan sosok yang sudah menghilang dari kehidupannya lebih dari 5 tahun ini.

Ayah atas anak laki-laki yang kini ada di gendongannya, mantan suaminya, Kim Soo-hyun.

Sengaja Ara membiarkan hanya selembar foto itu dan satu album kecil berisi foto lain dari pemotretan pra-pernikahan mereka. Satu lembar foto itu, yang selalu ia tunjukkan pada Ha-joon sejak anak laki-lakinya baru bisa melihat.

"Ayo, ucapkan selamat pagi pada Ayah, Joonie," ajak Ara pada putera yang di gendongnya.

Ha-joon mengangguk patuh, ia melambaikan tangan kecilnya yang gemuk pada sosok Ayahnya yang ada di foto,

"Selamat pagi, Ayah! Ha-joon sudah mandi, sudah wangi tapi belum makan, habis ini Ha-joon mau makan. Ayah, hwaiting!" ucap pria cilik itu dengan semangat. Ara menatap anaknya dengan tatapan keibuan. Mata musim gugur yang teduh itu nampak nelangsa sebenarnya. Ia senang bisa kembali ke Seoul, tempatnya dulu mengejar mimpi, cinta, dan pahit, namun cepat atau lambat, ia harus memberitahu Soo-hyun tentang Ha-joon.

Biar ku beritahu bagaimana Ara dapat memiliki Ha-joon seorang diri. Kalian mungkin berpikir Ha-joon adalah anak adopsi atau anak Ara dari lelaki lain. Jika kau ingat-ingat lagi, sebelum benar-benar berpisah, malam terakhir Ara bertemu dengan Soo-hyun, mereka melakukannya untuk yang terakhir kali. Dengan segala kehancuran dari rumah tangga Kim Soo-hyun dan Go Ara, ternyata Tuhan memilih menghadirkan Ha-joon di tengah kondisi Ara yang butuh untuk "sembuh" dari luka batin yang ada di hatinya.

PraharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang