He's kind

56 11 1
                                    

"Ppppfft" kenapa dia seperti itu? Dia seperti menahan tawa. Tapi apakah ada yang lucu?

"Ehem, sorry. Lo yakin itu nama lo?" Leo berdehem sekali untuk menetralisirkan tawanya yang hampir membludak semenit yang lalu. Kemudian aku mengangguk, toh itu emang nama aku kok. Kemudian Ia menarikku masuk kerumahnya. Kenapa didunia ini waktu sangat berjalan cepat. Diplanetku sehari semalam menghabiskan waktu 48 jam.

"Lo belum makan, kan?" ujarnya ketika kami melewati halaman yang luas. Ternyata rumah ini sangat besar. Mungkin karena semalam gelap dan terburu-buru, aku tidak sempat melihat betapa besarnya rumah ini.

"Belum." Jujur saja, aku memang lapar. Setelah berpuas ria dengan pemandangan halaman yang luas, aku memasuki rumahnya yang sama sekali kelihatan besar, bahkan aku harus menengadahkan kepala untuk mencari dimana ujung langit-langit rumahnya. Kemudian Ia berhenti diruang makan.

"Bantuin gue makan, si mbok banyak banget buat nasi gorengnya." Ujar Leo meninggalkanku di ruang makan sendirian. Kutatap nasi goreng yang dibilang Leo. Kenapa makhluk disini menamai segala sesuatu? Tapi, tak bisa ku pungkiri, ni nasi goreng keliatannya enak. Segera ku sendok nasi goreng ke piringku dan menyuap satu sendok. Hmmm, enaknya.

"Eh, kamu mau kemana?" tanyaku yang ketika melihat turun dengan seragam abu-abu. Apakah itu seragam angkatan persenjataan mereka? Atau anggota dewan?

"Mau kesekolah." Jawabnya singkat.

"Hmm, aku tinggal disini boleh?" tanyaku agak sedikit malu-malu. Ya daripada tidur gak jelas diluar, mungkin aku bisa meminta tolong bantuannya, ya barangkali, hehe.

"Ah, serah loh deh. Gue udah terlambat ni." Ujarnya terburu-buru. Selang beberapa menit kepergian Leo, seorang ibuk-ibuk datang kemeja makanku dan mengambil piring tempatku makan barusan. Oh, mungkin ini mbok yang dimaksud Leo tadi.

"Oh, ini ternyata mbok. Mbok sangat cantik." Ucapku tulus. Tampaknya mbok memegang mukanya dan malu-malu.

"Ah, non bisa aja. Non juga cantik banget." Balas mbok itu, "oh, mungkin non ini yang dibilang mas Leo, saudara yang mau datang." Tambahnya. Aku bingung mau nanggapinya bagaimana.

"A-ah, iya mbok." Aku tergagap. Padahal ini bukan pertama kalinya aku berbohong, tapi kini kok rasanya gak tega ya ngebohongin si mbok? Karena gak ingin berlama-lama disana, aku pun pergi ke kamar yang pertama kaliku lihat.

Rapi. Kesan pertama yang kudapat. Kamar siapa ya kira-kira? Aku membantingkan badan keatas kasur. Waaah empuuknyaaa. Kerentangkan tanganku, dan tanpa sadar, akupun tertidur.

*****

"Ibu? Ayah? Anad? Apakah itu kalian?" aku melihat tiga sosok yang masih kabur dimataku. Perlahan bayangan itu mendekat. Ternyata, si dewan brengsek yang datang.

"Mau apa kalian lagi?!!" tanyaku membentak. Kemudian dia memberikan amplop besar ketanganku tanpa berkata apa-apa.

"Apa ini?" tanyaku lagi, namun dewan brengsek itu sudah menghilang.

"HEI!!! HEIII!!!"

"Hei, bangun lo. Ngapain lo tidur dikamar gue?" Aku mengerjap-ngerjapkan mata siapa yang sedang mengguncangkan badanku. Aku baru tersadar ternyata sudah ada amplop besar berada dalam pelukanku.

"Ah. Jadi ini kamarmu? Rapi ya." ujarku sembari bangun dari tempat tidur.

"Malam ini aja gue biarin lo tidur disini, malam besok lo harus pergi." Ujar Leo keluar dari kamarnya. Aku mengikutinya dari belakang. Mau tak mau aku sedih mendengar apa yang diucapkan Leo. Gimana kalau aku minta tolong sama cowok yang diwarung aja? Kapan ketemunya lagi ya?

"Stranger"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang