Thrown to another planet

124 19 4
                                    

Planet Artcyz, tahun 3096

"Oh tuanku, maafkan anak saya." Pintu ibuku kepada dewan. Aku hanya acuh tak acuh dengan apa yang mereka katakan, namun ibuku tetap bersikukuh memohon penolakan hukuman atas perbuatanku. Aku sudah beberapa kali menyikut lengan ibuku untuk menyudahinya, tapi hanya sia-sia.

"Maafkan aku. Namun anakmu sudah banyak merusak property sekolah, bahkan tingkah lakunya tidak bisa dibilang baik. Jangankan sama teman, kami yang sebagai dewan yang turun tangan langsung tak didengarkannya." Ucap Clain selaku ketua dewan. Ibu memandangku melotot agar meminta maaf kepada dewan. Aku tundukkan kepalaku dengan malas.

"Maafkan aku."

"Oh jika hanya perkataan, semua orang pun bisa melakukannya. Kami akan mengirimmu ke planet lain."

Sontak ibuku langsung bersujud dikaki sang dewan. Memohon lebih intens lagi. Aku menarik ibuku paksa untuk berdiri, namun Ia mengibaskan tanganku. Aku pun menyipitkan mata, memandang sengit dewan lainnya.

"Oh tuan, kumohon, berilah kesempatan sekali lagi untuknya. Hanya dia satu-satunya putri dikeluarga kami." Mohon ibuku kepada dewan. Untuk kesekian kalinya, dewan tetap menggelengkan kepalanya.

"Tak bisa. Kali ini kami sudah kehabisan cara. Salah satunya cara hanyalah mengirimkannya ke planet lain untuk lebih belajar tentang kehidupan." Jelas dewan. Apa mereka tidak memikirkanku yang masih muda? Seenaknya saja mengirimku keplanet lain, bagaimana kalau aku mati diplanet itu?

Bulu kudukku merinding memikirkan hal-hal yang tidak-tidak. Ibu kembali berdiri dan berjalan dengan lesu kepintu. Diluar ruangan sudah menunggu kakak laki-laki dan ayahku.

"Bagaimana?" tanya ayah kepada ibuku. Ibu menggeleng dengan lemas. Apa yang menjadi alasan kenapa ibu yang menemaniku ke dewan dan bukan ayah? Karena ayah mudah marah. Bisa-bisa apa yang ada didalam ruangan pecah semua dibuat olehnya.

"Mereka akan mengirimnya ke planet lain." Kini ibu bicara dengan suara yang lirih. Berharap tidak didengar ayah, tapi itu sangat jelas ditelinganya.

"Apa?!! Itu keterlaluan." Murka ayah, dan alhasil ayah dengan wajah memerah berjalan kearah ruangan dewan. Kalau sudah begini, kakak laki-lakiku saja tak bisa menghalanginya, bisa-bisa kakakku terlempar dan mati ditempat. Ayah membanting pintu sangat keras. Baru masuk saja sudah terdengar kaca-kaca lemari berpecahan. Kan betul apa kataku.

Aku menarik napas dan mengeluarkannya perlahan. Anad -kakak laki-lakiku- mendekatiku dan duduk disampingku.

"Kan sudah aku bilang berkali-kali. Kau ini perempuan, tunjukkanlah bahwa kau ini perempuan. Tingkah lakumu sama sekali tak mencerminkannya. Lihatlah apa yang telah kau perbuat." Celoteh kakakku panjang lebar. Ini baru ronde awal. Ronde kedua dan ketiga akan dilanjutkan lagi oleh ayah dan ibu. Aku tak menghiraukan perkataannya. Ini sudah ke 55 kalinya Ia berkata seperti itu.

Aku memikirkan planet mana yang mungkin akan kunjungi. Secerca kesenangan pun muncul. Ah, mungkin tidak akan seburuk yang aku pikirkan. Aku juga bisa terlepas ocehan dari keluargaku. Aku pun tersenyum-senyum penuh arti.

Merasa diacuhkan, kakakku menjentikkan jarinya dan seketika tubuhku terlilit, bahkan mulutku seakan ditutup paksa.

"Hmm hmm, lehh-ppphaaasss-khaaan." Aku meronta-ronta tak jelas. Yang kudapatkan kakakku tertawa terbahak-bahak. Aku pun memandang kesal dirinya. Tak jauh dari tempatku tergeletak, tampaklah baskom penuh berisi air pel. Aku gunakan mataku untuk mengendalikannya. Ku gerakkan perlahan tepat dibelakang berdirinya kakakku. Dan kemudian...

Byuuurr

Kakakku terduduk dibaskom yang penuh dengan air pel. Aku terlepas dari kekuatannya. Kali ini aku yang akan tertawa sepuasnya. Ia memandangku ke kesal.

"Stranger"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang