six

20 4 0
                                    


Pagi ku cerah, matahari bersinar.

Hmm
Sayangnya tidak, hari ini mendung.
Yang tadi hanya senandung Sunhi saja.

Sepertinya akan terjadi hujan lebat.
Ibu menyarankan agar Sunhi libur saja, karena dia meyakinkan hujan akan turun bahkan sebelum dirinya sampai di sekolah.

Tapi tidak. Sunhi akan tetap bersekolah, hari ini ada pelajaran favoritnya.

Matematika.
Sunhi sangat suka matematika, rasanya seperti bermain-main dengan angka.

"Sunhi, ayo cepat sarapan."

"Tidak sempat jika aku sarapan di meja makan bu."

"Lalu?"

"Seperti ini," Sunhi mengambil tiga potongan sandwich di meja lalu mencium pipi ibunya.

"Kau ini," ibu mencubit pipi Sunhi gemas, "hati-hati di jalan, semoga kau tidak kehujanan."

"Pasti bu." teriak Sunhi saat dirinya sedang memakai sepatu di pintu depan.

.

"Semoga aku bisa sampai sekolah sebelum hujan ini akan menggagalkan ku untuk belajar matematika," ucap Sunhi sambil berlari.

Sunhi semakin mempercepat larinya ketika melihat bus yang akan dia naiki sudah akan pergi. Tapi telat, bus itu sudah pergi bahkan ketika Sunhi belum sampai di halte.

"Bagaimana ini????" teriak Sunhi pada kotak bekal sandwich yang dipegangnya.

"Kau kenapa?"

"A-apaa?!, kauu???"

Astaga, bukankah dia Jeno Jeno itu?

"Ya, kau kenapa, teriak pada kotak bekal di pinggir jalan. Apakah kau tidak takut di sambar petir? hujan akan turun dan kau masih di sini?"

Sunhi hanya menunduk.
Dia malu sekali, ingin rasanya punya jurus menghilang.

"A-aku kesal, bus sekolah sudah pergi dan aku tidak bisa berangkat sekolah." Ucapnya pelan.

"Oh."

"Hanya oh?"

"Lalu."

"Bolehkah aku menumpang di mobilmu? itu juga jika k-kau mengizinkannya"

"APA? tidak."

Jahat sekali manusia ini

"Oke, tak apa."

Jeno tampak berpikir sebentar.
"Kau boleh ikut denganku, asal satu hari ini kau mengerjakan semua tugasku."

"Bagaimana bisa seperti itu?" Sunhi mengucapnya pelan sambil menunduk.

"Oh, kau tidak mau. Tidak masalah." Jawab Jeno sambil menjalankan mobilnya pelan.

Sunhi mengeratkan jari tangannya, dia melihat jam tangan yang menunjukkan bahwa pagar  sekolah akan ditutup 7 menit lagi. Baiklah Sunhi, sepertinya tidak ada pilihan lain.

"Tunggu." Ucapnya sedikit keras sambil berjalan, beruntung mobil Jeno jalannya seperti kura-kura sehingga belum terlalu jauh.

Senyum miring tercetak di bibir Jeno, dia melihat Sunhi yang mendekati mobilnya. Sepertinya hari ini Jeno bisa bersantai tanpa memikirkan pelajaran yang bisa saja meledakkan kepalanya.

"Apa?" Jeno menurunkan kacamatanya sedikit.

"Aku mau."

"Mau apa?" Jeno memancing.

"Emm aku mau mengerjakan semua tugasmu hari ini."

Poor Sunhi ucapnya dalam hati.

"Ok, cepat naik."

Selama perjalanan mereka hanya diam, Sunhi memeluk kotak bekalnya, sedangkan Jeno fokus ke jalanan.

Apakah dia tidak bisa melajukan mobilnya, ini sudah sangat telat, kenapa dia sangat santai dan merasa sekolah itu miliknya sehingga dia bisa seenaknya.

Sunhi memegang perutnya yang sedikit sakit, dia ingat dia belum sarapan. Membuka kotak bekalnya sangat pelan, lalu mengambil sepotong sandwich yang sudah sedikit dingin.
Oh tidak, sepotong saja tidak mempan untuk mengganjal perutnya. Sunhi ini tipe people yang makan banyak tapi tidak akan gemuk. Badannya kurus, dia sudah mencoba banyak hal agar badannya sedikit berisi, makan banyak coklat malam hari contohnya.

Dia mengambil satu potong sandwich nya lagi, saat itu pula ada suara yang membuat sandwich tersebut berhenti di depan mulut yang sudah menganga.

"Tidak sopan sekali, makan tanpa menawari orang yang sudah berjasa padamu." Jeno bersuara tanpa menoleh.

Sunhi menelan ludah, dia sedikit takut.

Dirinya memutar badannya pelan ke arah Jeno, sedangkan sandwich masih di posisi awalnya.

Setelah badannya sudah menghadap Jeno, Sunhi meletakkan sandwich yang dipegangnya lalu mengambil satu potongan yang tersisa satu di kotak bekal. Setelah menarik nafas pelan Sunhi menawarkan makanan itu ke orang menyebalkan di sebelahnya tersebut.

"Apakah kau mau?"

"Tidak."

"Lalu kenapa kau memintanya tadi?" ucap Sunhi dengan nada seperti kesal.

"Aku tidak memintanya." Santai Jeno.

"Lalu apa itu jika bukan meminta?"

"Aku baru tau kalau kau itu rupanya pelit," bukannya menjawab, Jeno malah mengatai Sunhi.

"Terserah padamu, Jeno."

"Oh iya, selain pelit kau juga tidak tau terima kasih."

Apa maksud manusia ini? Seenaknya saja dia mengatai ku.

Sunhi hanya mengernyit tidak mengerti, tapi dia hanya menunduk, tidak mungkin dia berani menatap Jeno. Dan Jeno menyadari itu.

"Kau ini."

"Jadi, kau pemilik nomor itu?"

"Ya."

"Emm jeno."

"Apa?"

"Terima kasih, karena dirimu kemarin aku bisa masuk sekolah."

"Telat."

Sunhi mengangkat kepalanya, "kau ini sebenarnya maunya apa?" ucapnya geram.

"Diam, kita sudah sampai."

Benar saja, gerbang sekolah sudah nampak di depan mata.

"Bagaimana ini? bagaimana kita bisa masuk, aku sudah telat dua kali."

"Tenang."

Jeno membunyikan klakson mobilnya. Satpam yang tertidur di pos segera membuka gerbang.
Mobil Jeno dengan santai masuk ke dalam halaman sekolah.

"Sebenarnya kau ini siapa? bagaimana bisa kau seenaknya di sekolah ini?"

"Haruskah ku beri tau," Jeno melepas kacamata hitamnya, "turun."

"Ah iya, terima kasih tumpangannya Jeno."

"Ingat apa yang harus kau lakukan hari ini bukan?"

"Iya."











Jangan lupa vote dan comentnya temen²
Tandai typo ya ^-^

💚

INTROVERT GIRLFRIEND (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang