Serial Worth Living – Chapter Two
Penulis : Uniessy
Dipublikasikan : 2020, 8 Oktober
-::-
Mikyal melahap makan siangnya lagi sebelum kemudian berkata dengan mulut berisi makanan.
"Ma, Pak Tono bilang, katanya Mimi bagus di bulutangkis. Kalau Mimi ikut les, katanya nanti---"
"Jangan ngobrol pas makanan di mulut," sela Soraya yang sedang menyuapi Haikal. "Ngga ada les bulutangkis," tambahnya. "Kamu sudah kelas enam, fokus aja sama ujian akhir, biar dapet sekolah negeri."
"Tapi Mimi mau sekolah di tempat Abang, Mah..."
Gerakan tangan Soraya terhenti, menoleh dan menatap lurus ke arah putrinya yang berusia sebelas tahun dengan tatapan serius. "Mi, kita udah pernah bahas ini..."
"Tapi Mimi mau sekolah di sekolah Abang!" ucap Mikyal dengan nada tinggi.
"Sekolah di sekolah negeri juga sama aja. Yang penting kamu sekolah," balas Soraya. "Ngga usah ngebantah."
Mikyal merapatkan kedua bibirnya yang kini mulai bergetar. Dalam hitungan detik, dia pasti akan menangis. Sejak lama dia sudah membayangkan akan bersekolah di tempat Daniyal sekolah SMP. Sekarang Daniyal juga SMU-nya di sana. Mereka bisa sekolah bareng nantinya.
"CURANG! Abang sekolah di sana kok Mimi ngga?!" teriak Mikyal kemudian. "MAMA NGGA ADIL!"
"MIKYAL!" Soraya berteriak juga sebab Haikal mulai menangis akibat teriakan Mikyal tadi.
Sorot mata Mikyal mengarah pada adiknya yang berusia enam tahun. Gemuruh di dadanya menggaungkan kebenciannya pada Haikal. Gadis kecil itu menggebrak meja, lalu bangkit berdiri dan hendak menuju kamarnya di atas.
"MIKYAL!" panggil sang ibu. "Balik ke sini, duduk dan abisin makanan kamu!"
Tubuh Mikyal menegang. Rasa hati ingin melawan, tapi kalimat ibunya barusan adalah bentuk perintah yang tidak bisa ditolak. Jadi, dia kembali ke tempat semula.
Soraya berusaha menenangkan Haikal yang mulai mengamuk sembari menangis. Bocah itu berguling di karpet dan kakinya menendang-nendang.
"Gara-gara kamu nih, Haikal jadi ngamuk kan?! Bisa ngga sih, jadi anak baik, mau diatur, ngga nyusahin orangtua?"
Piring makan Haikal sudah tergeletak di atas meja, sementara Soraya kini sibuk mendekap putra bungsunya agar meredakan tangisnya. Tanpa pernah tahu bahwa kebencian Mikyal pada Haikal bertambah.
.
.
.
Sesuatu mengganggu tenggorokannya sampai dia terbatuk. Cahaya mentari yang terik menerobos masuk ke dalam kamar selagi gordennya tersibak. Dengan tubuh melengkung ke samping kanan, Mikyal terbatuk. Rupanya dia tertidur setelah menangis tadi. Padahal hari ini dia sedang senang sebab diterima bekerja di perusahaan yang dia inginkan. Tapi pertengkaran kecil dengan sang ibu saat ia tiba di rumah, merusak semuanya.
Dalam hati kecilnya, Mikyal sungguh ingin diperhatikan, tapi di saat yang sama, dia juga tidak mau diperhatikan jika alasan memperhatikannya adalah hanya karena Daniyal lebih dulu melakukan hal yang sama sebelumnya.
Dan tadi itu rupanya kenangan buruk semasa kecil, menyapanya.
Dulu, Daniyal adalah idola bagi Mikyal. Kakak lelakinya itu terlihat sangat keren di mata Mikyal. Dari segala hal di dunia ini, Mikyal ingin sekali melakukan apa yang Daniyal sudah lakukan. Di SMU-nya, Daniyal pernah memenangkan pertandingan bulutangkis antar sekolah, makanya Mikyal gembira sekali ketika guru olahraganya berkata bahwa dia punya potensi bagus dalam bermain bulutangkis. Mikyal juga sangat ingin bisa bersekolah di tempat Daniyal sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Worth Living
Cerita PendekMikyal sering merasa bahwa hidupnya sia-sia. Maksudnya, kenapa sih dari tiga bersaudara, kayaknya hidup dia paling berat? Daniyal juga ngga bisa memahami apa keluhan dari sisi Mikyal, karena sepenglihatan Mikyal, hidup Daniyal berjalan benar seperti...