13. Hari Biru Untuk Hati Yang Baru

12 3 0
                                    

Kamu mau menghukumku dengan cara apa? Aku siap jika kesalahanku yang telah mencintaimu tanpa permisi ini memberatkanmu. Tetapi, kamu harus ingat. Sampai kapanpun aku akan tetap mengagungkan namamu, bidadariku! ---Lakuna Asrar

-REHURT-

Dayita terpekur mengamati anak-anak saling mengejar satu sama lain. Kepala mereka masih polos laksana kertas kosong, kelak esok hari mereka akan menorehkan cerita masing-masing di hidupnya. Semoga mereka lebih beruntung dari dirinya. Doa itu tiba-tiba tersemat bersama harap yang menggunung.

Dia menyipit menatapi layar pipih dalam genggamannya yang mati tanpa berniat membuka. Ada hal lain yang dia pikirkan.

Apa dia bakal ke sini?

Seketika, lamunannya buyar tatkala sesuatu terulur di depan mata. Dia mendelik tajam ke arah si pemberi, tanpa mengambil tangkai mawar itu. Sosok itu tersenyum lebar. "Kenapa harus mawar? Dia hanya tumbuhan angkuh yang memamerkan kecantikkannya di balik sekat duri. Yah, siapa yang mau menikmati keindahan itu bila kapan saja dia bisa melukai kita."

Salah satu tangan gadis itu, mengambil tangkai bunga mawar tersebut, lalu menghirup harum khasnya yang sangat dia sukai. Meski ada seseorang yang sangat ia benci begitu mengelukan tumbuhan ini lebih darinya.

Dayita menoleh lagi, kali ini seraya mendecih. "Memang benar, mawar ini memang berduri. Tapi, apa kamu pernah berpikir bahwa bunga ini ibarat seorang wanita? Ya, mereka sama-sama menyembunyikan cantiknya lewat duri. Jika seseorang memetiknya asal, terima saja tusukan duri yang menyakitkan ini. Pelan-pelan, aku akan menancapkan duri itu." Bau amis merambat seketika menusuk hidung.

"Lihat. Lihat duri kecil ini, meski ukuran tubuhnya kecil tetapi dia bisa melukai begitu sakit. Seperti itulah aku akan melakukannya." Dayita melempar asal mawar yang menyisakan duri kecil, lantas dia menekan darah yang merembes itu dengan helaian tisu. Alih-alih dia meringis perih, justru raut itu menampakkan senyum miring.

Lakuna tahu apa yang akan dilakukan gadis itu. Dia tidak akan mempermasalahkannya, jika itu membuat gadisnya bahagia. "Tidak sangka ya, ternyata kamu lebih mengesankan. Saya tidak salah mengagungkanmu." timpal Lakuna dengan kekehan pelan. Dia menyusuri sekitar, lalu netranya menangkap yang menarik.

"Buat apa kamu mengagungkan seorang perempuan. Bukankah, kamu lebih menyukai mereka bersujud di kakimu. Apa saya yang salah mendengar?" tanyanya lalu menatap Lakuna agak lama tanpa berkedip. Di akhir kalimat, dia meremukkan mawar merah itu dengan kakinya.

Menghadapi ego sekeras karang memang tidak mudah. Ada berbagai tempaan yang harus dia lakukan untuk meruntuhkan bola mata berwarna biru samudera. "Ngomong-ngomong, saya menyuruhmu ke sini itu bukan tanpa alasan. Saya mau mengambil Catie?"

Dayita mengulurkan tangan kosong ke depan, yang dibalas tautan kening. Gadis ini, memang lebih mengejutkan dan ambisius melebihi dia. Tapi ia lebih suka bermain dulu sebelum mendapatkan yang dia inginkan, begitu pun akan ia ajari gadisnya.

"Kamu gak sabaran banget ya. Oke, saya akan kasih kucing kamu itu kalau kamu ikuti kemauan saya. Mau?"

"Baik, saya ikuti kemauan kamu."

Heran, tanpa bertanya terlebih dulu apa yang akan dia lakukan, gadis itu langsung setuju saja. Lagipula, apa yang akan dia lakukan mungkin enggan ia penuhi jika tidak karena paksaan. "Ayo, temani saya makan. Lelah saya menghadapi ocehan kamu!"

Lah! Dayita memasang raut masam saat pria itu menggusur tas yang dikenakannya mirip seekor kucing saja. Memang sih, ia sedang mencari kucing miliknya. Tapi diperlakukan begini, ia pun tidak suka.

"Oh, gak suka ya. Baiklah, tapi jangan menampar saya." Seperti bisa mendengar isi pikirannya, Lakuna menimpali seraya menyungging miring. Lalu, hal berikutnya ia menautkan jari jemari mereka seperti sepasang kekasih yang hendak pergi berkencan.

Menjijikkan. Tetapi tak ayal dia enggan melepaskan tautan itu, yang perlahan ternyata membuatnya terasa nyaman.

"Mau sampai kapan kamu mau berpegangan dengan saya terus? Kalau begini, tadi saya pesan penginapan saja daripada restoran. Bagaimana menurutmu?"

Sadar, Dayita pun menyembunyikan wajahnya di balik surai yang mengintip.

"Bagaimana apanya, jangan berpikiran yang macam-macam ya." balasnya menyembunyikan semburat yang tiba-tiba menghiasi pipi mulusnya.

Apa-apaan ini, sudah lama sekali dia tidak bereaksi seperti ini hanya ulah seorang pria. Padahal, pria yang mengaguminya lebih banyak dengan wajah rata-rata. Ah, mungkin karena cuacanya panas kali ya.

"Kamu mau makan apa, biar sekalian saja siapa tahu kamu lapar sesudah menghadapi saya." katanya setelah menerima buku menu yang kini terletak di depan.

"Tidak usah, saya tidak lapar. Air putih saja!"

Dayita memperhatikan alis hitam serupa semut yang berbaris itu dalam diam. Tidak salah, Sam pernah berkata katanya pria kalau sedang mode serius. Kadar rupawannya akan bertambah. Dan kini, dia seakan mengiyakan argumen itu.

"Bola mata kamu kayaknya sebentar lagi bakal menggelinding saking seriusnya liatin saya. Apa kamu sudah mulai mencintai saya?"

Pertanyaan itu membuat bola matanya membulat seketika, antara tidak percaya dan geli. Pria ini, bukan hanya angkuh tetapi memiliki percaya diri yang tinggi pula. "Kamu terlalu membanggakan diri. Terkadang, orang yang terlalu terbang, jatuhnya akan lebih sakit. Jadi, sebelum itu kamu harus sadar diri ya!" ucapnya diselingi tawa mengejek seraya memperbaiki tatanan rambut yang sedikit berantakkan.

Sedangkan Lakuna tenggelam menikmati hidangan makanannya yang telah tiba seorang diri. Lihat, dia menganggapnya seperti tidak ada saja.

Sesaat, tiba-tiba suasana berubah menjadi bising. Orang-orang keluar penasaran, Dayita memilih duduk saja tidak ingin peduli pada urusan orang lain. Tetapi, pemikirannya itu dibuat tercengang. Lelaki itu, beranjak dan bergabung bersama mereka. Sesuatu yang membuat bola matanya kembali membulat, dia sungguh tidak percaya. Terpaksa, Dayita pun mengekor.

"Pergi dari sini anak kecil. Saya tahu taktikmu ini, meminta-minta makanan padahal mau mencuri. Sudah, enyah kamu!" sentak seseorang sedikit mendorong anak kecil di depannya.

"Iya, pergi saja kamu!" Yang lain lagi bersuara dari belakang, saling susul.

"Biar saya yang tanggungjawab kalau anak itu beneran mencuri, tapi dengan syarat kamu harus melayani anak ini dengan makanan spesial di resto, biar saya yang bayar. Setuju?"

Berbagai pasang mata tertuju kepada sesosok jangkung. Dayita merasa seolah dipaksa kembali menyelami misteri pemilik mata hitam itu. Ada yang sedang berbaik hati dengan menunjukan sesuatu yang lain tentangnya. Dia, baru kini mengerti arti sisi Lakuna yang lain. Lalu, tanpa sadar hatinya telah membentuk suatu nama yaitu percaya.

~
Hy! Ayok dong vote and comment yang buanyak biar aku semangat nulisnya°_^
Follow jg ya biar ga ketinggalan info.
Note: Harus permanen gabole unfoll

Rehurt (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang