Ada yang nunggu cerita ini update? *Dih, ngarep banget. Wkwkwk.🤣
Buat yang nunggu, selamat membaca, ya. Jangan lupa tinggalkan jejak biar aku makin cepat update.😘😘😘
Setelah keluar dari mobil mini milik bunda, aku bergegas masuk ke lingkungan sekolah. Dengan semangat yang menggebu-gebu dan senyum ceria, aku berjalan menyusuri koridor menuju kelas 5 yang berada di tengah-tengah ruang guru dan kelas 6. Pagi ini, suasana hatiku sangat baik. Bunda akhirnya mau mengantarku ke sekolah lagi.
Aku pikir, kemarin bunda mau mengantar karena aku sedang sakit, tetapi ternyata, pagi ini, bunda juga mengantarkanku sampai di depan sekolah. Apa bunda merasa bersalah, ya, karena sudah mengurungku?
Ah, entahlah. Yang terpenting, bunda sekarang perhatian sama aku, meskipun sikapnya masih judes seperti biasanya. Tak apalah. Walaupun begitu, aku tetap sayang sama bunda. Aku enggak akan pernah bisa membencinya.
Selain itu, aku juga senang karena saat latihan menyanyi kemarin, aku mendapat respons yang baik dari Bu Hesti dan teman-teman. Senang banget rasanya. Aku tidak pernah sesenang ini sebelum-sebelumnya.
Senyumku terus mengembang hingga tiba di depan kelas. Namun, senyum ini perlahan memudar bersamaan dengan langkah kaki yang memelan saat suara seseorang terdengar tak jauh dariku.
"Lara cengeng. Lara cengeng. Hahaha. Nyanyi gitu aja udah nangis."
Aku menoleh ke samping, mendapati Haidar yang berdiri di samping pintu sambil tertawa mengejek ke arahku. Huh, menyebalkan! Selama ini, aku memang tidak suka dengan Haidar. Aku sudah pernah bilang, 'kan, kalau Haidar itu anak yang usil dan nakal? Meskipun kami sebangku, tapi aku enggak terlalu dekat dengannya. Bicara juga seperlunya saja.
Aku bergegas masuk kelas, mengabaikan Haidar yang masih terus mengejekku. Biarin. Kalau ditanggapi, dia malah melunjak.
***
Sepanjang pelajaran, Haidar terus meledek dan menjailiku. Kadang, dia sengaja menyenggol tanganku yang sedang memegang pensil untuk mencatat. Alhasil, bukuku tercoret. Kadang, dia juga meminjam sesuatu, tetapi mengembalikannya dengan cara dilempar. Benar-benar enggak sopan!
Aku jadi kesal sendiri menghadapi anak usil satu ini. Sudah jelek, gendut, suka usil lagi. Huh, menyebalkan! Andai saja bisa bertukar tempat duduk, pasti sudah dari dulu aku pindah. Tapi, enggak ada satu pun yang mau sebangku sama Haidar.
Kutarik napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan. Aku berusaha mengabaikannya, pura-pura tak menanggapi. Aku tak mau marah-marah. Kalau aku marah, berarti Haidar akan merasa menang dan akan terus mengusiliku.
"Aku pinjem pensil warnanya, dong."
Di tengah-tengah pelajaran bahasa Inggris, Haidar tiba-tiba berbisik di depan telinga, membuatku menoleh padanya.
"Buat apa?" tanyaku dengan suara berbisik sambil menahan rasa dongkol. "Ini kan mapel bahasa Inggris. Lagi pula, udah enggak ada tugas menggambar lagi."
"Udah, deh. Sini, aku pinjem." Dia menyorokan telapak tangannya ke arahku.
"Aku enggak punya," balasku sambil kembali menoleh wajah ke depan, berusaha berkonsentrasi pada Pak Axel yang saat ini sedang menerangkan materi di depan kelas.
"Bohong. Kemarin, kamu bawa, kok."
"Enggak!" Aku membuka mata lebar-lebar supaya Haidar takut dan tidak akan menggangguku lagi di tengah-tengah pelajaran.
![](https://img.wattpad.com/cover/131393134-288-k949.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara di Ujung Senja
ChickLitLara. Itulah namaku. Nama itu adalah pemberian dari Bunda. Wanita yang sangat membenciku dan berharap aku tak pernah lahir di dunia ini. Lara. Nama yang menurutku sangat indah karena itu diberikan oleh Bunda. Meskipun, Bunda memberiku nama seperti i...