Kalian pernah, nggak, ketemu orang-orang yang hebat, orang-orang yang menyenangkan, orang-orang yang entah bagaimana dan kenapa tiba-tiba jadi bagian penting dalam kehidupan kalian, orang-orang yang saking hebatnya sampai kalian bertanya-tanya, gue tahu semesta selalu punya kuasa sendiri atas sesuatu, tapi gimana bisa semesta mempertemukan gue sama mereka?
Gue pernah.
Waktu itu namanya masih Masa Orientasi Siswa alias MOS. Sudah nggak se-ribet dan se-bikin pusing dulu, tapi tetap masih jadi momok tersendiri. Apalagi buat remaja yang bahkan masih labil dan masih takut untuk mengambil langkah. Gue yang nggak terlalu mahir bersosialisasi waktu itu mau nggak mau harus jadi anak bebeknya teman SMP gue yang kebetulan satu gugus. Tiga hari masa orientasi rasanya berlalu sekelebatan mata saking cepatnya. Itu artinya gue harus siap buat benar-benar lepas dari teman SMP gue, karena, yah, gue mau nggak mau harus survive di sini selama tiga tahun.
Zaman gue dulu, penjurusan sudah mulai sejak kelas 10. Gue yang blank dan nggak punya rencana jangka panjang dipaksa memilih jurusan kuliah supaya nantinya pihak sekolah tahu akan memasukkan gue ke kelas IPA, IPS, atau Bahasa. Lalu dengan jumawa gue memilih Teknik Kimia, Desain Interior, dan Sastra Jepang. Coy, bayangin, Teknik Kimia. Gue bahkan belum tahu gimana model pelajaran Kimia tingkat SMA.
Berakhirlah masa-masa penentuan jurusan. Gue akhirnya resmi jadi 1 dari 37 siswa X IPA 6. Kelas IPA terakhir. Tapi, nggak apa-apa, judulnya masih tetap IPA. Di sinilah perjalanan gue dimulai. Dari sini juga gue ketemu orang-orang hebat itu.
Gue lupa kapan dan gimana tepatnya, yang gue ingat adalah gimana dalam 8 jam gue ada di sekolah, mereka selalu ada mengisi hari-hari gue. Dari mulai nongkrong kemana-mana sepulang sekolah sampai perang dingin cuma karena perkara cowok. We were young and reckless. Lebih dari itu, gue bahagia.
Tapi yang mereka nggak tahu adalah, gimana gue yang diam-diam merenung sambil bertanya-tanya, sepantas apa, sih, gue ada di tengah-tengah mereka? Yang pada akhirnya membuat kata-kata perpisahan ala anak SMA lugu dan naif jadi beneran cuma sekadar kata-kata. Yang pada akhirnya tanpa sadar, semesta sengaja memberi jarak tak kasat mata antara gue dan mereka. Yang pada akhirnya membuat gue jadi cuma bisa lihat mereka tumbuh, berproses, dan berkembang dari kejauhan.
Bukan salah siapa-siapa.
Mungkin memang semesta cuma membiarkan gue dan mereka bersinggungan, kayak gerhana yang pada akhirnya hilang karena bumi, bulan, dan matahari nggak lagi bersinggungan. Tapi, seenggaknya gerhana selalu diingat, kan? Begitu pula gue dan mereka. Gue akan selalu mengingat mereka dan gue harap mereka pun sama.
author's note:
hai, kalo ada di antara kalian yang baca ini, then yes.. this one is for you. ahaha kayaknya cupu banget, gak, sih? tapi aku mau ngomong.. untuk semua hal menyakitkan yang pernah aku bilang, disengaja maupun enggak, aku beneran minta maaf. aku nggak punya pembelaan apa-apa, sih, jadi aku cuma mau bilang i'm deeply sorry. aku nulis ini karena mau berdamai, dengan diri aku, dengan masa lalu aku, dengan semuanya. aku mungkin suka bilang kalo aku nyesel dan masa sma yang indah itu bullshit, tapi sebenernya aku bersyukur udah ketemu sama kalian, ada di antara orang-orang hebat kayak kalian, dan punya kesempatan buat jadi temen kalian buat ngelaluin 3 tahun penuh liku. penyesalan itu bukan salah kalian, mungkin cuma salah aku, atau mungkin yah, ini ulah semesta dan kuasanya. sebenernya juga aku selalu ngeliat kalian berproses jadi manusia yang aku harap lebih baik daripada kalian sebelumnya. nggak ngobrol lagi bukan berarti aku anggap kalian musuh, aku cuma lebih nyaman liat kalian berproses dari jauh. selamat, ya, untuk semua yang udah kalian raih sejauh ini. aku bangga, beneran. aku selalu doain kalian semoga kalian selalu dikelilingi kebaikan. untuk semua hal yang nggak sempat aku sebutin, aku minta maaf. live your life to the fullest, ya. aku ada di belakang, jauuuuh banget, ngeliat kalian berproses dan diam-diam bangga sama apapun yang berhasil kalian raih. makasih udah mau jadi temen aku yang banyak kurangnya. semoga kalian seneng terus.yours truly,
allyssa
KAMU SEDANG MEMBACA
The Universe of Thoughts
Cerita PendekSomeone's mind is as deep as the ocean and as wide as the universe. Or maybe it's deeper? And wider? So, let's explore my mind, shall we? p.s: mixed ina-eng