Seonghwa itu orangnya penakut dan parnoan. Maklum, anak tunggal. Jadi, jangan salahkan kalau sifat manja dan penakutnya itu tetap terbawa sampai usianya yang sekarang menginjak 17 tahun.Oke, mungkin ini terdengar agak sedikit lebay, tapi rumah bercat putih yang baru ditempatinya selama dua minggu itu agak sedikit seram menurutnya. Papanya mendapatkan rumah ini setelah menabung bertahun-tahun lamanya, seharusnya Seonghwa bersyukur 'kan, dapat pindah ke rumah yang lebih besar? Tapi pohon mangga rimbun yang berdiri tepat di samping kamarnya itu membuat Seonghwa yakin, pasti ada sesuatu yang nongkrong disana.
Alhasil, ketika orang tua Seonghwa bilang akan menjenguk nenek di kampung dan kemungkinan akan menginap, membuat Yunho —sahabatnya dari orok— menjadi korban Seonghwa untuk menemaninya melewati malam yang dingin.
Cieee
Yunho hanya sanggup mengiyakan permintaan garis miring paksaan dari Seonghwa untuk menginap di tempatnya. Lagipula, ia juga tidak bisa menolak permintaan tolong dari tante Minyoung yang sangat baik hati itu karena sering mengijinkan Yunho numpang mengisi perut di rumah mereka hampir setiap pagi.
“Yunho, malam ini temani Seonghwa ya. Tante dan Om mau menjenguk nenek Seonghwa yang saat ini sedang sakit. Kemungkinan besar akan menginap disana” senyum cantik itu tertuju kepada Yunho yang saat ini bengong dengan sepiring nasi goreng dan bacon di garpunya, “ Yunho tau sendirikan kalau Seonghwa penakut?” tante Minyoung mengalihkan pandangan ke Seonghwa, lalu tergelak melihat reaksi anak semata wayangnya yang merajuk.
“Mama! Aku tidak penakut!” Seonghwa memberikan protes yang menginterupsi kegiatannya dalam meminum susu stroberi.
Namun nyatanya, ketika pulang sekolah, Seonghwa mencegat Yunho yang bermaksud untuk pergi nongkrong dengan teman satu klubnya.
“Lo tega liat gue dikecengin om Uwo pas nanti malem? Temenin lah Yun! Gue kasih cemilan yang banyak deh!” Seonghwa meminta, sedikit gengsi sebenernya.
“Elah! om Uwo doang mah. Cemen banget jadi laki!” Yunho mengejek, menyentil pelan dahi yang lebih kecil.
“Babi!” tangannya mengelus dahi yang berdenyut, “sakit tau gak?!” Seonghwa menyalak, namun dua detik kemudian ekspresinya berubah, “Lasagna deh, besok 2 porsi langsung!”
“Deal!“
___________________________________________
Malam telah tiba, kedua bocah SMA itu telah berbaring dengan selimut masing-masing. Mungkin kelelahan setelah mengerjakan tugas sekolah yang pastinya diwarnai dengan kegiatan saling pukul dan saling mengejek.
Namun syukurlah, tugas Fisika yang akan dikumpulkan besok pagi itu akhirnya beres juga berkat otak pas-pasan yang dibawa oleh keduanya dari lahir.
Dalam gelap, suara gesekan selimut terdengar, “Yunho? Lo udah tidur?” Yunho enggan menjawab, matanya terlalu berat untuk membuka.
“Yunhooooo~” kali ini lebih panjang dan lebih menjengkalkan.
“Hmmm” dengan sisa-sisa nyawanya yang masih ada, Yunho menjawab dengan gumaman halus.
Seonghwa mendengus. Kakinya menendang selimut. Tangannya bergerak mencari remote ac di atas kasur. Namun nihil, benda itu tidak ditemukan. Dengan malas, Seonghwa mengangkat piyamanya ke atas, menyisakan kaus you can see berwarna putih.
Kepala surai abu itu menengok ke bawah. Matanya menangkap punggung Yunho yang membelakanginya. Walau tertidur hanya di atas futon yang tidak terlalu tebal, Yunho nampak sedikit kegerahan. Terbukti dengan tanggalnya pakaian atas pemuda itu dan selimutnya hanya sampai sebatas pinggang.