Aku menyusuri jalanan kota yang sepi ini, dengan payung yang ada di tanganku, dengan air mata yang jatuh layaknya deras hujan kali ini. Sebut saja cengeng, karena aku tahu bahwa aku terlalu mencintainya dengan begitu besar. Apa yang harus kulakukan? Kenapa aku jadi seperti ini?
Bodoh, bodoh!
Aku memang bodoh!
"AWASS!!", lengkingan itu menyadarkanku bahwa aku telah mengambil jalan yang salah. Memang menyadarkanku, tapi tidak dengan tubuh yang kaku ini.
Suara tabrakan dari motor butut dan seorang pria itu tak terelakkan. Hei, pria itu adalah aku.
"Hei, kau tak apa-apa?"
Huh? Apakah itu suara malaikat yang datang untuk menjemputku, dan membawaku ke surga? Mungkin neraka?
Tidak, semua menggelap, aku tak sadarkan diri.
=+=
Rumah sakit dalam keadaan yang tidak begitu ramai, karena ini di sebuah kota yang tidak padat penduduk. Meski tidak ramai, namun semua pegawai rumah sakit sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Lihat saja dokter Alan.
"Bagaimana, kak? Apa dia baik-baik saja? Apakah dia terluka parah?", rentetan pertanyaan yang terlontar dari mulut Petra tak luput dari kekhawatirannya. Bagaimana tidak, dia telah menabrak seorang lelaki dewasa hingga tak sadarkan diri.
"Mungkin kau akan diadili karena menyusahkan orang seperti ini", Dokter Alan membenarkan selang infus yang terhubung dengan tangan lelaki dewasa yang tengah terbaring itu, dan juga dia tertawa, memperlihatkan senyum manisnya yang membuat suster yang membereskan ranjang di sebelah terpesona.
"Kakak! Aku tidak bercanda, aku, aku takut"
"Tenanglah Petra, dia baik-baik saja, mungkin sebentar lagi dia akan terbangun. Dia hanya terbentur, untungnya tidak mengenai bagian vital di kepalanya", ia menjelaskan, membuat raut lega pada Petra keluar.
"Syukurlah Tuhan", tanpa sadar ia memegang tangan lelaki itu dengan erat, bahkan ia sampai menitikkan air mata, syukurlah dia tidak menjadi seorang pembunuh. Pikirannya sedang kacau saat memikirkan hal tersebut.
"Sekarang, biar aku tanya. Mengapa dia sampai seperti ini?", tanya Dokter Alan.
"Aku ingin membeli roti untuk aku dan temanku"
"Lalu?"
Petra melepaskan genggamannya, kemudian menata duduknya untuk menceritakan kronologi kecelakaan yang dialaminya.
"Tiba-tiba pria ini menyeberang tanpa melihat sekitarnya. Padahal aku sudah memperingatinya agar dia menghindar. Tapi dia hanya melihatku, dan aku tidak sempat untuk mengerem. Dan ya, terjadilah kecelakaan ini", jelasnya lalu memandang lelaki itu yang juga menggerakkan jarinya.
"Kak, dia sadar!", pekiknya.
"Dokter, ada pasien yang perlu penanganan oleh Dokter Alan", tiba-tiba dokter berparas cantik itu memanggil Dokter Alan. "Hai, Petra", tak lupa sapanya.
"Baiklah", jawab Dokter Alan kepada Dokter Anya. "Petra, berbaiklah dengan dia, meminta maaflah dengan benar. Setelah infusnya habis, dia boleh untuk pergi. Dan untuk biaya administrasi biar aku yang mengurusnya. Aku pergi dulu", pamitnya dan hanya dibalas anggukan oleh Petra, adik tersayangnya.
"Hei, kau sudah bangun?", tanya Petra yang melihat mata lelaki itu mengeluarkan air mata.
Lelaki itu menutup mata dengan lengannya yang terdapat selang infus. "Kenapa?", tanyanya kemudian. Petra mengerutkan keningnya. Kenapa katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Storyboard
Romanzi rosa / ChickLit[desc ku ganti] Karna cerita yg aku up terlalu dark, enggak ada sama sekali yg sama kek kehidupan sehari-hari. __________ _____ Silahkan menyelami dunia yg kelam, penuh air mata atau tawa, kamu yg menentukan! _____ __________