✨ Langit Abu-abu✨

70 8 0
                                    

Lagu yang wajib kalian dengar saat baca cerita ini:

1. Tulus - Langit abu-abu

2. Rey Mbayang - Tentang Setelahnya

***

Salah satu bentuk dari sebuah kebahagiaan adalah sebuah kebersamaan, di mana dua insan saling bertemu kemudian saling memahami dan mengisi waktu. Bukan berarti kemana-mana selalu bersama, namun menjalani sesuatu bermakna bersama. Saling ada dan saling memberi semangat. Ah, betapa indahnya kebersamaan itu.

Lalu di tengah kebahagiaan yang telah dilalui mengapa ada kata bosan? Terlontar begitu saja dari mulut manisnya, apakah bosan dan mudah terpengaruh itu sama? Apakah begitu adanya?

Sebuah kisah dalam buku cerita yang mampu membuat semua orang iri melihat dan mendengarnya, kini terobek di bagian tengahnya akibat kata bosan yang terucap. Selucu itukah sebuah kisah cinta seorang insan, bodoh hanya karena kata bosan.

Dan akhirnya berpisah yang menjadi pilihan mereka, lari dari masalah yang berasal dari kata bosan. Tak lagi bersama, namun kebahagiaan bukan berarti hilang jua.

"Aku mau bilang sesuatu", ucapnya.

Dia Natalia, seorang pemeran utama dalam cerita yang telah ditulis pada buku cerita itu.

"Apa sayang?", tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari game di gawainya.

"Serius ah", nadanya mulai meninggi.

"Ayo makan yuk, jam makan siang nih"

Dia Ardhito, seorang pemeran utama yang merasa ia harus mengalihkan pembicaraan kekasihnya. Dia sudah tau bahwa perpisahan telah mendekatinya.

Sedangkan Ardhito berdiri, Natalia masih terduduk diam menunduk. Ingin secepatnya meluapkan kata yang sudah ingin diucapkan.

"Aku bosan", dengan terisak dia tidak mau menampakkan wajah berlinang air mata itu.

"Aku ingin kembali, kembali kepada orang yang memang kuingini", kembali terisak, Ardhito memandang perempuannya kecewa.

Tak mungkin secepat itu kau lupa
Air mata sedihmu kala itu
Mengungkapkan semua kekurangannya
Semua dariku yang tak dia punya

"Bukan seperti ini caranya, sayang. Kamu berharga, tak mungkin dia pantas memilikimu"

Rasanya seperti sebuah belati perlahan tertusuk di ulu hatinya. Luka itu perlahan juga terpahat dengan indahnya.

"Jika seperti ini, bukankah kamu egois?"

Waktu itu tak bisa dihentikan, bersamaan dengan perpisahan mereka yang tak terelakkan.

Daya pikat yang memang engkau punya
Sungguh-sungguh ingin aku lindungi
Dan setelah luka-lukamu reda
Kau lupa aku juga punya rasa
Lalu kau pergi kembali dengannya
Aku pernah menyentuhmu apa kau malu

Ardhito tidak membenci hari ini, karena dulu pada hari yang sama ini juga merasakan kebahagian bersama perempuannya. Tidak pula membenci orang-orang yang tengah menjalani hari bersama orang-orang tercinta.

Ardhito juga tidak membenci hujan, yang katanya sendu haru biru itu. Dia hanya bisa tersenyum. Senyum kecewa terukir pada bibirnya. Selucu itu hubungan yang telah ia jalani. Pada hujan pula ada kebahagiaan di sana, bukan melulu tentang kesedihan. Tangan di kedua sakunya, pandangan Ardhito menerawang ke awan mendung itu dan tersenyum. Ah kenangan itu.

Di bawah basah langit abu-abu
Kau di mana?
Di lengangnya malam menuju minggu
Kau di mana?

Bertanya apakah saat ini jika Ardhito tersenyum dia juga tersenyum? Apakah saat ini jika Ardhito menangis dia juga menangis? Apakah saat ini jika Ardhito tertawa dia juga tertawa?

Sesayang itu Ardhito pada perempuannya hingga kata bosan yang meruntuhkan semuanya. Kata yang begitu sederhana namun dapat menghancurkan sebuah ikatan yang terjalin dengan sempurna. Apakah ini sebuah akhir? Nyatanya ini bukanlah akhir dari segalanya. Memang masih banyak perempuan di dunia ini, namun Ardhito butuh waktu untuk mencabut belati dan mengobati luka yang ada itu.

Kadang dering masih ada namamu
Beberapa pesan singkat untukku
Entah apa maksudmu yang kutahu
Sayangimu aku telah keliru
Ayo tulis di buku harianmu
Kelak jelaskan bila engkau punya waktu

Malam itu dia terduduk melihat semua orang berlalu lalang dengan kebahagiaan yang tercipta. Entah itu bersama pasangan, bersama anak, bersama teman, juga bersama peliharaan, serta pula yang bahagia dengan kesendiriannya. Seperti Ardhito yang bersyukur, mungkin masih ada yang terbaik untuknya, dan itu bukan dia. Bukan bermaksud untuk move on cepat, namun dia ingin berfikir positif untuk perpisahan yang terjadi. Bukan juga ia sedang mengalah, menyerah dengan kebahagian yang telah ia lalui terputus begitu saja. Bukan, ia hanya ingin tersenyum. Buku cerita itu terobek di bagian tengah, ia harus merapihkan robekan itu. Bukan dengan membeli yang baru, tetapi terus menulis kelanjutan cerita itu, membalik lembaran baru. Menulis dengan senyum yang akan menghasilkan cerita yang jua tidak mengecewakan.

Bertemukah kau dengan sang puas?
Benar senangkah rasa hatimu?

"Aw". Seorang perempuan terjatuh dari sepeda kayuh di depan bangku taman yang Ardhito duduki.

"Lo gak papa?", Ardhito segera menolongnya.

"Aku tidak apa-apa", perempuan dengan dress berwarna putih itu dibantu untuk duduk di bangku itu. "Terima kasih telah menolong", senyuman itu sangat indah dan begitu manis.

The End

***

Kalian bisa request lagu dan cerita ya, maaf semua ceritaku aku unpub, udah ilang mood. udah berapa tahun aku tinggalin cerita-cerita itu. Huhu..

StoryboardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang