🦋 18 || Cemburu

576 84 30
                                    


Setelah bercek-cok panas serta saling menghina di tengah jalan. Tinggalah Aruna yang kini datang ke rumahnya dengan selamat. Langkahnya begitu biasa saja saat akan membuka gerbang pekarangan rumahnya. Namun, ia merasa curiga saat menyadari keadaan rumahnya yang senyap sepi.

"Kali ini gak salah rumah lagi, kan?" gumam Aruna pada dirinya sendiri. Ia bahkan mulai meragui bahwa rumah yang ia buka gerbangnya ini adalah rumahnya.

"Halo, ini rumah Aruna, kan?" Dengan bego, Aruna bertanya pada rumahnya sendiri. Lagi dan lagi, bukan jawaban yang ia dapatkan hanyalah keadaan sunyi yang ia rasakan.

Dengan keberanian yang entah datang dari mana. Aruna masuk melewati pekarangan rumahnya. Memencet bel yang tak jauh dari pintu bercat putih klasik . Pikiran jika ini bukan rumahnya semakin menyerang ketika tidak ada sahutan dari dalam.

Tidak biasanya.

Biasanya selalu ada Bi Ijah yang setia menunggu di luar hingga Aruna pulang sekolah. Gadis itu lantas keluar dari sana, memperhatikan vas bunga yang terasa bukan miliknya di dalam gerbang.

Barulah Aruna ingat.

"Na, ngapain?" Aruna terlonjak kaget bukan main. Dengan cepat, ia langsung menoleh ke belakang. Menemukan Aliya yang kini memandanginya dengan tatapan malas kesukaannya.

"Ini, Arun mau pulang. Tapi, kok ada yang aneh, ya? Serasa bukan rumah Arun," jelas gadis itu sedikit mengeluh. Lalu, tanpa ada aba-aba sedikit pun, Aliya dengan santai menoyor kepala Aruna singkat.

"Bego, ini rumah gue," celetuk Aliya. Tangan rampingnya lalu menunjuk rumah yang bercat cream dengan pemandangan yang sangat minimalis di sebelah rumah ini.

"Noh, itu rumah kamu, Na." Aliya memberitahu. Aruna mangut-mangut saja sambil memasang raut wajah yang riang. Namun entah mengapa lama kelamaan kedua alisnya malah menjadi mengkerut.

"Sejak kapan Arun pindah rumah?" tanya gadis itu keheranan. Aliya mendengkus pelan. Ia langsung memegang kedua bahu Aruna. Berusaha menjelaskan dengan sabar pada Aruna.

"Sumpah, bener kata Arka. Lo kalo lagi sableng minta ditendang sampe Arab," gerutu Aliya kesal.

"Wah, boleh, tuh." Aruna menyahuti. Membuat Aliya semakin gusar karnanya. Dengan kesabaran yang tersisa secuil lagi, Aliya menyuruh Aruna dengan baik-baik serta dengan nada yang sangat lembut.

"Mending pulang, ya, Na? Lo kalo rese minta gue tabok bolak-balik." Bukannya melembut, Aliya malah berucap sarkas saking kesalnya.

"Macan," celetuk Aruna tanpa sadar. Aliya menghela napas lelah. Jika dirinya berdebat dengan Aruna tidak akan pernah selesai. Lalu, dengan sedikit gusar Aliya langsung menarik Aruna ke arah rumahnya sendiri. Membuka gerbang, menyimpan Aruna ke dalam, dan tak lupa untuk menutup gerbangnya.

"Besok-besok kalo lo bosen idup bilang gue, Na!" Aliya menawarkan diri. "Biar gue tebas kepala lo lama-lama."

****

"Lo ngapa di situ dah? Cepet masuk! Atau lo mau gue gusur?" Arka tak henti-hentinya menghujat Aruna. Sedangkan yang dihujat hanya rebahan santai di lorong sekolah. Katakanlah Aruna sedang gabut tak tertulung, buktinya sekarang tak sedikit yang memandangi gadis itu dengan heran.

Namanya juga Aruna.

Tidak ada yang tega untuk menghujatnya. Terkecuali Luna. Sang gadis bar-bar yang sudah seminggu ini tidak masuk sekolah karna sakit. Mungkin itu azab.

"Na, bangun gila!" Arka berusaha menggusurnya. Namun, dengan kegarangan yang entah Aruna dapat darimana, ia malah menggigit lengan Arka. Menciptakan ringisan pelan dari cowok itu.

ALSHANA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang