🦋 22 || Keputusan

509 85 22
                                    

"Aku tau kamu mau apa nyusulin aku ke sini." Kaisha tersungging ramah. Sekilas, senyuman itu terlihat sangat iklas. Namun, kilat sepasang matanya tak bisa membohongi Laksa kali ini.

"Aku juga tau kamu udah ambil keputusan itu. Iya, 'kan?" lirih Kaisha pelan. Gadis itu mematung di tempatnya. Tadi, satu menit sebelum Laksa masuk ke ruangan ini, Alestine kelas sebelah mengatakan sempat menguping pembicaraan Laksa, Arka dan juga Aliya.

Kaisha tersenyum kecut, "Tunggu apa lagi? Ayo, ungkapin semuanya."

Entah ada alasan apa, tubuh Laksa malah mematung. Netra hitamnya bahkan hanya terdiam menatap Kaisha dengan bimbang. Tangannya tercekal, sedikit merasa aneh pada keputusannya kali ini.

"Aku emang bego, ya, Sa. Ngejar kamu dari dulu yang ternyata gak punya hati," bisik Kaisha tiba-tiba. Hatinya meluruh, ada bait-bait pilu yang tersemat di setiap perkataanya. Laksa ... mengetahui itu.

"Aku pikir, aku beruntung bisa dapetin kamu. Aku pikir, kamu bakal seneng juga kalo bareng-bareng sama aku, dan aku pikir, kamu juga bahagia sama kehidupan yang kamu lakuin sekarang."

Kaisha menutup matanya. Tangan rampingnya mulai bergetar, tapi bukan hanya itu saja. Nada-nada di penuturannya ikut bergetar, seakan-akan Kaisha sedang dirundung pilu sekarang.

"Aku gak minta-"

"Putus." Manik-manik milik Kaisha terbelalak. Ia tak sangka Laksa mampu memotong perkataanya sesingkat itu. Namun, ia lebih tak menyangka jika kata putus dari Laksa terlontar begitu mudah.

Hatinya dibuat rapuh. Kaisha memegang dada. Jantungnya berasa bergemuruh, sedangkan matanya termenung pilu. Ada sorot rasa tak terima di kilat matanya. Namun, siapa Kaisha untuk mengubah takdir hidupnya?

Kaisha terlihat menarik napasnya, "Aku sayang kamu."

"Aku sayang kamu."

"Aku sayang kamu."

"Aku bakal terus sayang kamu sampe aku mati, Sa," tutur Kaisha diakhiri senyuman simpul. Suara batukan Kaisha menggema di sini. Laksa masih tak bergeming dari tempatnya, ia mempersilahkan Kaisha untuk mencurahkan segala unek-unek gadis itu.

Kaisha bersimpuh di lantai. Tangisnya meluruh. Masih tak percaya dengan apa yang di hadapinya sekarang. Ada rasa sakit yang menjalar pada dirinya secara terang-terangan. Namun Kaisha ... selalu berusaha menutup hal itu dengan senyuman.

"Maaf." Ucapan Laksa itu lolos dari mulutnya. Tanpa mengadah ke arah Laksa, Kaisha sudah terlebih dahulu tersenyum kecut di sana.

Gadis itu menghapus air matanya, "Yaudah gapapa, dilanjut pun rasanya gak akan sama. Iya, 'kan?"

Tidak ada sahutan, atau bahkan mimik wajah yang mencurigakan. Laksa tetap memasang wajah datar, walaupun kini Kaisha memandanginya dengan nanar. Hanya satu kata, keputusasaan. Itu yang kini berjalan riang di otak Kaisha. Gadis itu sudah sepenuhnya menyerah. Menyerah pada Laksa yang sudah kehilangan arah.

"Ternyata bener." Kaisha menggantungkan kalimatnya, "kita sekarang cuma sebatas kata."

****

Aruna menyeret tasnya. Setelah terbangun di ruang OSIS karna digelitiki oleh Alin dengan bulu ayam, gadis itu kini menambah nama adik Laksa ke dalam list manusia yang harus ia hindari.

Alin benar-benar, jahil!

Saking jahilnya, sepatu Aruna pun ikut menjadi sasaran. Sepatu kesayangan gadis itu sempat nangkring-nangkring cantik di atas genteng sekolahnya. Dan itu karna Alin yang menyebalkan.

ALSHANA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang