🦋 25 || Kembalinya Luna

482 81 11
                                    


"ZIDAN! INI NGAPA MUKA ARUN JADI BANYAK CORETAN GINI?!" Aruna mengerucutkan bibirnya. Zidan tertawa terbahak-bahak melihat keadaan wajah Aruna sekarang. Gadis itu kalah bermain game, jadilah kini wajahnya yang manis tercoreng oleh spidol papan tulis yang Zidan pinjam ke sekertaris kelas itu.

"Lagian, tadi ngapain mabar sama gue kalo akhirnya ngumpet aja gitu?" tanya Zidan dengan nada sedikit kesal. Mabar mobile legend dengan Aruna memanglah membawa petaka. Bukannya membunuh lawan untuk membantu Zidan, gadis itu malah bersembunyi di suatu tempat. Sialan.

"Kan gatau cara maennya!" bela Aruna. Ia mengambil spidol yang dipegang Zidan, ikut mencoret wajah temannya itu dengan cukup ganas. Zidan berdecak sebal, wajahnya kini ikut menjadi seperti Aruna gara-gara urusan pembalasan dendam.

Zidan mendelik, "Sono lu! Pegi-pegi! Cuci muka sana biar tambah mulus kek pantat bayi!"

"Iya mau! Doain supaya muka Arun jadi mirip pantat bayi yang mulus, gak kayak pantat Zidan!" ledek Aruna sembari memeletkan lidahnya.

"Asal lo tau aja, ya, Na. Pantat gue ini glowing. Tiap hari gue pakein sunscreen biar mulus," ungkap Zidan begitu bangga. Kini, Aruna lah yang tertawa terbahak-bahak. Ia memegangi perutnya karna tak kuat menahan tawa yang bersumber dari penuturan Zidan itu.

Aruna berlari, "Gausah ngawur! Dah, mau cuci muka dulu, bubuy!"

Gadis berambut panjang itu melengos pergi. Meninggalkan kelasnya yang sedang free karna gurunya sedang sakit itu. Mocca hari ini tidak masuk, entah mengapa gadis itu tidak berbicara apa pun pada Aruna. Namun, tidak masuknya Mocca kini membawa Luna kembali pada sekolah. Mungkin, Luna sudah sembuh dari sakitnya.

Suara langkah kakinya kini menggema. Aruna bersiul untuk mengusir rasa takut. Koridor sekolahnya sekarang begitu sepi, ah maklum, sekarang, kan sedang jam pelajaran. Jadi tidak mungkin banyak siswa yang keluyuran tak jelas di koridor ini.

Sesampainya di toilet, Aruna langsung menyalakan keran, membasuh wajahnya yang penuh dengan coretan yang diukirkan Zidan itu. Ck, memang, jika Aruna sedang gabut, pasti gadis itu selalu bermain dengan Zidan yang pastinya sedang gabut juga. Simbiosis mutualisme, itu kata Zidan ketika ditanya mengapa mau bermain dengan Aruna.

Segar. Aruna merasakan hal itu sekarang. Dengan hati-hati, ia mengeluarkan tisu dari kantung seragamnya. Mengusapkan itu guna untuk mengeringkan wajahnya yang kini basah karna basuhan air tadi. Kakinya terarah keluar, ketika ia baru saja akan berbelok untuk kembali ke kelasnya, lengan Aruna dicekal oleh seseorang.

Gadis itu menoleh, "Kenapa Luna?"

"Ikut gue," jawab Luna datar. Aruna dibawa ke arah UKS. Jujur, ia sama sekali tidak paham mengapa Luna membawanya ke sini. Seingat Aruna, Luna tidak memiliki riwayat penyakit serius yang akan kumat di lingkungan sekolah.

Luna membuka pintu UKS, berjalan ke arah ranjang yang terletak paling pojok itu. Menyibakkan tirai yang membatasi bilik di UKS itu. Aruna mengerjap kaget, ia melihat sesosok Kaisha terbaring lemah yang kini terlihat sangat damai dalam tidurnya.

"Jagain, Kaisha. Gue harus ke perpus buat ngisiin tugas yang gue tinggalin selama sakit," titah Luna. Belum sempat untuk membalas ucapannya, Luna sudah lebih dulu pergi begitu saja tanpa mengucapkan apa pun.

ALSHANA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang