"Astaghfirullah .... Akhi ... Ukhti .... Ini kenapa malah pada maskeran di kelas?"
Mulai, batin Marquisha kesal. Dia pura-pura menulikan telinganya. Enggan merespon ucapan pemuda itu. Masih pagi. Marquisha tidak ingin mendengar kata-kata mutiaranya.
Alysa mendelik kesal ke arah teman kelasnya. Penampilan rapi dengan kaca mata minus yang bertengger di hidungnya menjadi ciri khas pemuda tersebut. Namanya Danial Putra Mahendra. Pemuda yang biasa disapa Hendra ini adalah penceramah handal di kelas mereka. Cita-citanya menjadi pendakwah namun salah masuk jurusan.
"Apa, sih, Hen! Masih pagi gak usah nyari ribut di sini!" ucap Alysa dengan nada ketus. Hendra membalasnya dengan gelengan kecil sembari mengelus dadanya pelan.
Melihat hal itu, Alysa hanya bisa mendengus kesal. Dia segera mengoles masker ke wajahnya usai membuat karya di wajah Eros. Pemuda itu tampak menikmati sentuhannya dengan mata terpejam. Diam dan tidak banyak bergerak. Tidak seperti Zidan yang susahnya minta ampun ketika diajak.
"Cuma nyapa aja. Galak banget perasaan." Hendra berlalu dengan wajah datar. Kedua mata Alysa berotasi. Sudah biasa mendapati perilaku Hendra yang tiap hari bikin geleng-geleng kepala. Dia melihat pemuda itu kembali duduk di bangkunya. Berkutat dengan ponsel.
TING!
Eros merogoh saku celananya usai membuka kelopak mata. Satu pesan masuk dari seseorang berhasil membuatnya tersenyum.
Chenora
Bisa ketemuan di cafe biasa?Eros lupa jika saat ini tengah memakai masker. Akibatnya, retakan kecil yang dia timbulkan membuat pemuda itu mendengus kesal. Jarinya tergerak mengetik balasan dengan hati berbunga-bunga.
Eros
Bisa dong. Jam berapa, say? Lama gak ketemu jadi rindu 😘Chenora
Aku tunggu jam 7 malem, ya.
See you 👋"Kok jadi jutek gini? Apa gue buat salah?" gumam Eros tanpa sadar. Dia menyimpan ponselnya ke dalam saku celana lalu menatap langit kelasnya yang berwarna putih. Otaknya memutar memori hari-hari sebelumnya. Mencari tahu, apa yang membuat kekasihnya marah?
"Siapa?"
Kepala Eros tertoleh ke arah Zidan. "Chera."
"Pacar lo?"
"Hm."
"Dasar, playboy!" Eros mendelik tak terima
"Dih! Ngatain lagi. Gue bukan playboy, yah! Jomlo mana tau."
Eros kembali memejamkan matanya. Sudah biasa Zidan berbicara seperti itu. Hatinya kebal karena terbiasa. Sakit hati sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Eros memaklumi sifat temannya itu. Mau bagaimanapun juga, sifat orang tidak bisa ditentukan seenak jidat. Jika sudah takdir, ya sudah. Terima apa adanya.
"Al, ini bersihinnya gimana?"
Marquisha yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. Elopak matanya terbuka dengan pandangan terarah pada wajah temannya.
Alysa menoleh ke arah Marquisha dengan wajah tertutup masker. "Tinggal dibilas, say. Di luar 'kan lagi hujan. Bilas aja pakai air hujan," jawabnya enteng.
Marquisha melongo tak percaya. Hal yang tidak diinginkan akhirnya terjadi. Membilas masker kering yang menempel di wajahnya. Mana bisa dia keluar kelas dalam keadaan seperti ini. sama saja mempermalukan diri sendiri. Benar-benar si Alysa.
"Kenapa gak beli yang bisa dikelupas, sih?" tanya Marquisha kesal. Tangannya meraih buku guna menutupi mukanya saat ini. Kekesalannya bertambah ketika Alysa membalasnya dengan kedikkan bahu. Ingin rasanya dia mencakar wajah temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Sincerity Pindah lapak ✓
Teen FictionMerelakan sesuatu adalah hal tersulit dalam hidup seseorang. Terlebih ketika orang itu berharga dalam hidup kita. Segala cara akan dilakukan hingga hati kita tenang. Bisa berakhir dengan penyesalan atau pun bahagia. Sama halnya apa yang terjadi pada...