"Markisa?!"
Marquisha mendengus kesal. Ditanya malah balik manggil. Bikin emosi aja.
Niatnya dia mau pulang lewat sini. Sayang sekali hujan malah turun begitu deras. Marquisha yang sudah terlanjur basah akhirnya memilih untuk terus melanjutkan perjalanannya. Tak peduli tatapan orang di sekitarnya melihat dia hujan-hujanan sembari menenteng plastik berlogo Alfamart.
Tidak sengaja tatapannya tertuju ke arah pemuda yang tengah berjongkok seraya terisak pelan. Dari gelagatnya, Marquisha paham, siapa orang itu. Maka dari itu dia menghampirinya.
Marquisha merotasikan bola matanya. "Ck! Gue lagi tanya, ondol! Kayak orang hilang aja."
Eros bangkit. Dia mengusap wajahnya kasar lantas melihat penampilan Marquisha dari atas sampai bawah. Eros baru sadar jika Marquisha tidak membawa payung ketika menghampirinya. Lantas, dia menarik tangan gadis itu. Membawanya menuju halte terdekat. Berkumpul dengan orang lain yang tengah berteduh.
Marquisha berdecak kesal. "Kenapa malah neduh, sih? Gue mau balik." Eros melihat sekeliling.
"Lo gak lihat sekarang lagi hujan?" Bibir pemuda itu sedikit berwarna ungu. Ditambah gemeletuk giginya yang samar-samar terdengar di telinga Marquisha. Ck! Rupanya pemuda itu kedinginan. Pantas saja mengajaknya berteduh. Pakai alasan segala.
Marquisha berjalan keluar dari halte. Kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda. Dia tidak punya banyak waktu untuk sekadar berteduh di sana. Bisa-bisa Marquisha sakit besoknya karena memakai baju basah. Apalagi hujan hari ini disertai angin.
SRET!
"Keras kepala! Gue ngajak lo neduh malah hujan-hujanan lagi. Nanti lo sakit."
Marquisha melempar tatapan tajam ke arah Eros. Terlebih karena pemuda itu mencekal pergelangan tangannya. Beruntung hujan turun dengan deras. Membuat orang yang ada di sekitar mereka mendengar suara Eros samar-samar.
Gadis itu menyentak tangannya kasar. Raut wajahnya tampak tak bersahabat. Sia-sia dia menanyai Eros. Lebih baik Marquisha tidak usah menghampirinya tadi. Menyesal dia.
"Kalau neduh, yang ada gue sakit. Udahlah! Gue cuma nanya, kenapa lo nangis di pinggir jalan. Tapi kayaknya lo udah baik-baik aja. Kalau gitu, gue pamit."
Marquisha kembali melangkah. Tungkai kakinya terasa riang sembari bersiul ria. Sasekali kakinya menapakki genangan air yang membuat kakinya kotor. Namun, Marquisha tidak menyesali hal itu. Malahan, tawanya menyeruak ke permukaan.
Dia suka hujan.
Dia suka aroma tanah basah.
"Gue ikut kalau gitu."
Marquisha mendelik sebal. Rupanya, Eros menyusul langkahnya ke sini seraya menuntun motornya. Dia kena mogok apa gimana? Apa Eros tadi nangis gara-gara motornya mogok?
"Motor lo fine, kan?" tanya Marquisha. Eros mengangguk sebagai jawaban.
"Kenapa gak lo naikin? Sana pulang!"
"Gue butuh temen. Lo 'kan temen gue." Mendengar hal itu, bola mata Marquisha berotasi.
Sejak kapan dia dan Eros berteman? Perasaan, hanya Eros yang meng-klaim hubungan mereka menjadi teman. Marquisha hanya menganggap dia sebagai pemuda asing. Pemuda asing yang tiba-tiba masuk ke kehidupannya tanpa permisi. Apalagi tingkahnya yang begitu menyebalkan. Marquisha tidak tahan berlama-lama dengan Eros.
Tapi, melihat raut wajah pemuda itu saat ini, Marquisha berusaha ber-positive thinking. Eros tidak mungkin mengeluarkan sifat menyebalkannya itu di saat seperti ini. Dia tau jika pemuda itu tengah dirudung masalah. Ekspresinya bisa dia tebak begitu mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Sincerity Pindah lapak ✓
Teen FictionMerelakan sesuatu adalah hal tersulit dalam hidup seseorang. Terlebih ketika orang itu berharga dalam hidup kita. Segala cara akan dilakukan hingga hati kita tenang. Bisa berakhir dengan penyesalan atau pun bahagia. Sama halnya apa yang terjadi pada...