The void and vacuity

1.2K 107 143
                                    

WARNING!!!

• Ini adalah 'remake' dari salah satu ff lawas ku. Isinya sama, copas, cuma edit ganti nama

• Contains mostly dialogue rather than narration

• I prefer misgendering calls for several situations such as WIFE and MOTHER, but overall still a Mister and Uncle

You can go on when you can deal with it ▶

You can go on when you can deal with it ▶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nice weather."

Itu adalah tiga silabel pertama yang Yunho ucapkan di seberang sana setelah dengan Mingi saling melempar salam pembuka.

Yah, cuaca yang indah di ibukota tempat Yunho tinggal. Cukup indah untuk melakukan percakapan bersama keindahan lainnya melalui Skype.

"It's not. Di sini panas sekali. Aku bahkan bisa melihat udara tampak terbakar di atas jalanan aspal." Mingi sedikit memperbaiki posisi laptop di atas tempat tidurnya ketika mengeluh demikian. Mencari angle yang tepat agar ia tidak terlihat gemuk di mata sang lawan bicara. Tidak, ia tidak ingin tampak jelek. Kalau pria itu sampai ingin berhenti berteman dengannya bagaimana?

Pemikiran komikal memang.

Tapi untuk Jung Yunho, Mingi bisa berpikiran berlebihan.

Jung Yunho terlalu berharga untuk dihilangkan dari dalam hidupnya.

"Memangnya kau sudah menginjakkan kaki di luar sana hari ini?" Yunho bertanya skeptis. Ia tidak pernah pintar memberikan kata-kata motivasi pada persona manapun yang menyatakan sebuah keluhan yang ia konfrontasi.

"Sudah. Tapi itu tadi pagi ketika aku mengantar anak-anakku ke sekolah."

Di kata-kata terakhir itu Yunho terlihat menahan senyum miris.

Tapi ia berusaha untuk mengabaikan ketika membuka sekaleng bir dan bersandar pada dinding. "Lalu bagaimana kau tahu cuaca di luar sana?"

Mingi memutar bola mata sebal. "Oh ayolah. Aku bisa merasakan udara panas itu memenetrasi rumahku. In fact, aku bisa melihatnya melalui jendela." Entah bagaimana Uijeongbu selalu memiliki cuaca yang berbeda dengan Seoul. Seperti saat ini. Jadi ia tidak pernah mau memahami cuaca yang Yunho hadapi. Begitu juga sebaliknya.

"Kalau begitu kurasa ini hari yang bagus untuk berenang?" Yunho menyarankan dengan sedikit keraguan setelah tenggakan kedua bir di tangannya.

Mingi mengibaskan tangan. "Jangan berenang. Aku bisa lupa diri dengan menghabiskan waktu selama berjam-jam dan melupakan anak-anakku."

"Jadi, apa yang kau lakukan untuk mendistraksi ketidaknyamananmu?"

"Berbicara denganmu. Dengan meyalakan AC di kamarku tentu saja." Mingi tidak bermaksud menggoda. Tapi kalimatnya berhasil mengundang senyum malu-malu Yunho datang.

MENDA-CITY 🖥 YunGi [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang