Bagian 2

3.4K 81 0
                                    

Leslie dan Dani kemudian pergi mencari Kepala Desa. Mereka mengelilingi kampung, namun tak kunjung menemukan Ayahnya itu.

"Waktu sudah semakin dekat Leslie"

"Aku tahu"

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Leslie berhenti melangkah, ia melirik jam tangannya kemudian mendesah kasar. Dani menatap pria di depannya itu dengan perasaan was-was.

"Kita harus kelapangan"

Dani mengangguk, kemudian mereka bergegas menuju lapangan. Berjalan kaki membuat mereka lelah, namun tetap mereka hiraukan.

Guratan kecemasan tak kunjung hilang dari wajah keduanya meski lapangan sudah terlihat jelas. Hanya tinggal memasuki.

Namun Leslie mengurungkan langkahnya. Ia menoleh ke kiri, terdapat rumah kosong warga. Ia menaruh rasa penasaran pada rumah itu.

Biasanya rumah itu tak berpenghuni dan terkunci rapat. Kenapa sekarang pintunya sedikit terbuka? Jangan-jangan ayahnya di sana. Mengingat tabiat buruk ayahnya, bisa saja dugaannya benar.

Leslie kemudian menyuruh Dani ke lapangan terlebih dahulu untuk mencari ayahnya dan tetua laki-laki suku.

Dani patuh tanpa banyak bantah, ia segera berlari ke dalam lapangan yang telah ramai dengan masyarakat. Upacara tahunan ini memang melibatkan seluruh masyarakat desa.

Dani melangkah pelan memasuki rumah itu, derap langkahnya sangat halus, bahkan cenderung tak di dengar meski pijakannya adalah lantai kayu.

Rumah itu kosong, tak ada siapa-siapa. Namun hal itu tak mengurangi curiga Leslie. Ia terus melangkah memeriksa kamar demi kamar.

Benar saja! Ada satu kamar yang tidak bisa ia buka begitu saja seperti kamar-kamar lain. Bahkan dari dalam kamar pun Leslie mencium bau kemenyan.

Apa upacaranya secepat itu di mulai? Pikirnya. Namun tidak mungkin. Leslie tahu pasti, kemenyan di bakar ketika akan melaksanakan arak-arakan. Dan itu sehabis senja. Sekita kegelapan merebut jingga di langit.

Leslie mencoba mendorong pintu. Namun seperti terkunci dari dalam. Tak kehabisan akal, Leslie memanjat tiang rumah itu menuju loteng. Siapa tahu dia bisa melihat sesuatu dari loteng.

Dengan susah payah, leslie berhasil sampai di loteng rumah itu. Tikus-tikus berlarian begitu melihatnya. Leslie bergidik ngeri mendapati loteng yang ternyata kumuh dan dihuni puluhan tikus.

Namun itu tak mengurung niatnya, ia lantas mencari loteng kamar yang kemungkinan besar adalah loteng kamar terkunci tadi.

Leslie dengan mantap berdiri di atas loteng yang terbuat dari tripleks. Aneh, loteng utamanya terbuat dari bambu yang di datarkan dan di susun rapi. Namun cuma loteng berukuran 3x3M ini yang terbuat dari tripleks, bahkan masih baru. Seperti selalu di pakai.

Bau kemenyan juga lumayan menyengat dari atas sini. Leslie langsung mencari lubang. Beruntungnya, ada bagian yang tidak di tutup sempurna.

Terlihat jelas dari cahaya yang sedikit terlihat dari atas. Leslie segera menghampiri lubang itu. Lubang yang cukup besar sekiranya 10x10cm.

Leslie segera mendekatkan matanya pada lubang itu dengan sangat hati-hati. Takut membuat suara.

Kemudian terdengar jelas percakapan di dalam ruangan itu. Meski leslie belum bisa melihat siapa yang ada di sana.

"Aku capek pak, pindah yuk?"

"Baik, ke kasur"

Leslie terperanjat kaget mendengar suara itu. Ia tahu betul siapa pemilik suara laki-laki itu. Jantungnya berdeguh kencang.

Sesaat kemudian terlihat seorang perempuan muda yang ia tidak bisa lihat dengan jelas wajah perempuan itu tengah berjalan mundur.

Perempuan itu tak mengenakan apa-apa. Dia kemudian duduk di tepian kasur yang tergeletak di lantai. Leslie berusaha melirik ke setiap sudut yang ia bisa untuk melihat sang laki-laki.

Namun ia hanya bisa melihat kemenyan yang dibakar serta perempuan itu. Jika di taksir dari suaranya, perempuan itu masih belia. Berumur sekitar 15 atau 16 tahun. Tapi Leslie tak kunjung bisa mengenali suaranya.

"Lakukan sendiri, bapak rindu melihatmu merangsang diri"

Kini jantung leslie benar-benar berdegub kencang, ia tak akan salah duga lagi. Suara itu murni punya ayahnya seorang. Orang yang ia kagumi selama ini.

Kemudian leslie melihat perempuan tadi. Ia membuka kakinya lebar-lebar kemudian menyentuh kemaluannya sendiri, dengan gerakan menggosok, membelai serta menusuk-nusuk menggunakan jari.

Suara desahan perempuan tersebut sangat sendu, terkesan benar-benar untuk menggoda. Tatapannya pun lurus kedepan, ke area yang tidak bisa di lihat oleh leslie dari lubang itu.

"Mendesahlah sepuasmu Rima. Ruangan ini kedap suara. Sudah memakai gypsum modern"

Perempuan yang ternyata bernama Rima itu semakin mengeraskan suara desahannya, bersamaan dengan semakin meraja lelanya kedua tangannya sendiri membelai badannya.

"Bapak, ayolah pak~"

Rima meminta dengan suara serak nan sendu. Leslie mendecih pelan, ia masih penasaran dengan wajah Ayahnya saat ini. Namun fokusnya tak bisa teralihkan dari Rima.

Gadis itu terus mengobrak abrik kemaluannya secara brutal dan kasar, desahannya herubah kasar dan bergelora. Leslie mengerutkan kening dan meringis melihat itu.

"Ahh~ pak!"

Rima mengejang, tubuhnya menegang, dia mendesah panjang. Kemudian Rima ambruk, tubuhnya tertelentang dengan nafas memburu, sekarang leslie bisa melihat dengan jelas wajah gadis itu.

Ia adalah teman bermain adiknya, Raya. Leslie tak menyangka, teman baik adiknya akan di pakai oleh ayahnya sendiri. Meski sudah mengetahui kebejatan sang Ayah, tapi leslie tetap kecewa. Kenapa tidak memakai janda? Istri orang? Atau kenapa tidak yang sudah dewasa? Kenapa harus belia di bawah umur itu?

Ketika pikiran leslie berkecamuk, saat itu juga Ayahnya melangkah maju. Rima melebarkan pahanya, kemudian  Ayahnya sang Kepala Desa itu menyetubuhi Rima dengan gairah tinggi.

Suara desahan mereka menggema, memenuhi ruang dengar leslie. Leslie hanya bisa bernafas berat. Ia tak bisa turun sekarang, matanya telah terpaku pada adegan dibawah sana.

Kepala Desa memacu genjotannya, sedangkan Rima sibuk mendesah dan memuji Kepala Desa. Bunyi persetubuhan mereka sangat membangkitkan birahi Leslie.

Namun Leslie segera menepis pikirannya. Ia tak mungkin terangsang dengan suara di bawah sana. Tidak boleh. Leslie pun memilih untuk menyudahi pengintipannya.

Sementara dibawah sana Kepala Desa mengerang, menikmati puncak percintaanya. Sedangkan Rima memuji kepala desa.

"Dasar pelacur"

Kemudian Kepala Desa segera memakai bajunya, keluar dari kamar itu dan meninggalkan rumah. Rima tersenyum mengejek, ia pun bangkit ke kursi, menggesek-gesekkan kemaluannya pada bahu kursi. Meremas payudaranya sendiri sambil mendesah. Tak puas dengan yang sudah ia dapatkan. Kemudian matanya memerah, semerah darah. Namun segera hilang karena Rima menutup matanya.

Di luar rumah, leslie yang sedang bersembunyi di samping rumah menatap kecewa pada ayahnya yang melangkah ke arah kerumunan di lapangan.

See you next up😉

TUMBAL DESAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang