Bagian 5

1.9K 71 1
                                    

Nasib buruk atau baik yang sekarang terjadi tidak bisa di tebak. Tubuh Leslie tergeletak tak berdaya di atas batu ranjang tersebut. Matanya terpicing, tanpa memperlihatkan tanda-tanda kehidupan.

Lelaki misterius berjubah hitam itu memandangi leslie dengan mata biru malamnya. Pandangan yang entah kenapa membuat Kepala Desa takut.

"Tolong ampuni kami, Ragon" rengekan memohon dari nada yang dikeluarkan Kepala Desa tak berujung baik.

Pria misterius yang tadi menangkap Leslie mendesis marah. Ia meraung, seketika Kepala Desa terpental kebelakang.

Pria itu mendekati Kepala Desa yang tengah terbatuk, terlihat juga darah segar sedikit mengalir dari ujung bibirnya.

Hembusan nafas Pria misterius itu terdengar jelas. Raut wajah Kepala Desa sudah sangat cemas, ia pucat pasi.

Pria misterius itu meraung lagi. Kali ini terdengar seperti raungan harimau. Sebelah mata pria itu berubah menjadi kuning keemasan. Dua buah bola mata berbeda warna itu seketika menoleh pada tubuh Leslie.

Leslie meringis pelan, nafasnya sedikit tersenggal. Pria misterius itu segera melayang ke tubuh Leslie.

Kening Leslie berkerut, menahan sesuatu yang belum bisa di deskripsikan. Kepala Desa yang melihat itu terlihat panik, begitu juga Pria misterius itu. Ia menoleh kesana kemari.

"Leslie!" Lirih Kepala Desa, berusaha melangkah mendekati anak kesayangannya itu.

Leslie semakin tak terkendali, nafasnya sesak. Dengan mata yang masih terpejam, tubuh Leslie memberontak seakan di ikat dengan tali tak kasat mata.

Pria misterius itu menyingkap tudungnya, terlihat wajah putih yang sangat pucat dengan bibir lebih pucat dari wajahnya. Pria itu menghembuskan nafasnya pada wajah Leslie, sekilas terlihat seperti asap kemenyan yang menembus dahi Leslie.

Leslie terbatuk, mengeluarkan darah. Perlahan matanya terbuka, bau kemenyan memenuhi ruang perciumannya. Ia meringis menahan sakit di tubuh, serta mengernyit mendapati pria di depannya.

Kepala Desa berhasil mendekati Leslie, ia segera meraih tangan Leslie dan mencopot kain kafan di lengan Leslie.

Pria misterius itu menatap kecewa. Warna matanya berubah menjadi hitam legam, kemudian pria itu hilang ditelan kabut.

"Leslie!" Pekik Kepala Desa, lalu menarik tubuh ringkih anaknya ke dalam pelukannya sendiri.

Leslie memandang kosong, ia menatap sekelilingnya yang sangat berantakan. Kemenyan bertebaran, sesajen dan masakan sudah berhamburan kesana kemari, jangan lupakan pohon-pohon kecil yang tumbang.

Keadaan di sekitar mereka benar-benar kacau sekarang.

"Ayah"

"Ya, Leslie. Ayah disini"

Kepala Desa menangkup pipi Leslie, ia ingin mencium kening anaknya itu namun terurungkan. Mata Kepala Desa melotot, begitu melihat Mata kiri Leslie berubah warna menjadi biru kekuningan dalam hitungan detik.

~

Dani dan Intan berlari di area persawahan. Nafas dua muda-mudi itu tersenggal-senggal. Pemukiman warga sudah dekat di mata mereka.

Namun, kebimbangan akan tujuan mereka membuat mereka berhenti. Menatap satu sama lain dengan perasaan lega dan cemas.

"Kemana kita akan pergi, Dan?"

"Aku ingin membawamu ke kota. Tapi,,"

Intan menatap Dani, mereka memelankan langkah dan berhenti sambil mengatur nafas.

"Apakah kau siap berpisah dengan orang tuamu?" Dani menlanjutkan kata-katanya. Tatapan matanya tak beralih sedikit pun dari wajah pujaan hati yang tengah menatapnya juga.

"Aku siap. Tapi, bagaimana dengan Leslie?"

Intan tak sampai hati harus meninggalkan sahabatnya itu. Bukan hanya karena persahabatan, namun mengingat pengorbanan Leslie tadi tidak mungkin Intan tega meninggalkan pria itu.

"Itu juga yang aku cemaskan. Leslie akan dihukum jika ketahuan. Tak hanya hukum cambuk, dia juga akan,," Dani tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Bayangan hukuman yang membuat bulu kuduknya meremang itu segera di tepis.

Intan juga demikian, ia tau pasti apa yang akan terjadi pada Leslie jika ketahuan. Tapi ia berharap leslie hanya di pukul dan di cambuk. Tidak melebihi kapasitas, apalagi apa yang ada dipikirannya sampai terjadi. Ia sangat tidak mau.

Intan melepaskan suntiang di kepalanya. Dani hanya menatap Intan, kemudian menerima benda menyerupai mahkota besar itu ketika Intan memberikan padanya.

"Ini emas asli" ujar Intan.

"Aku tahu, tetua suku yang membuatnya"

"Cukup untuk modal kita jika kabur dari desa ini" cicit Intan kemudian. Dani mendesah lega, tak terpikirkan itu sama sekali di otaknya.

Kabur dari desa tanpa modal? Benar-benar tak terpikirkan oleh Dani. Dalam benaknya hanyalah pergi, membawa Intan dari sini, dan hidup bahagia di luar sana entah bagaimana itu caranya.

Intan paham betul, Dani pasti tidak memikirkan modal atau persiapan apapun. Wajar, untuk usianya yang masih belia. Berbeda dengan Intan yang dia tahun di atas Dani, pola pikirnya sudah matang.

"Jika di jual, akan memperoleh ratusan juta rupiah. Namun, kita harus menjualnya sedikit demi sedikit. Biar tidak ada kecurigaan dari pembeli" Intan pun memasukkan suntiang itu ke dalam kain hitam yang awalnya adalah jubah persembahan tadi.

Dani mengangguk, ia tersenyum. Bersyukur menyukai Intan yang serba tahu dan sangat dewasa pola pikirnya.

Kemudian sayup-sayup mereka mendengar suara ramai-ramai. Mereka yakin itu suara warga. Dani segera menarik tangan Intan untuk membawa perempuan itu bersembunyi.

Benar saja, tak lama kemudian banyak warga membawa obor kembali memasuki area hutan. Tentunya melewati jalan yang tadinya di lewati Dani dan Intan.

Para warga terdengar heboh membicarakan sesuatu, dari nadanya seperti ada masalah yang sangat besar. Dani dan Intan diam tak bergeming di balik batu besar sambil memasang kuping lebar-lebar.

"Bagaimana ini? Aku tidak menyangka persembahan kita malam ini bisa sekacau ini"

"Ini gara-gara Leslie dan Dani! Salahkan dua anak pembangkang itu!"

Dani tersentak kaget, ia sangat sedih mendengar suara ayahnya yang memaki dirinya dan Leslie.

"Sekarang jadi kacau kan? Ragon akan marah besar! Desa kita akan kekeringan!"

"Sudahlah! Sekarang kita harus mencari Intan! Hanya dia yang bisa meredakan masalah ini"

Intan cegukan. Masyarakat desa seketika serentak diam.

Intan membekap mulutnya sendiri dan memandang Dani dengan pandangan cemas. Dani berusaha menenangkan Intan dengan elusan di punggung Gadis itu.

"Hei! Segera kemari. Cepat bantu! Kepala Desa terluka!" Terdengar pekikan seorang pria paruh baya dari arah hutan.

Intan dan Dani segera mengintip. Terlihat warga desa beramai-ramai membantu Kepala Desa.

"Bagaimana dengan Leslie?" Tanya adik Kepala Desa, yang tentu saja paman Leslie sendiri.

"Ia yang menyerang ayahnya, sekarang anak itu hilang di hutan sana"

Dani dan Intan saling berpandangan. Mereka terkejut, dan cemas seketika. Apa yang terjadi? Pikir mereka. Jika melihat darah segar yang mengucur banyak dari dahi dan tubuh kepala desa, pasti sangat serius.

Intan meneteskan air mata.

TUMBAL DESAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang