i.

92 18 19
                                    

 a quick reminder: play the songs listed on each chapter for ✨the best reading experience ✨

 a quick reminder: play the songs listed on each chapter for ✨the best reading experience ✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

» [Six Romances, Op.6, TH 93: No:5] « 

 0:00 ─〇───── 0:00

 ⇄ ◃◃ ⅠⅠ ▹▹ ↻

Dunia memang kejam padamu. Tapi apakah harus kamu membunuh mereka? 

Apa salahnya membunuh mereka? Seperti kata Anda tadi, dunia memang kejam.

┊┊┊✧ ⁺ ⁺  °

10 November, 2010.

Lagi dan lagi. Aku terbangun di atas aspal yang keras dan panas, bagaikan inti bumi. Sampai kapan aku mau begini terus? Aku juga tidak tahu. Kututup mataku dan membayangkan diriku yang tengah berdansa dengan kedua orangtuaku, berbalut gaun merah berhias permata, tertawa bahagia bersama mereka, bersinar terang diantara orang-orang bagaikan bintang. Hidup yang kuinginkan hanya hidup dibalik kedua kelopak mataku.

Matahari menjauh dari arahku, seolah jijik denganku. Aku menghela nafas. Wajar, aku juga geli dengan diriku sendiri. Kumuh, miskin, tidak berguna. Persis seperti kecoak, bahkan lebih buruk.

Siapa diriku? Aku tidak tahu.  

Yang kutahu, namaku Fern. Sulit kujelaskan, tetapi aku memiliki pola pikir yang menyeramkan. Lebih tepatnya, pikiranku terkadang dipenuhi dengan suara-suara yang mendorongku untuk melakukan pembunuhan. Selama ini, aku berusaha keras agar pemikiran itu tidak menjadi kenyataan dan berakhir di penjara dengan tragis. 

Yah, walaupun mungkin dengan membunuh akhirnya aku bisa merasa bebas.

Ayah dan ibuku meninggal 2 tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan mobil yang tragis. Matahariku. Hanya mereka yang menyayangiku.

Sebenarnya aku tidak tahu apa yang benar-benar terjadi pada mereka. Kata pengasuhku dahulu, polisi tidak mengurusi kematian mereka, hanya karena mereka miskin. Bajingan memang, tapi mau bagaimana lagi? Ingin sekali aku membalaskan dendam mereka pada sherrif dan kepolisian di sini. Aku masih mengingat wajah mereka sampai sekarang.

Semenjak itu, tidak ada yang mengurusku, dan aku kehilangan rumahku. Aku terpaksa tinggal di jalanan dan menjadi pengemis, entah sudah berapa tahun. Relatif, kau bilang? Mereka sangat menyayangiku. Saking sayangnya, keberadaanku tidak dipedulikan oleh mereka. Hah, lucu sekali. Sudah pasti mereka senang jika tahu keadaanku yang sekarang.

"Astaga, lihat gadis miskin itu.." Ah, kata-kata itu lagi. Aku mendongak, mendapati seorang wanita paruh baya yang sedang berjalan dengan anak laki-lakinya, memandangku rendah.

Ocehan dan pandangan remeh dari orang-orang yang bahkan tidak tahu apa-apa tentangku meninggalkan luka besar yang dalam dalam hatiku. Aku berusaha bersabar. Kutarik paksa bibirku ke atas, menyunggingkan senyum yang hanya membuat anak laki-laki itu ketakutan. Menjengkelkan sekali.

Gadis ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang