3 : Mantan

13 1 0
                                    

"Buat apa dia datang lagi, sih? Saat aku udah bahagia!"
~ Arumi
:
:

"Hah, akhirnya beres tuh acara"

"Bantal dan guling, I Miss You" pekik Arumi dan menghempaskan badannya ke kasur yang selalu mengundang dia menuju mimpi.

"Rumi, rumi. Wadon, bukan nek ganti klambi, bersih-bersih malah mapan turu" mata Arumi melebar dan badannya kaku seketika

Duh, siaga satu nih batin Arumi terduduk dan menoleh ke sumber suara

"Eh, Umi cantiknya Arumi. Kapan ke sini, umi cantik? Kok ga kasih tau anakmu ini"ucapnya dengan cengiran yang hanya di balas dengan tatapan maha tajam oleh sang umi

——

Keesokkan harinya,
"Pokokke umi arep kowe nikah tahun siki! Umi ora peduli lanangge bak arjuna opo ora, kowe nikah tahun siki!" ucap Umi bagaikan halilintar di tengah siang hari yang cerah itu.

"Kok gitu sih, Mi!" pekiknya

"Pokokke kowe, Arumi. Kudu nikah tahun siki! Ora ana bantah-bantah maning!" perintah umi meninggakannya yang termanung di meja makan.

Mau nikah sama siapa diriku ini, Ya Gusti.  Arumi mengacak rambutnya, sampai panggilan masuk mengundangnya.

"Halo" ucap malas Arumi

Lo dimana sih, Mi. Ini klien udah nunggu satu jam. Arumi melirik jam dinding, dan berlari menuju tempat kunci mobilnya.

"Maaf, gue lupa ada meeting. Lo bujuk sebentar tuh klien, atau lo ajak dia keliling" seseorang yang di sebrang sana hanya bisa mengerutu dan memaki kecerobohan Arumi. Tanpa basa-basi dan menghindari amukkan Laras, sahabat baiknya setelah Karmila.
     
Laras merupakan asisten Arumi sekaligus sahabat yang serba bisa. Bisa jadi asistennya, dan bisa jadi penampung curhatan, serta bisa jadi tempat pengingat kecerobohannya. Kalo di tanya kemana Laras, saat peragaan busana tempo hari? Dia mendadak izin ke Arumi, untuk acara tunangan sepupunya. Awalnya Arumi membujuk segala macam cara dari mulai beliin seblak, martabak untuk Laras ga izin. Tapi semua gagal, dan berakhir dengan satu model yang juga tiba-tiba mangkir.

Alhasil, Arumi dengan kepedean yang harus di pertanyakan. Dia tampil bukan hanya sebagai desainer, tapi model yang memperagakan busananya. Malu, bukan lagi. Apalagi sesudahnya, dia di buru oleh puluhan bunga mawar dari penonton yang hadir.

Kini Arumi sampai di butik, di lihat dari pintu masuk klien masih berada di tamannya yang dia desain untuk rehatnya. Arumi pergi menuju ruangan kerja sebelum bertemu dengan klien, dia poles sedikit wajahnya dengan make up yang selalu dia bawa.

Sempurna gumam Arumi di depan cermin, dan tak lupa menaruh tas di meja kerja.

Arumi melangkah keluar ruangan, menemui klien.
"Ekhem, selamat siang" sapa Arumi ke klien yang masih membelakanginya. Dengan senyum hangat yang masih dia kontrol sepanjang perjalanan.

"Selamat siang" Arumi mematung di tempat saat sosok pria tampan dengan stelan kantor yang rapi itu tersenyum padanya.

-———

"Kenapa harus dia yang jadi klien gue sih!" teriak frustasi Arumi berulang kali.

"Stop deh, Mi. Lo udah teriak hampir satu jam, dan teriakkan lo itu terus. Bosen gue!" maki Laras, seketika Arumi menangis dengan kencang.
Laras mengacak rambutnya, saat mendengar tangisan Arumi yang begitu membahana.

Mantanku, pelabuhan terakhirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang