Sosok gadis yang kini sedang tertawa bahagia di dekapan Ibunya itu menatap sekitar, senyumnya belum juga surut sejak Kepala Sekolah di depan sana mengumumkan bahwa Ia termasuk ke dalam lima besar siswa dengan nilai tertinggi di angkatannya ini.
Dengan perlahan setelah melepaskan pelukan Ibunya, ia berlari kecil menghampiri sosok pemuda yang berada di depan sana, menatapnya dengan cengiran yang begitu khas.
Naira menubruk tubuh pemuda itu, memeluknya erat, setelah puas ia melepaskan pelukannya.
Ia berdecak kagum, "Gak nyangka lo yang hobinya bolos bisa masuk 5 besar!"
Aidar, pemuda itu terkekeh sungkan sambil menggaruk belakang lehernya dengan malu malu.
"Lo juga hebat bisa masuk 5 besar juga,"
Naira hanya menanggapi dengan kekehan kecil, disekitarnya banyak juga siswa dan wali yang berlalu lalang, tapi yang menjadi fokusnya saat ini adalah Aidar.
Pemuda itu terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu membuat jantungnya berdegub kencang.
Pipinya merona tanpa ia sadari, Aidar memang sering membuatnya kesal, Aidar juga sering menggoda dan mengganggunya. Meskipun begitu, Aidar adalah pribadi yang hangat dan juga perhatian padanya.
"Ada yang mau lo bicarakan ke gue?" Naira angkat bicara, merasa tidak sabar karena sedari tadi Aidar hanya bergerak gelisah di tempatnya dengan menatap ke sekeliling beberapa kali.
"Eh, uhmm. Iya gua mau bilang sesuatu."
Naira menahan senyumannya. Gadis itu mengangguk. Mempersilakan Aidar berbicara.
Cukup lama hening diantar mereka, hingga Aidar menarik nafas lalu menatapnya lekat membuatnya semakin merona.
"Gua mau lanjut kuliah di Paris,"
Senyum Naira perlahan surut, dapat ia lihat perubahan ekspresi Aidar yang mulai menatap khawatir padanya.
"Ra?"
Naira mengerjap, ia memaksakan senyumannya lalu balas menatap Aidar. "O-ooh, oke,"
Aidar mengangguk, seketika mereka menjadi canggung saat keduanya kembali terdiam sambil menatap sekitar.
Seakan tak nyaman dengan keadaan tapi sama sama tidak ingin saling menjauh.
"L-lo, nggak mau bilang sesuatu yang lain, gitu? Ke.. gue?"
Kembali Naira yang membuka suara, suaranya sedikit berbeda dari yang tadi.
Aidar mengerutkan dahinya, "Huh? Uhmm, apa ya?"
Naira tersenyum kecil sambil menggeleng tidak tahu.
Cukup lama, hingga Aidar akhirnya melangkah maju mendekatinya. Jantung Naira kembali berdetak dengan abnormal, pipinya kembali bersemu saat Aidar mengelus puncak kepalanya dengan menatapnya lekat.
"Bye, meskipun kita jauh nanti, jangan sampai putus komunikasi, ya? Gua bakal tetep gangguin lo meskipun lewat internet. Hehe. Lo itu sahabat terbaik yang gua punya."
Jatuh.
Naira kembali jatuh saat mendengar kalimat terakhir Aidar.
Jadi hanya sahabat, ya?
Selama ini dugaannya salah?
Atau memang hanya ia yang terlalu tinggi menaruh harap?
Aidar tersenyum lalu kembali melangkah mundur untuk menjaga jarak, cengirannya kembali muncul dengan lebar seakan diantara mereka tidak pernah terjadi kecanggungan sebelumnya.
"Dah, gua pergi, ya? Bye Ra!"
Aidar berbalik, melangkah semakin menjauh.
Kaki Naira lemas, matanya mulai berkaca, seakan setiap langkah Aidar yang menjauh meninggalkan jejak jarum tajam yang siap menyakiti kakinya jika ia mendekati pemuda itu.
Ia pikir, hari ini Aidar akan menyatakan perasaan padanya.
Ia pikir, hari ini mereka akan resmi menjadi sepasang kekasih.
Ia pikir mereka akan bahagia sambil bersama melanjutkan sekolah.
Naira menghela nafas, bersamaan dengan setetes air mata yang lolos. Ia memeluk tubuhnya sendiri, menatap sekeliling, oramg orang tampak sibuk dengan senyum bahagia masing-masing.
Hingga tatapannya terpaku pada seorang pemuda yang memperhatikannya diantara lalu lalang orang-orang.
Naira membala tatapan matanya, pemuda itu tampak menatapnya lekat, dengan lengan sweater turtleneck yang dilipat hingga siku, kedua tangannya dimasukan kedalam saku celana bahan berwarna coklat susu.
Mereka masih saling menatap, hingga mendadak laki-laki itu menoleh saat seseorang menghampirinya.
Itu Bang Kenzo, mereka tampak akrab. Ah, mungkin temannya.
Naira berbalik, menghapus air matanya kemudian memilih melangkah mencari keberadaan Ibu nya.
Ia harus mulai melupakan perasaannya pada Aidar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMONG US
Teen Fiction"Gua boleh selingkuh?" "Boleh. Gue juga mau selingkuh, ya?" "Berani selingkuh gua bawa lo ke KUA langsung ya, Ra!" "Aww, mau dong, Om." Sejak pertama bertemu hingga memperkenalkan diri sebagai Selingkuhan Zia, Gifan sudah tertarik pada gadis yang te...