11. Lamaran resmi

258 32 2
                                    

April memandang malas kedua lelaki yang menyerangnya semalam. Wajah keduanya sudah berbeda sejak yang terakhir ia ingat. Kedua tangan dan kakinya diikat. Entah apa yang telah Andra lakukan pada mereka, ia tak peduli. Mengganggunya, maka mereka pantas mendapatkan hal itu. Tapi sial karena saat kondisi mereka sudah sekarat pun, mulut mereka tetap terkunci rapat. Sesekali terbuka hanya untuk meringis dan bernapas.

"Kalian tidak akan bicara kan? Jadi tidak perlu menunggu lebih lama, mereka hanya akan menghabiskan oksigen disini."

Perintah April jelas, jadi Andra tidak perlu menunggu lebih lama untuk menarik pelatuknya. Melesatkan dua peluru untuk mengakhiri hidup dua lelaki yang berani mengganggu nonanya. Tak butuh waktu lama baginya untuk menemukan mereka, apalagi sekedar untuk menghabisinya. Itu adalah hal yang paling diinginkan setiap orang dirumah ini. Dan ia merasa tersanjung karena diberi kesempatan untuk melakukan ini, meski ia khawatir akan jadi seperti mereka mengingat kelalaiannya.

Begitu kedua lelaki itu tumbang, April menghirup udara dengan dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Seolah menikmati oksigen yang tidak lagi dihirup oleh mereka. Kemudian ia mengajak Andra keluar dan memerintahkan orang lain untuk mengurus mayat mereka. 

Masih di green area, langkah keduanya terhenti tatkala Adrian menghadang. Ia menatap April kemudian beralih dengan Andra. "Kamu bisa pergi Pril, Papa ada urusan sama pengawal kamu ini."

Ayolah, April bukan gadis bodoh yang tak tahu maksud ucapan dari papanya ini. Tapi ia tidak akan membiarkan Andra menanggung akibat karena kecerobohannya. Jadi ia tak mungkin meninggalkan Andra disini.

"Aku juga punya urusan sama dia, jadi Papa harus antri. Jalan!"

Baru dua langkah, Adrian memanggil April membuat gadis itu terpaksa berhenti. April tahu hal ini tidak akan berjalan mudah.

"Papa boleh menghukumnya jika Andra ada disana dan tidak bisa melindungiku. Tapi aku yang memintanya pulang, dan aku terluka karena kebodohanku tidak bisa menangani kedua orang itu. Masalah selesai."

Adrian menggertakan gigi tapi tetap membiarkan keduanya melenggang pergi. Terlebih lagi jika ucapan April memang benar. Kalau April sendiri tidak melepaskan Andra maka dia juga tidak bisa menghukum lelaki itu. Meski sebenarnya tangannya sudah gatal dan butuh pelampiasan. Baginya saat ini Andra adalah pelampiasan yang paling tepat, berhubung Rian sudah pulang. Yah, pacar dari puterinya itu juga bersalah apapun alasannya. Tapi jika Andra saja dilindungi, apalagi Rian.

Tidak lagi ditahan, April berjalan cepat meninggalkan green area. Khawatir jika Adrian akan berubah pikiran dan menggunakan berbagai alasan hanya untuk melampiaskan rasa marahnya. Dalam hati juga bersyukur karena Rian mendengar nasihatnya untuk pulang. Karena jika tidak, dia tidak akan bisa melindungi lelaki itu.

"Seharusnya nona membiarkan saya dihukum."

April menghempaskan tubuhnya disofa begitu mereka tiba dirumah sebelum akhirnya menatap Andra yang berdiri didepannya. Keningnya mengkerut dalam seolah sedang berpikir keras sebelum mendengus malas.

"Sungguh Andra ... Jika kamu ada disana dan aku masih terluka, maka tidak perlu orang lain untuk menghukumu."

April serius dengan ucapannya. Dia tidak akan meminta orang lain, bahkan Adrian sekalipun untuk menghukum pengawalnya ini jika dirinya terluka karena ketidakmampuan Andra menjaganya. Tapi apa yang terjadi padanya semalam, tidak termasuk dalam jangkauan Andra untuk melindunginya. Jadi tidak ada yang perlu dipermasalahkan lagi. Untungnya Andra mengerti dan segera pergi untuk kembali menyelidiki dalang dibalik penyerangan semalam.

Dear My Teacher 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang