PART 3

202 27 0
                                    

“Kau serius uda bilang kek gitu?” tanya Anggie Emily

“Udah dong. Kita tinggal tunggu aja reaksi Dava seperti apa. Pasti dia marah besar, lihat Naya ambil keputusan itu” jawab Jeana tersenyum sinis.

“Hebat! Kau benar-benar hebat!” puji Anggie

“Ya dong”

“Naya?” Panggil Dava yang berada diambang pintu. Ia berjalan mendekat bangku paling ujung dipojok kiri. Bangku kediaman Naya Beatrice. Ia duduk sendiri.
Orang yang dipanggil mendongak, menatap Dava yang jalan mendekat ke arahnya.

Seperti biasa, penghuni kelas banyak yang iri dan menghujat Naya. Secara Dava Anggario yang merupakan kapten basket, juga tampan, pintar, kaya. Siapa juga yang tidak tertarik dengan dia. Sedangkan Naya? Gadis gendut, jelek, tapi cerdas dalam akademik. Siapapun pasti akan iri melihat kedekatan dua orang tersebut.

“Aku tungguin dikantin malah dikelas” ujar Dava ketika sudah berada dihadapan Naya.

“Tumben ga ke kantin?” lanjutnya

“Eh, hm.. Aku lagi catat catatan Bu Uni, tadi di kelasnya aku izin ke toilet jadi ketinggalan deh”

Yah, memang benar itu. Tapi itu juga jadi alasannya untuk ga makan.

Dava mengangguk. “Ya udah kalo gitu, aku beliin bakso ya?”

“Eh ga usah! Aku ga sempat, benar deh” ucap Naya cepat.

Dava mulai curiga, sebenarnya ada apa dengan Naya. Tetapi, ia biarkan itu. Ia mengangguk pelan kemudian.

“Ya udah, aku ke kelas dulu ya, dah” Dava tersenyum tipis.

Sebelum pergi, Dava sempat mengelus pelan rambut Naya.

...

“Dava, ga takut apa ban nya kempes? Eh maksudnya bocor. Hahahah” Ucap salah satu teman kelas Dava dan di sambut tawa oleh lainnya.

“Ga usah dengerin mereka. Ayo!”
Naya dengan pelan menaiki motor Dava. Akhirnya motor Dava keluar dari halaman sekolah.

Selama perjalanan tidak ada pembicaraan. Dava yang dibuat kesal oleh semua teman-temannya. Sedangkan Naya yang sangat sedih karena ejekan tersebut. Ia sebenarnya sudah terbiasa, tapi siapa yang tak sakit jika dibully seperti itu?

“Loh, Dav. Kok berhenti disini?” Naya dibuat bingung, lantaran Dava memberhentikan motornya dihalaman depan rumah makan yang terlihat sederhana.

Dava melepaskan helm nya dan menoleh kebelakang. “Ayo, turun!” ucapnya tersenyum.

Naya menurutinya. Ia turun dari motor Dava dan masih meneliti rumah makan di depannya ini.

Aroma masakan dari dalam tercium diindra penciuman Naya, membuat perut Naya bergetar. Matanya seketika berbinar. Dipemikirannya terlintas berbagai macam makanan sesuai dengan aroma tersebut, membuat ia tak sadar kalau Dava telah berada dihadapannya dan membantunya melepaskan helm yang masih ia kenakan.

“Melamun? Laparkan?” Dava terkekeh pelan melihat wajah Naya yang sepertinya sudah ga tahan godaan.

Dava pun menarik tangan Naya untuk masuk ke dalam.

...

“Dav, banyak banget makanannya”

Dava terkekeh. “Iya dong. Pertama kamu kemarin nolak buat pergi makan sama aku, kedua tadi siang kamu ga ke kantin. Gara-gara kamu ga ke kantin, aku jadi ga makan loh. Jadi sebagai tanggung jawabnya, sekarang kamu temanin aku makan puas. Aku tahu kamu juga lapar kan?”

Hati Naya hampir goyah. “Aku ga lapar, Dav” lirihnya

“Tadi siang kamu ga makan loh, masa sekarang kamu ga makan juga. Aku itu kenal kamu ya, kamu itu sehari itu bisa makan sampai 7 kali” Dava tertawa pelan mengingat bagaimana rakusnya Naya saat makan.

“Aku tetap ga mau makan”

“Kamu kenapa sih?”

“Aku bilang ga mau makan ya ga mau makan”

“Iya tapi kenapa?! Kamu ga biasa kayak gini!” Dava mulai merasa kesal melihat sikap Naya saat ini.

“Aku bilang aku ga lapar! Ngerti ga sih?!” Naya juga kesal melihat Dava yang selalu memaksanya. Bukan apa, ia hanya takut ia mulai goyah dan ga bisa kendalikan nafsunya.

Dava menghela nafas berat. “Kamu makan sedikit aja”

“Ga mau”

“Makan sedikit aja, Nay. Nanti kamu sakit” ucap Dava tenang.

“Aku diet, Dav! Jangan goda aku!” Naya keceplosan karena saking kesalnya.

Dava membulatkan matanya tak percaya. “Diet? Oh jadi kamu diet sekarang?”

Naya diam. Ia menunduk. Ia tau Dava pasti marah, lantaran Dava paling tidak suka jika Naya diet, ia suka Naya apa adanya.

“Iya! Aku diet kenapa? Aku udah capek Dav! Aku capek dihina-hina terus. Aku pengen hidup bebas. Aku juga mau seperti lainnya, punya badan yang ideal. Apa salahnya sih aku diet?! Badan juga badan aku. Kenapa kamu selalu ngelarang aku? Oh aku tau, kamu memang sengaja kan, supaya makin bertambah besarnya badan aku makin membuat orang-orang menghina aku. Kamu suka kan itu? Aku tau Dav, kamu juga sebenarnya malu berteman dengan aku. Aku ga maksa kok kamu mau berteman atau ga sama aku. Aku uda terbiasa tak punya teman. Mending mulai hari ini, kita akhiri pertemanan kita!”

“Nay! Kamu bicara apa sih?! Aku sama sekali ga ada niatan untuk mempermalukan kamu! Aku sama sekali ga ngerasa malu berteman sama kamu! Kita ini udah sahabatan dari kecil. Aku kenal kamu 10 tahun. Aku yang lebih kenal kamu dibanding mereka. Aku Cuma ga mau kamu sakiti tubuh kamu sendiri. Aku juga udah janji sama mama papa kamu untuk ngejagain kamu. Aku ju..”

“Oh, karena janji?! Yaudah anggap aja kamu ga pernah janji sama orangtua aku! Makasih buat semuanya, Dav”

Tak sempat Dava mengejarnya lantaran harus membayar pesanan yang sama sekali belum tersentuh itu, Naya sudah pergi.

...

Tut..tut...

“Arghh!!”

Dava melempar ponselnya ke atas kasur. Ia sudah mencoba beberapa kali menelepon Naya, tapi nomornya sudah ga aktif. Ia tadi sudah kerumah Naya, tapi ga ada jawaban dari dalam. Ia sudah ketempat favorit Naya sejaka kecil, juga ga menemukannya. Sampai ia memutuskan untuk pulang.

“Kenapa sih, Nay? Aku ga bermaksud seperti itu. Aku sayang sama kamu. Kenapa kamu menghindari aku?”
Dava mengacak-acakan rambutnya frustasi.

~

15-10-20

Friend? {TAMAT} ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang