3. Emosi Bisma

7.9K 1.4K 70
                                    

Sejak memulai penerbangan menuju Bali, Bisma tampak dingin dan ketus. Entah apa yang terjadi pada Bisma semalam. Maksudnya, dengan kencan pria itu yang disiapkan ibunya. Ah, Adelia tak berhak menerka-nerka apa yang membuat atasan slash cinta dalam diamnya bersikap sedingin ini. Entah benar akibat kencan semalam pria itu atau alasan lain, Adelia memang tak berhak tahu.

Memangnya siapa Adelia? Ingat, dia hanyalah asisten pribadi yang kebetulan memiliki hubungan aneh dengan atasannya. Hubungan yang melibatkan tubuh, tetapi tanpa emosi. Hubungan yang melibatkan hati dan perasaannya, tetapi tidak dengan pria itu.

Jadi, yang bisa Adelia lakukan adalah, tetap diam di tempat duduknya di pesawat hingga benda ini mendarat di bandara. Tanpa berani basa-basi, ketika pesawat benar-benar berhenti, Adelia langsung beranjak dari duduknya dan mengambil barang-barang yang harus ia bawa. Meeting Bisma di Bali ini, jadwalnya hanya tiga hari. Hanata yang masih berduka karena iparnya keguguran itu, menitipkan banyak dokumen yang harus Adelia siapkan pada tiga meeting Bisma nanti.

Hingga mereka keluar kawasan bandara, Bisma masih terdiam tanpa bicara satu kata pun kepada Adelia. Pria itu hanya sekali bersuara saat ponselnya berdering dan menerima sambungan dari ibunya.

"Bisma pertimbangkan permintaan Ibu."

Hanya kalimat itu yang terucap dari bibir Bisma setelah mendengarkan entah apapun yang ibu Bisma ucapkan kepada putranya.

Dalam hati, Adelia hanya bisa pasrah andai perkiraannya benar. Ibu Bisma pasti bicara tentang wanita yang dijagokan sebagai calon istri Bisma. Adelia harus sadar diri jika ia bukanlah wanita dengan kasta tinggi atau sesuatu yang bisa dibanggakan. Kecantikannya biasa saja. Tubuhnya memang bagus, tetapi dalam pernikahan para konglomerat, terkadang tubuh tak menjadi pertimbangan nomor satu. Bibit, bebet, bobot, di keluarga Bisma masih menjadi syarat utama. Sayangnya, Adelia harus rela mundur karena ketiga srayat itu tak ia miliki.

"Kamu pesan dua kamar?" Kening Bisma mengernyit dalam dengan wajah keras menandakan ketidaksukaan.

Adelia yang hendak keluar kamar Bisma setelah membantu pria itu menata baju-baju dan dokumen meeting, mengangguk pelan dengan kepala penuh pertanyaan. "Biasanya memang memesan dua kamar, bukan? Saya dengan Hanata dan Bapak sendiri," jelasnya seraya tetap berpikir mengapa Bisma tampak tak terima dengan kondisi yang biasanya mereka hadapi.

"Hanata tidak ada." Suara Bisma terdengar geram.

"Tetapi kamar sudah dipesan Hanata sejak minggu lalu. Sejak Ia mengatur jadwal meeting Bapak hari ini."

"Tapi nyatanya Hanata tidak hadir saat ini. Jadi, buat apa kamu tidur terpisah dari aku!" Sentakkan Bisma membuat Adelia sedikit terperanjat. Bisma belum pernah begini. Biasanya pria itu bicara dengan nada rendah, alih-alih tinggi dengan aura mencekam penuh emosi. Sekalipun sedang tak setuju dengan sesuatu, Bisma hanya tinggal memintanya melakukan yang ia minta dan membatalkan apapun yang ia lakukan dan rencanakan.

Mereka saling terdiam selama beberapa saat. Adelia masih di depan pintu dan Bisma beberapa langkah di depan gadis itu.

"Letakkan tasmu dalam lemari itu." Bisma melirik pada tempat yang tadi Adelia singgahi saat menata barang-barang pribadi Bisma. Namun, Adelia masih sama membatu di depan pintu. Tak melakukan apa yang Bisma suruh dan tetap menatap pria itu dengan binar ... bingung? "Adelia," desis Bisma dengan mata yang tajam menusuk asistennya.

"Dua jam lagi ada meeting, Pak," ucap Adelia terbata.

"Masukkan tasmu sekarang!"

"Kita harus siap-siap untuk meeting nanti. Informasi dari Hanata, kita butuh waktu 30 menit untuk sampai di kantor klien."

Something Like Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang