8. Marah

7.7K 1.7K 353
                                    

"Del." Panggilan itu memecah lamunan Adelia. Sejak tadi, entah berapa lama setelah ia memasuki mobil, wanita ini hanya melamun dengan tatapan cemas. "Kamu gak papa?" tanya Sunu sekali lagi seraya mengemudi kembali ke desa mereka di Karawang.

Adelia menggeleng tegas seraya mencoba tersenyum. Sunu tak boleh tahu jika jantungnya masih berdetak kencang dan debar di dadanya belum bisa berangsur normal. Ia melengkungkan senyum sesimpul mungkin demi menutupi ketakutan yang baru saja menghampiri.

"Tadi A'a udah nunggu lama?" Adelia mencoba mengalihkan topik.

Sunu menggeleng santai. "Baru aja kok sampai saat kamu kabarin A'a kalau mau pulang. Jadi nunggunya gak sampe sepuluh menit."

"Pertemuan tadi bagaimana?"

"Bagus," jawab Sunu penuh semangat. "Pengusaha tanaman hias ini mau kerja sama dengan kita untuk ambil sekam dan kulit padi. Kalau bagus, kita bisa salurkan hasil sawah daerah kita."

Adelia tersenyum bahagia. Ia bersyukur mampu mengelola peninggalan mendiang orang tuanya yang menghidupi dirinya dengan hasil tani. Setelah kepergian ibundanya, Adelia tak lagi ingin mencari kerja di ibu kota atau kota besar lainnya. Ia seperti trauma dengan kehidupan yang membuatnya hancur lebur begini. Ia lebih suka desa yang tenang, damai, meski masih ada hukuman sosial yang harus ia terima entah hingga kapan.

Semua perubahan ini terasa setelah keindahan yang menyesatkan itu. Kenyamanan palsu yang membuatnya menguras air mata dan hidup dalam rasa bersalah setiap saat. Bukan hanya pada mendiang kedua orangtuanya, pun pada sosok bocah yang tertidur di jok belakang sana. Bocah itu tadi sempat tersenyum pada ayahnya. Pada pria yang membuatnya ada di dunia. Pria itu masih sama. Tampan, berkharisma, dan mampu menaklukan hati Adelia hanya melalui pandangan mata.

Hati Adelia teriris lagi hingga rasanya berdarah dan tak mungkin lagi selamat. Ia merasa rapuh setiap ingatan tentang masa lalu terputar lagi dan harus menyadari jika saat ini semuanya jauh dari baik-baik saja. Ia orang tua tunggal, tidak menikah, tak memiliki keluarga, dan ... terus menangis di setiap malam, setiap pikiran buruk menggelayuti kepalanya. Bagaimana Anandita jika Tuhan memanggilnya? Bagaimana Anandita jika dunia tak bisa menerima keberadaaanya? Juga, bagaimana Anandita jika ia tak bpernah tahu siapa ayahnya.

"Del." Sekali lagi, panggilan itu membuatnya terhenyak dari kepedihan yang ia pendam sendiri dalam hati dan sanubari. "Kenapa sih, bengong terus?" Sunu kembali bertanya seraya sesekali merilik pada wanita yang menjadi orang terdekatnya saat ini.

"Gak papa, A'. Capek juga ternyata pulang pergi Jakarta-Karawang," dusta Adelia. "Habis ini Adel mau istirahat saja di rumah."

"Jadi mampir belanja dan beli baju Anandita? Mumpung kita sedang di Jakarta. Bisa beli di mall yang bagus sekalian."

Adelia menggeleng lemas. Semangatnya untuk membeli baju lucu lenyap sudah, pun keinginannya membeli makanan yang hanya ada di mall Jakarta. Ia tak lagi berselera apa-apa. Ia hanya ingin merebahkan diri, menikmati sepi, terpejam, menangis, memeluk Anandita dan sekali lagi mencoba berdamai dengan segala kekacauan yang terjadi akibat masa lalunya dulu.

*****

Ini sudah satu minggu sejak pertemuan itu. Debaran rasa saat mengingat bagaimana harum tubuh Bisma kala mereka di lift, masih terasa di dada Adelia. Ia sudah berkali-kali menyadarkan dirinya sendiri, jika seluruh mas alalu itu harus ia buang dan lupakan. Namun, apa daya tubuh wanita ini jika hatinya terlalu kuat mencinta, padahal sudah terkoyak tak bersisa.

"Anindita jalan-jalan sama Bunda, ya." Pagi ini, Adelia ingin menghabiskan waktu bersama anak semata wayangnya. Sunu dan Wawan—pegawai slep padi miliknya—memberikan Adelia libur di akhir minggu, meski usaha penggilingan padi itu tak pernah libur. Dua pria yang menjadi kepercayaan mendiang ibunda ini, memahami kebutuhan Adelia terkait tumbuh kembang anaknya. Jadi setiap akhir minggu, Sunu akan libur ke sawah, berganti menemani wawan mengurus penggilingan.

Something Like Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang