Waktu sekali maju tak mengenal mundur
Beda dengan kenangan bisa mundur namun tak akan bisa maju>Hujan di Langit Kajang<
-
-----
"Wuaaahh " nguap Dinda dengan mulut yang dibiarkan ternganga.
Wanita itu benar benar ngantuk sekarang,akibat pergantian sif malam mengharuskan mereka merelakan tidur malamnya. dan memaksakan diri untuk tetap terjaga dimana kebanyakan orang sedang memasuki alam mimpi.
"Nda, padahal kita disini udah hampir setahun, tapi capeknya kayak pertama kali kerja ya." Papar Handa. Mengingatkan bahwa mereka sudah selama itu di negara orang dan selama itu juga ia tak melihat wajah orang yang di sayangnya, apalagi ibunya.
Ucapan Dinda membangunkan rindu yang sudah lama membuncah. Mendengar itu air matanya sudah meluncur keluar tanpa disadari dinda.
"Ibu apa kabar? menghapus air matanya, dan kembali memejamkan mata dengan tubuh yang bersandar di jendela bus.
Getaran di dalam sling bagnya, mengubah duduknya menjadi tegak dan mengambil ponselnya dengan malas, kemudian membuka motif chat yang masuk.
Handa tersentak. Tubuhnya menegang. Wajahnya mensiratkan kepanikan, bukan semata mata karena melihat siapa pengirim pesan tapi lebih kepada isi pesannya.
Kak ibu sakit.
Dadanya sesak, membaca tiga kata itu, Handa ingin pulang sekarang Handa ingin peluk ibunya, Handa ingin merawat ibunya. Tapi apa yang bisa Handa lakukan, Handa anak yang tak berbakti, ia anak tak berguna, ia menyesal meninggalkan ibunya coba kalau dulu ia tak keras kepala pasti Handa masih ada disamping ibunya, saat ibunya membutuhkannya.
Penyesalannya mengingatkannya pada saat memutuskan ingin pergi ke Malaysia.
" Aku akan tetap pergi dengan atau tanpa izin kalian" putusnya, membelakangi keluarganya. Dengan koper besar sudah terpatri di sampingnya.
Bapak ibu anak yang sedang bercengkrama ria tadi pun tersentak mendengar keputusan handa. Wajah mereka berubah sendu. Apa lagi ibunya, matanya sudah berkaca-kaca menahan tangis.
Ayahnya mengabil alih untuk berbicara terlebih dahulu, siapa tahu Handa bisa merubah keputusannya.
" Handa pikirkan baik-baik. Itu bukan keputusan yang benar ayah masih mampu membiayaimu, menguliahkan mu, kau juga masih bisa bekerja disini tanpa harus menjadi TKI" bujuk ayahnya dengan penekanan setiap katanya.
" Tapi itu jalan yang terbaik yah, sudah saatnya Handa yang menggantikan ayah, Handa ingin seperti orang orang bisa memberikan apa yang kalian inginkan, memberi kecukupan, memberi kebahagiaan. Kapan lagi Handa jadi kebanggaan kalian, Handa enggak ingin jadi beban terus menerus di keluarga ini. Jadi biarkan Handa pergi" tuturnya menentang perkataan ayahnya.
" Apa yang ada dipikiran mu, Handa anak ibu, Handa kesayangan ibu, dan perlu Handa tau, Handa tetap jadi kebanggan ibu dan ayah meskipun Handa tak berbuat apa-apa, Handa enggak pernah jadi beban keluarga nak. Handa enggak boleh bicara seperti itu, Handa tidak sayangkah kepada ibu hmm? Kalau nanti ibu sakit siapa yang menjaga dan merawat ibu, siapa teman ibu cerita? Handa enggak ingin menjaga ibu disini? " ibunya ikut menimpali, dengan air mata yang sudah tumpah ruah. Agar Handa mengerti mengapa ibu ayah nya melarang anak gadisnya hidup sendirian. Hidup tanpa keluarga itu menyakitkan.
" Kalian jangan khawatir insyallah Handa mampu jaga diri. Handa akan pulang Bu, yah. Meski dalam keadaan bernyawa atau tidak. Tapi Handa pastikan Handa akan kembali" tegasnya meyakinkan, dengan menatap Lamat Lamat mata sang ayah ibu bergantian walau sebenarnya Handa sedikit ragu menyampaikannya. Namun Handa harus bisa berdiri tegak. Ia harus tegar harus.
"Ria jaga ibu ayah dek, kakak pergi, Assalamualaikum semua" pamitnya sebelum mengurai langkah menggiring kopernya keluar dari istana ternyaman dimana ia merajut semua kenangan.
"Handaaa! " Teriak ibunya dengan tangisan yang menderu, ayahnya sudah tak bisa berbuat apa apa. Mau dilarang bagaimana pun tidak akan merubah keputusan Handa.
"Kamu harus pulang nak, kalau kamu masih ingin melihat jasad ibu ! " Langkah kaki Handa berhenti bersama ucapan terakhir ibunya. Dadanya sesak seakan ribuan ton menghantam dadanya, air matanya sudah tak mampu lagi Handa bendung. Detik itu juga Handa berlari kearah ibunya memeluk ibunya erat. Lidahnya sudah kelu tak mampu mengeluarkan sepatah katapun. Handa hanya menggeleng geleng mengisyaratkan ibunya tak boleh berkata seperti itu.
" Pergilah nda, kejar apa yang harus kamu kejar disana" melepaskan pelukan handa, dan menghapus air matanya yang masih menetes.
Handa tak kuasa melihat wajah dingin ibunya, hatinya tercabik cabik tapi ia tak bisa membatalkan kepergiannya ia harus tetap pergi walaupun langkahnya berat. Handa mengabil tangan ibunya, mengusapnya sebentar lalu kemudian menciumnya dengan air mata yang ikut membasahi punggung tangan ibunya. Lalu menatap ayahnya dan melakukan hal yang sama seperti ibunya.
"Jaga dirimu Handa, ayah tak bisa lagi menjadi pelindung mu. Tapi ayah akan selalu mendoakan putri ayah" nasihat ayah lalu kemudian mencium kening handa. Handa hanya mengangguk membalas perkataan ayahnya.
Saat Handa ingin berbalik badan, ria adiknya menarik tangannya. Ria tersenyum.
"Kakak tenang ya disana ada ria yang selalu jaga ibu dan ayah, kita juga masih bisa berkabarkan kak? Jadi kakak jangan sedih harus senyum" menghapus air mataku yang masih mengalir. Handa tersenyum seperti yang diminta ria tapi air matanya malah semakin deras. Handa memandangi satu persatu satu orang yang paling berarti dihidupnya merekam tiap wajah yang akan selalu di rindukannya. Kemudian beranjak pergi. Mengurai langkah semakin menjauh.
-----
Assalamualaikum
Terimakasih yang sudah Sempati baca.
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca hujan di Langit Kajang.Ikutin terus setiap updatenya ya.
Salam hangat dari penulis :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Di Langit Kajang
Teen Fiction------ Hujan seakan tau, apa yang di rasakan oleh Tika Handayani seorang gadis asal Indonesia yang meraih mimpi jauh di negeri seberang. Gadis remaja yang seharusnya masih bersenang ria menghabiskan masa mudanya, namun tidak di lakukannya. Gadis re...