04 • Lelaki berhoodie hitam

41 7 0
                                    

Wanita yang ia panggil Mamah itu kini duduk di sofa ruang tamu menikmati segelas hot greentea di tangannya. Alya merutuki dirinya sendiri karena dia sangat menyukai hot greentea sama seperti Mamahnya.

Suasana di rumah itu hening, Alya asik melihat postingan beberapa temannya weekend ini.

"Taruh ponselmu Alya!" ucap Mamahnya dengan nada membentak.

Alya menghentikan kegiatan tersebut kemudian menaruh ponsel di balik tubuhnya. Ia pun mengambil salah satu cemilan yang tersedia di meja. Alya menikmati cemilan itu tak lupa kedua kakinya dinaikkan ke atas sofa.

"Apa keputusanmu setelah lulus nanti?"

Sial, Alya tau betul kemana percakapan ini akan menjurus. Mamahnya ini sangat terobsesi agar dirinya masuk ke Universitas Negeri dengan jurusan yang diinginkan mamahnya.

"Alya mau kerja," jawabnya dengan ketus.

"Mamah ga setuju! Kita harus tetap pada tujuan kita di awal kalau kamu daftar manajemen bisnis," ujar Mitha.

"Tapi Alya gak mau ambil jurusan itu."

"Kamu jangan macam-macam Alya! Lagipula siapa yang mau menerima orang kerja dengan ijazah SMA?"

Suasana kian memanas, Alya benar-benar muak dengan semua ini. "Fine, Alya kuliah, tapi sesuai jurusan yang Alya pilih."

"Tidak, tetap pada keputusanmu yang dulu."

Mamahnya ini benar-benar keras kepala, apa yang diinginkannya harus dilaksanakan. Alya merasa seperti boneka yang hidupnya diatur-atur.

"Ambil jurusan manajemen bisnis itu keputusan Mamah, bukan keputusan aku! Mamah sama sekali gak bertanya ke Alya apa yang Alya mau, dari dulu Mamah selalu bertindak sesuai keinginan Mamah. Alya harus masuk ke sekolah swasta lah, padahal nilai Alya sangat mungkin buat masuk sekolah negeri. Tapi apa? Mamah ga pernah dukung pencapaian Alya! Bahkan rasanya aku ada di dunia ini juga Mamah gak peduli." Air mata membasahi pipinya, kali ini Alya benar-benar muak.

Alya beranjak dari duduk kemudian berjalan menuju kamar, ia hendak mengurung diri agar terlepas dari tuntutan Mamahnya.

Mitha yang mendengar Alya memberontak hanya diam, dan kembali fokus menikmati greentea miliknya dengan tatapan kosong.

Aldo yang terbangun karena mendengar keributan berusaha membujuk Alya. "Al, buka pintunya!" Aldo berteriak menggedor pintu kamar Alya.

Sedangkan wanita itu sedang menyembunyikan diri di balik selimut sambil menangis, tidak menjawab seruan sang Kakak.

Aldo merasa putus asa ketika Adiknya tidak merespon apapun. Ia pun segera menghampiri Mamahnya yang masih setia duduk sambil memainkan ponsel. "Sebenarnya mau Mamah itu apa?" Emosi Aldo sudah tersulut.

Namun perkataan anaknya itu tidak digubris sama sekali. Mitha malah membuka resleting tas lalu mengambil kacamata hitam miliknya dengan santai. "Untuk bulan ini sudah Mamah transfer ke rekeningmu dan Alya, Mamah harus segera pergi."

Aldo tersenyum miring, "secepat ini? Aldo bahkan gak butuh uang Mamah."

"Dengar Aldo! Mamah hanya ingin yang terbaik untuk kalian."

"Yang terbaik?" Aldo tersenyum getir, "yang terbaik saat ini buat Aldo dan Alya adalah Mamah jangan pernah kembali ke rumah ini."

Sedangkan Mitha meninggalkan ruangan itu tanpa berpamitan dengan membawa tas yang ia genggam di tangannya. Suara wedges yang menyentuh lantai memenuhi keheningan, Mitha bersama bayangannya pun hilang ditelan pintu.

"Anjing!" Aldo menendang sofa dengan kasar.

- Are You Okay? -

Jam menunjukkan pukul enam, Alya heran mengapa dirinya sudah sampai di sekolah sepagi ini. Karna biasanya ia selalu datang ketika gerbang sekolah segera ditutup.

Are You Okay? [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang