"Jangan ajak dia, percuma ga bakal mau," kata Rini ketus.
"Jangan gitu dong, gitu-gitu kan temen kita," kata Tantri berusaha membela.
Wiwi hanya memandang bergantian teman-temannya, bingung.
"Ah, maaf teman-teman gue beneran ga bisa ikut kalian. Kali ini pas banget sama acara keluarga," bela Gea.
"Bulan kemarin katanya ada yang sakit, 2 minggu yang lalu katanya lu yang ngga enak badan. 3 bulan lalu pas mau ke Bandung lu juga ga mau, katanya ga punya duit. Padahal kan kita bisa patungan. Lu ga asik banget sih Ge," cerocos Rini.
"Ya mau gimana lagi, emang begitu keadaannya," Gea memandang ke 3 temannya, menyunggingkan senyuman kecut.
Sebenarnya Gea juga tidak enak hati selalu menolak ajakan dari teman-temannya. Iya, mereka hanyalah teman-temannya, bukan sahabat-sahabatnya. Karena untuk mengubah prosa kata teman menjadi sahabat itu ga gampang. Butuh waktu. Dan Gea belum menganggap mereka adalah sahabat, karena mereka baru berteman tepat di semester kedua kelas 11 tahun ini. Yang jika dihitung, mereka baru bertemu sekitar 6 bulanan.
Gea adalah murid pindahan dari Surabaya. Dia pindah ke Jakarta karena ada suatu hal. Gea tak benar-benar bercerita banyak tentang kehidupannya. Tapi pembawaan Gea yang humble membuat ketiga temannya Rini, Wiwi dan Tantri menjadi nyaman. Padahal mereka duluan yang mengajak Gea untuk bergabung. Kasihan belum punya teman, kata mereka.
~~
"Kenapa ya, Gea susah banget diajak jalan?" tanya Wiwi sesaat setelah menatap Gea yang berjalan menjauh dan terkesan terburu-buru meninggalkan kelas setelah bunyi bel pulang berdering.
"Ya udah, positif aja. Mungkin dia belum nyaman sama kita," jawab Tantri menimpali.
"Keseringan, jadi curiga," Rini berkata serampangan.
"Jangan gitu dong Rin," ucap Tanri sembari merapikan buku-bukunya dan memasukan kedalam tas.
"Kita kan udah sepakat mau nemenin dia. Dia kan anak baru. Kasihan ga punya temen. Lagian selama ini dia juga baik banget sama kita. Ya walaupun susah diajak main," lanjut Tantri.
"Kita bahkan belum pernah ke rumahnya," ujar Rini lagi.
Tantri dan Wiwi bergantian saling memandang, mengangguk pelan.
"Benar juga ya..." ucap Tantri dan Wiwi hampir bersamaan.
"Nah, gini loh.. gue ga overthingking. Cuma aneh aja sama sikap dia. Jarang mau diajak main. Okelah dia punya alasan, tapi alasannya kaya gimana ya, dibuat-buat aja gitu perasaan gue mah. Okelah juga kalo susah diajak nginep, tapi kalo cuma sekedar ngupi aja tuh kayaknya buru-buru banget ga sih. Penginnya pulang melulu. Kalian ga sadar itu apa gimana? Bahkan buat kerja kelompok aja ga pernah mau di rumahnya dia. Padahal kan rumah dia lebih deket dari sekolah," jelas Rini
"Iya juga sih.." kata Wiwi lirih.
"Besok coba yuk, ngikutin dia ke rumahnya. Penasaran aja"
Meskipun ragu, tapi Tantri dan Rini mengangguk pelan tanda menyetujui.
Keesokan harinya, seperti yang di rencanakan. Rini, Tantri dan Wiwi mengikuti Gea pulang ke rumahnya secara diam-diam. Gea yang seperti biasa terburu-buru segera pulang saat bel berbunyi hanya menyunggingkan seutas senyum untuk teman-temannya yang dibalas oleh senyuman juga. Setelah Gea pergi, mereka tidak mengikuti Gea ke parkiran. Kebetulan Gea menggunakan sepeda motor untuk pergi ke sekolah. Mereka menuju ke pinggir gerbang sekolah, supir Wiwi sudah menunggu disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kopi : Sebuah Antologi Cerpen
Historia CortaKetika secangkir kopimu habis, disaat itulah cerita ini berakhir.