"hidup itu hanya tentang perkara syukur dan sabar. jadi, jika tidak bisa bersyukur harus banyak bersabar"
*****
syifa tidak tahu sampai kapan dia akan merasa asing seperti ini, rumah yang dulunya selalu penuh teriakan untuknya kini berubah tenang, damai tapi masih sepi. sekarang namanya tak lagi jadi bahan teriakan, sekarang dia duduk makan bersama di meja makanpun sudah menjadi sebuah kebiasaan. tapi, lagi-lagi yang dirasakan syifa hanyalah sebuah kehampaan.
matanya bergerak, menatap ibunya kemudian berganti menatap ayahnya. ahhh, bukankah dulu syifa sangat menginginkan hal ini bagaikan sebuah mimpi?
"kenapa ga makan?" tanya ibunya ketika merasa diperhatikan.
"udah selesai, bu. syifa nungguin ayah sama ibu selesai makan"
"hari ini kerja?" tanya ayahnya
"iya, yah. in syaa Allah tetep masuk"
"udah gausah nungguin ayah sama ibu, siap-siap aja sekarang." perintah ibunya
"ttt-tapi.."
"biar ibu yang beresin. sana..." perintah ibunya. Syifa takut untuk menyanggah, sebaiknya ia menuruti keinginan ibunya. rasanya ia takut jika tak segera beranjak, ibunya bisa marah. diambilnya piring kotornya lalu dicucinya secara mandiri.
****
perjalanan menuju TK tempatnya mengajar tak terlalu jauh, ia hanya perlu berjalan 15 menit menuju halte lalu naik bus dan sampai di tempat tujuan. syifa tak bisa mengendarai sepeda motor, sejak sekolah kakaknya lah yang selalu mengantar dirinya kemanapun dia pergi. tapi, sekarang kakaknya sudah punya tanggung jawab lain.
syifa terhanyut dalam pikiran. tentang 3 tahun silam dan semua tentang dirinya. bahkan, ia masih tidak menyangka dengan dirinya saat ini. tentang semua perubahan pada dirinya, orang tuanya, dan bahkan lingkungan di sekitarnya.
mungkin ia terlalu menyelami pikiran tentang masa lalu, sampai tidak sadar halte sudah terlewat beberapa meter dibelakang.
"astaghfirullah.. aku kenapa sihhh" ucapnya pada diri sendiri. sekarang ia duduk termenung di halte, sendirian. sampai seorang anak kecil datang menghampirinya.
"ibu syifaaaa" teriak anak itu riang
"eh, anin" ucap syifa mengenali anak kecil di depannya. syifa menoleh kesampingnya dan melihat seorang laki-laki yang syifa tebak sebagai ayahnya anindya, salah satu siswi di taman kanak-kanak tempatnya mengajar.
"ibu guru mau ke sekolah?" tanya anin
"iyaa, anin juga?" tanya syifa menimpali
"hehe, iya. anin rajinkan?" tanyanya mulai bergelanyut di kaki syifa
"rajinnn banget, maa syaa Allah. mau berangkat bareng ibu aja? jadi ga perlu dianter abinya"
mata anin membulat, "abi?" tanya anin kebingungan
"loh, anin ke sekolah bareng siapa?" tanya syifa lagi
"om hunes, itu disana" ucapnya menoleh dan menunjuk laki-laki yang sedari tadi hanya diam. "OM HUNES" teriak anin, membuat laki-laki itu menoleh, "anin berangkat bareng ibu guru aja, om pulang aja langsung" ucap anin. laki-laki itu melambaikan tangan seolah memanggil anin, aninpun menurutinya. tak ada suara, tapi syifa yakin mereka sedang berbincang, apa mereka tengah bisik-bisik?
"dadah om" ucap anin mulai menghampiri syifa. "kata om hunes, boleh. ibu guru jagain anin ya" ucapnya polos
"hehe, iyaaa cantik. yuk, busnya udah dateng. mau digandeng apa digendong?" tanya syifa menawarkan, anak kecil itu tak menjawab hanya langsung menggenggam tangannya erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
#SRSC1 [Syifa]
Spiritualkarena tidak semua rasa bisa dijelaskan dengan kata-kata, jadi izinkan aku untuk menceritakannya. Selamat menikmati~