Epilog.

178 19 7
                                    

Jimin.

"Aku hamil." 

"Apa butuh waktu cukup lama untuk memberitahuku." Aku mencium hidungnya dan memutarnya. 

"Kau tahu?"

"Sepertinya aku tahu saat aku membuat mu hamil," Aku menurunkan Yeorin di kamar hotel tempat kami bermalam sebelum terbang untuk berbulan madu keesokan harinya. 

"Pertanyaannya adalah, mengapa kau butuh waktu lama untuk memberitahuku?" 

Dia tersipu dan memainkan kancing di tuksedo ku. 

"Katakan padaku!" Aku mengangkat dagunya dengan jariku dan menatap matanya. 

Mata yang tidak pernah bisa menyembunyikan apapun dariku. 

Sudah hampir enam bulan sejak dia pindah ke rumahku, dan jika aku menghitung dengan benar, bayiku akan berusia sekitar tiga bulan. Aku menduga pada malam kami bercinta setelah aku meletakkan cincinku di jarinya, itulah malam aku akhirnya menghamilinya. 

Itu bukan doggie style seperti yang kubayangkan, tapi ternyata benar. Aku tidak tahu bagaimana atau mengapa aku merasa begitu yakin tentang malam itu, tapi itu ada dalam naluri ku. Setelah itu, ketika dia tidak mengatakan apapun di bulan pertama atau kedua, aku mulai mencari petunjuk sendiri.

Aku tidak yakin bagaimana Yeorin melewatkannya, atau bagaimana dia tidak berpikir aku akan memperhatikan, seperti fakta bahwa payudaranya sudah lebih besar dan jauh lebih sensitif terhadap sentuhan ku. Atau caranya menjadi muak karena aroma tertentu yang tidak pernah mengganggunya sebelumnya. 

Kemudian, tentu saja, ada tambahan panas pada vaginanya. Aku tidak mengungkitnya karena ku pikir dia tidak tahu atau menyimpannya karena suatu alasan. Aku tidak khawatir tentang alasan itu, tidak lagi, karena aku yakin perasaan Yeorin terhadap ku sekarang.

Setelah dia terbuka kepadaku tentang seperti apa kehidupannya yang sebenarnya dengan kakak-ku dan aku berbagi beberapa cerita horor masa kecilku dengannya, kami membentuk semacam ikatan, seperti orang yang selamat dari kecelakaan kereta yang sama. 

Aku melihatnya dari cara Yeorin menatapku, cara dia terbang ke dalam pelukanku ketika aku berjalan melewati pintu seolah dia tidak melihatku selama berminggu-minggu, bukan hanya beberapa jam. 

Dan yang terpenting, aku melihat perasaan barunya terhadap ku dalam cara dia melekat pada ku saat kami bercinta. Atau cara dia memerintahku saat kita bercinta. Yeorin memang punya ide sendiri tentang apa yang dia suka.

"Aku tidak yakin... aku tidak tahu ..." Dia menarik napas dalam dan memulai lagi. “Aku tidak yakin bagaimana kau akan bereaksi setelah kau tahu. Ku pikir kau akan berhenti..." 

Yeorin mengangkat bahunya.

“Tidak, aku tidak tahu, kenapa kau tidak memberitahuku?”

Aku sudah mengantarnya mundur menuju tempat tidur dengan tanganku memegang kancing yang ada di punggungnya.

“Kupikir begitu kau tahu aku hamil, kau akan berhenti berhubungan seks denganku.” Yeorin mengatakannya dengan cepat dan pelan, tapi aku mendengar setiap kata dan tertawa terbahak-bahak.

“Apakah kau sedang bercanda denganku sekarang?” Aku mengambil salah satu tangannya dan mengarahkannya ke penisku yang sudah keras dan bocor.

“Apakah ini terasa seperti aku tidak menginginkanmu? Sekarang bantu aku mengeluarkanmu dari benda ini sebelum aku menghancurkannya.”

Yeorin berbalik, menawariku punggungnya agar aku bisa menyelesaikan masalah ini.

Begitu gaunnya menyentuh lantai, bergabung dengan kerudung, dia terlempar ke sana. Begitu kami berjalan melewati pintu, dia menyerang kancing kemejaku sementara aku mengerjakan celanaku.

Wicked DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang