6 years later ....
Suasana ruangan yang didominasi warna biru itu terdengar begitu ramai. Jam di dinding menunjukkan angka tujuh empat lima, membuatku membawa tungkai mendekat dan bersandar pada daun pintu. Mengamati kegiatan tiga laki-laki kesayanganku yang memang kerap menghabiskan waktu bersama di kamar si kembar sebelum terlelap.
"Kemarin sudah bisa, Pa. Sekarang sudah lupa lagi."
"Kenapa bisa lupa, hm?" Junggo membawa jemarinya mengelus belakang kepala Heesung. "Yang kamu ingat belajar apa saja?"
Suara Junggo sangat lembut tiap berbicara dengan putra kami, selalu sisipkan kecupan pada pucuk kepala juga senyum lebar tiap menatap presensi mereka.
"Kemarin setelah menghafal, Hansung mengajakku bermain tembakan air di halaman belakang, Pa. Jadinya lupa, deh, hehe."
Hansung yang sedang asik menggambar di bawah ranjang beralaskan karpet bulu dengan motif Doraemon, langsung menyanggah, "Enak saja! Papa, Kak Hehe berbohong. Padahal kemarin katanya dia malas menghafal hitung-hitungan, jadinya Kak Hehe ikut denganku bermain."
Hansung mendekati Junggo, lalu menarik jari telunjuknya. "Papa, jangan dekat-dekat dengan Kak Hehe. Aku tidak suka, ya."
"Namaku Heesung, H-E-E-S-U-N-G! Bukan Hehe! Dan Papa Koo, Papaku juga. Haha jangan pelit."
"Ih, namaku Hansung, bukan Haha!"
"Kau saja memanggilku Hehe, wle."
Perdebatan kecil mengenai nama panggilan itu memang sering terjadi. Ini juga salah Junggo yang memberi nama putra kembar kami Heesung dan Hansung. Berujung saling mengejek dengan memanggil menggunakan nama depan. Namun di sana, alih-alih menenangkan si kembar, Junggo justru bersandar pada kepala ranjang, melipat kedua tangan di depan tubuh, menatap masing-masing sisi tubuhnya yang di duduki kedua putra kembar kami. Aku sudah memberi kode agar ia menghentikan perdebatan mereka, tetapi Junggo sangat keras kepala.
Heesung, si Sulung itu memiliki sifat yang agak keras. Ia senang berdebat sebab memiliki pemikiran yang kritis. Sementara si Bungsu, Hansung, ia lebih pendiam dan tenang. Jelas sekali sifatku menurun pada Hansung, sedangkan sifat Junggo menurun pada Heesung.
Buku matematika untuk anak tadika sudah di letakkan di atas nakas, bersampingan dengan jam beker Iron Man kesukaan Heesung.
"Papa Koo, 'kan, berjanji mau mengajakku ke museum. Kak Hehe tidak diajak."
"Enak saja. Papa Koo mengajakku juga. Iya, 'kan, Pa?"
Hansung merengut. "Ih, Papa. Kok, Kak Hehe diajak juga?"
Menghela napas, tersenyum manis, Junggo lalu membawa putra kembar kami menduduki masing-masing pahanya. "Baiklah jagoan, sudah cukup. Papa akan memberikan kalian hadiah kalau kalian bisa menjawab pertanyaan Papa. Siap?"
"AKU MAU, PA. AKU!"
"AKU JUGA."
Aku terkekeh saat Junggo merotasikan sepasang maniknya bergantian menatap Heesung dan Hansung. Kulihat juga ia agak kewalahan sebab tenaga mereka sangat kuat, sampai menarik baju bagian depan miliknya. Kedua putra kami memang sangat dekat dengan Junggo. Kalau suamiku bekerja, hal pertama yang mereka tanyakan adalah kapan Junggo kembali. Itu karena suamiku kerap memanjakan mereka, tetapi aku selalu mengingatkan Junggo agar jangan berlebihan sebab akan memengaruhi karakter kedua putra kami saat sudah dewasa nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roller Coaster ✔
FanfictionKeira menemukan banyak hal ajaib selama pernikahannya dengan Junggo. Gelitik menyenangkan itu ada di dalam dada hingga membuatnya mual, sebab rasanya seperti menaiki sebuah roller coaster di wahana bermain. "Junggo kapabel mengacak-acak isi hatiku...