Part 18❄

28 6 1
                                    

Haii...
Ada yang nungguin cerita ini gak?

Test ingatan!
Nama lengkap Raisa?

Gw gak up visual karena, um, supaya kalian bebas berimajinasi karakter tokoh sesuai imajinasi kalian

Tapi, kalau mau kasih saran, boleh-boleh saja


Hari senin, Raisa sudah kembali bersekolah. Pengumpulan bukti penusukan terhadap Raisa masih belum berkembang.

"Isa!"

Raisa menoleh spontan. Ada Ankar yang memanggilnya dari arah barat.

Brukkk!!!
Prangg!!

"Aw! Shh..." ringis Raisa. Ia bangkit karena barusan Ankar mendorongnya.

Ia menepuk rok belakangnya, lalu menoleh ke samping. Ia membeku, melihat Ankar meringis memegangi kepalanya yang berdarah.

"Ankar..."

Ia berjongkok mendekat, "Ankar lo--"

"Gue gapapa, Isa. Shh!"

"Gapapa gimana, kepala lo berdarah Ankar?! Ayo ikut gue!"

Raisa memapah Ankar, menghiraukan tatapan demi tatapan ke arahnya. Yang ia pikirkan saat ini adalah membawa Ankar ke UKS dan mengobatinya, semoga saja lukanya tidak serius.

Raisa tak menyadari, ada sepasang mata yang menatap benci padanya. Orang tersebut mengeratkan rahang dengan tangal yang mengepal.

"Sial!"

***

"Aws! Shh.. Jangan diteken Isa"

Dengan cepat, Raisa menjauhkan kapas yang sudah dicampuri obat merah itu.

"S-sorry, gue gak sengaja. Gue terlalu panik, gu-gue khawa--"

Ankar terkekeh, "Iya-iya, tapi obatin pake perasaan dong ah!" rajuknya.

"Iya, ini pelan"

Raisa kembali mengobati dahi Ankar, sedangkan cowok itu sibuk mengelus kepalanya.

"Kamu, ada yang sakit? Luka?"

Raisa menggeleng kecil, "No, I'm good"

"Really?"

"Yes, really good"

Keduanya terkekeh, entah menertawakan apa yang jelas keduanya merasa geli.

Brakkk!

Pintu UKS terbuka secara kasar, di ambang pintu terdapat Andhika yang menatap keduanya tajam.

Berjalan masuk dengan tangan tenggelam dalam saku abu-abunya.

"Lo baru sembuh, ngapain ngurusin orang lain. Tinggal panggil penjaga UKS aja, gak usah sok kasih perhatian nanti dia G-R!" celetuknya.

Raisa menghela nafas, "Sayangnya, Ankar bukan orang lain bagi gue"

Ankar tertegun, sedangkan Andhika mengeraskan rahangnya. Hatinya sedikit tercubit mendengar perkataan Raisa.

"Ankar adalah sahabat gue, bukan orang lain!" sambungnya.

Keadaan berbalik, kini Andhika menghela nafas lega sedangkan Ankar berubah menjadi muram.

"Apa lo tau siapa yang sengaja mau nyelakain Raisa?" tanya Ankar.

"Siapa yang berani nyelakain lo?" Andhika mendesis pelan.

Kening Raisa mengerut samar, "Masa iya, tuh orang ngaku mau nyelakain gue, ya gue gak tau lah!"

Nah, kan. Pupus sudah gelar ratu es-nya jika berhadapan dengan makhluk spesies Andhika ini. Bawaannya itu emosi terus.

"RAISA LO GAK PAPA?!"

Ketiganya kompak menoleh. Ada Ana yang berjalan tergesa menuju Raisa. Membolak-balikan badannya, lalu bernafas lega.

"Syukur deh, kalo lo beneran gak papa. Tadi, katanya lo hampir kena pot yang jatuh--"

"Lo tau darimana?" potong Ankar.

"Gue tau--ASTAGA KAMU GAK PAPA?!" dengan cepat Ana menggeser tubuh Raisa dan duduk di kursi samping berangkar Ankar.

"Siapa sih yang lakuin ini! Tega banget sampai ngelukain kamu"

"Gue gak papa, Na"

"Gapapa, gimana? Jidat kamu luka itu! Udah diobatin belum?"

"Udah"

Ana menoleh pada Raisa, "Duh, makasih banyak ya, Rai"

Raisa hanya berdehem menanggapi. Agak aneh sih sebenarnya, entah hanya perasaannya saja atau bagaimana. Ana, ini, seperti tahu sesuatu atau mungkin, ah sudahlah.

"Ayo!"

Raisa tersentak kembali kedunianya karena merasa tarikan pada lengannya, Andhika-lah pelakunya. Lantas, siapa lagi yang suka bertingkah seenaknya selain berandalan kutu kupret satu ini?

"Apa sih? Lepas!"

Ia meronta sambil mengibaskan lengannya, guna dapat melepaskan genggaman tangan Andhika pada pergelangan tangannya. Tapi, nihin. Sama sekali tidak bereaksi malah cowok itu semakin mempererat.

"Lo mau bawa gue kemana, sih?!"

"Diam, lo akan tahu setelah ini"

Tbc.

22.42

Serius ini gak ada yang nungguin?
Ah, jadi males:(

Ice Girlfriends Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang