Rima memilih kursi di sudut kantin yang paling sepi, di temani segelas es teh manis dan juga earphone yang sudah 30 menit lebih terpasang di telinganya. Sesekali ia bergumam kesal karena Arve lama, meski salahnya sendiri karena memilih untuk menunggu Arve padahal selisih kelas mereka cukup jauh.
Tanpa sadar seseorang sudah duduk manis di samping Rima, ia menarik sebelah earphone Rima lalu memasangkan earphone itu ketelinganya.
Rima tersentak kaget tentu saja, ia langsung melihat orang aneh mana yang menganggunya dan orang itu tidak lain adalah Arve. Arve hanya menampakkan cengiran tidak berdosanya saat Rima menatap jengah kearahnya.
"Kenapa lagu di ponselmu selalu melow begini?" Tanya Arve.
"Ya aku sukanya yang seperti ini, mau bagaimana lagi." Rima langsung melepas earphone di telinganya dan dari telinga Arve.
"Pulang?" Arve mengangkat sebelah alisnya.
Rima tampak menimbang-nimbang apakah langsung pulang atau mampir dulu ketempat lain. Dan pilihannya jatuh pada menonton film, bukan di bioskop tapi di rumah Rima karena itu akan lebih menghemat uang dan tenaga.
"Nonton film di rumahku ya?" Pinta Rima.
"Mana bisa kutolak." Arve tersenyum jahil ke arah Rima.
Mereka langsung menuju parkiran dan di sana tanpa sengaja mereka bertemu dengan Pandu yang sedang merangkul seorang wanita cantik di sampingnya.
Pandu langsung menyadari kedatangan Rima dan Arve dari jarak yang cukup jauh, namun rangkulan tangannya enggan lepas dari wanita itu.
"Hai, Ve." Sapa Pandu ramah.
"Oh, Hai." Balas Arve dengan raut wajah datar.
"Sudah lama sekali ya, bagaimana kabarmu?" Tanya Pandu basa-basi semakin mendekat kearah Rima dan Arve.
"Seperti yang kamu lihat." Arve menarik tangan Rima agar Rima bersembunyi di balik tubuhnya.
Pandu yang melihat itu langsung menghentikan niatnya untuk berjalan lebih dekat kearah mereka.
"Aku sudah berubah, Ve. Yang dulu hanya sebuah kesalahan kecil." Pandu memasang raut wajah seriusnya.
"Oh ya?" Arve melirik wanita di samping Pandu seolah kode jika tak ada sedikit hal pun yang berubah dari diri Pandu.
"Kenapa dia melirikku seperti itu?" Bisik wanita yang masih betah dalam rangkulan Pandu.
Pandu hanya mengisyaratkan wanita itu untuk tidak buka suara.
"Bukan kah kamu juga sama sepertiku?" Tanya Pandu dengan tatapan meremehkan.
Arve terkekeh pelan.
"Ya untuk urusan wanita, wanita yang dekat denganku memang banyak. Tapi tunanganku hanya satu dan dia ada di belakangku, aku hanya ingin menjauhkannya dari hal-hal brengsek yang mengincarnya." Sungut Arve tak mau kalah dengan lelaki yang dulu sempat menjadi sahabat karibnya.
Pandu mengepalkan tangannya kuat, buku-buku jarinya memutih karena sang pemilik tangan menahan emosinya agar tidak meledak di tempat umum seperti ini.
"Apa sudah selesai basa-basinya? Kalau sudah aku permisi." Arve langsung melenggang pergi dengan tidak lupa Rima yang sudah ia gandeng sedari tadi.
Rima hanya bisa menundukkan kepalanya saat melewati Pandu dan Pandu, ia benar-benar semakin ingin merebut Rima dari Arve.
Arve berjalan cukup cepat hingga tidak memperhatikan Rima yang tertatih karena sulit mengikuti irama langkah kaki Arve yang panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Ocean
Teen FictionKamu terlalu tenang seperti lautan dan terlalu sepi seperti langit biru tanpa hamparan apa-apa. Hingga aku sadar, bahwa tenangmu bisa membawa bencana bagiku, sepimu bisa mendatangkan luka baru untukku. Aku juga sadar, lautan terlalu luas untukku jel...