35). Memories and Leaving

253 70 35
                                    

"Since you guys are going to have mid-tests, please collect your task books to me," perintah Pak Kevin, guru Bahasa Inggris pada murid-murid kelas XII IPA-2 usai bel pulang berdering dan merespons salam terakhir dari anak-anak didiknya itu. "And I need two students to bring and send them to my room later. Hmm... maybe Gara and Maya?--Yes, both of you. Will you? Okay, nice then. Good luck for you guys and see you after I see you."

Lima menit kemudian, Maya sengaja menyerahkan semua buku paket yang telah dikumpulkan dengan cara menumpukkannya di atas tumpukan buku yang dibawa oleh Hara.

"Lo yang bawa semua, ya. Lo kan cowok," perintah Maya dengan tatapan angkuh, kemudian berjalan duluan dengan gaya yang sama soknya.

Namun, Maya langsung kesal ketika ekor matanya menangkap bagaimana Owen mendekati Hara dan ingin mengambil alih buku-buku tersebut meski tidak berhasil karena cewek itu sudah menjauhkan tangannya duluan. "Gue bisa sendiri kok. Lo pulang aja ya sama yang lain."

Maya otomatis kembali tersenyum. Dia dan Hara lantas meninggalkan kelas dan menuruni anak tangga yang lenggang karena sebagian besar murid telah pulang.

"Gue kira lo bakal biarin Owen yang bawa buku paketnya trus kalian yang jalan bareng dan nggak nganggap gue," kata Maya setelah mereka selesai menuruni anak tangga dan menyusuri lorong menuju ruang guru, yang sebenarnya cukup jauh berhubung kelas mereka berada di gedung barat dan ruang guru berada di gedung yang berlawanan.

"Pak Kevin nyuruh gue sama lo yang bawa buku paketnya, bukan Owen."

"Yaaa sih, hmm... tapi tetep aja--"

"Cemburu?" tebak Hara frontal dan dia segera tahu bagaimana canggungnya Maya sekarang. "Lo tenang aja, Owen pasti luluh sama lo suatu saat asal lo tetap setia dan nggak nyerah."

Kalimat terakhirnya spontan membuat Hara teringat akan nasihatnya pada Kimmy untuk tidak menyerah atas perasaannya ke Gara, lantas segera merasa kalau nasihatnya terdengar begitu klise dan konyol.

Karena dia sendiri tidak melakukan apa pun demi kepentingan perasaannya sendiri.

"Menurut lo, apa gue perlu berubah?" tanya Maya dan dari bahasa tubuhnya, sepertinya cewek itu sengaja memancing Hara untuk mengetahui reaksinya. "Kali aja gue harus mengubah penampilan gue jadi gimanaaa gitu supaya bisa menarik perhatian Owen."

"Kenapa harus? Daya tarik lo adalah menjadi diri lo sendiri," jawab Hara, membuat Maya terhenyak hingga menghentikan langkah.

"Lantas lo sendiri gimana?" tanya Maya datar sementara tatapannya tertuju pada bagian punggung Hara. "Bukannya apa yang lo nasihati ke gue juga berlaku buat lo?"

Hara ikut berhenti, persis Maya yang secara tidak terduga juga terhenyak karena ucapannya.

"Kenapa harus?" tanya Hara usai membalikkan tubuh untuk menghadap Maya. "Gue harus menarik minat siapa?"

"Stop lying, Hara. I know exactly who you are and the guy you like," jawab Maya sembari memutar bola matanya dengan jengah. "Dan gue nggak sebego itu untuk nggak menyadari kalo lo juga udah tau soal pengetahuan gue tentang rahasia itu. Lo jelas tau gue udah tau semuanya. Penyamaran lo."

Tangan Maya yang bebas digunakan untuk menuding Hara yang juga balas menatapnya dengan tatapan jengah.

"Terlepas dari lo tau gue siapa dan siapa yang gue suka, jawabannya tetap sama, Mei. Gue nggak tertarik untuk menarik minat siapa pun."

"Kenapa? Gara bakal kembali, kan?" tanya Maya gagal paham setelah cewek itu mendekati Hara. "Jangan bilang lo bakal... bakal pergi?"

"Kenapa? Bukannya lo harusnya seneng kalo gue pergi?" tantang Hara, secara tidak terduga dia tersenyum lebar hingga membuat matanya melengkung seakan Maya sedang mengajaknya bercanda. Lantas, cewek itu melanjutkan langkahnya yang mana telah sampai di koridor akhir menuju ruang guru.

Maya membuntutinya, tidak disangka-sangka ekspresinya seperti tidak terima dengan jawaban Hara. Meskipun demikian, dia menunggu hingga Hara selesai meletakkan semua buku paket, berbicara beberapa patah kata dengan Pak Kevin, dan keluar dari ruang guru.

"Kenapa lo harus pergi? Lo jenius trus gue denger keluarga lo deket sama keluarga Owen--yaaa meski yang lo lakuin selama ini termasuk penipuan dan bakal ada hukuman yang menanti lo, tapi tetep aja nggak ada alasan buat lo harus pergi."

"Once again. Shouldn't you be happy for this?" tanya Hara, lagi-lagi bertanya ceria seakan apa yang Maya katakan tidak memberikan beban yang berarti. "Lo nggak kayak biasa, Mei. Atau... apa ini memang sifat asli lo? Keliatan nyebelin di depan, tapi sesayang itu di belakang? Hmm... sepertinya asumsi gue bener karena kalo lo sejahat itu, rahasia gue udah lama terbongkar, mungkin sejak insiden tulisan gue sama Gara."

"Dalam beberapa situasi gue memang nggak suka sama lo, tapi bukan berarti gue seneng dengan fakta kalo lo akan pergi," jawab Maya dengan nada enggan seakan sedang dipaksa untuk meminum segelas penuh berisi cairan pahit. "Meski gue masih belum relakan Owen seratus persen."

"Itu cukup buat gue," jawab Hara bersungguh-sungguh sementara keduanya telah sampai di percabangan koridor menuju gerbang sekolah. "Setidaknya gue seneng dengan fakta kalo Maya memang nggak jahat karena seperti gue bilang tadi--kalo lo benci sama gue, lo udah ungkapin semuanya sejak tau yang sebenarnya."

No wonder Alka admires you that much, Maya. Tapi siapa pun cowok yang memenangkan hati lo suatu saat, gue tetep mendoakan kebahagiaan lo, Mei.

"Nah jadi? Lo belum jawab pertanyaan gue," desak Maya setelah keduanya diam meski dalam situasi yang berbeda; Maya bungkam karena untuk pertama kali berhasil dibuat canggung oleh pujian Hara padahal hubungan keduanya tidak dekat dan Hara yang diam karena sibuk dengan pikirannya sendiri. "Do you really have to leave?"

Maya melambaikan tangan ke supir yang menjemput dan lantas kembali menatap Hara untuk menunggu jawaban.

"Kenapa lo terus mengira kalo gue akan pergi?" balas Hara dengan tatapan jenaka. "Meski yang namanya hidup nggak akan lepas dari istilah 'ditinggal' dan 'meninggalkan'. Yang ditinggal harus belajar merelakan dan yang meninggalkan harus belajar untuk tegar, kan? Because life just goes that way."

"Hara, lo--"

"Supir lo bakal nunggu kelamaan loh," potong Hara, lantas mengendikkan dagunya ke supir Maya. "See you, Mei."

Meski gue tau perpisahan itu akan tiba, gue masih belum bisa membayangkan apakah gue bener-bener bisa tegar meninggalkan kalian semua nantinya.

Ahhh... mungkin seharusnya gue nggak hancurkan benteng yang gue bangun sendiri sejak awal.

Bersambung

The Pretty You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang