8). It's not That Easy

678 146 95
                                    

Maya Florensia melempar tasnya asal saja ke bangku kemudian menjatuhkan bokongnya di bangku di hadapan Hara yang sekarang balas menatap dengan tatapan tidak bersahabat.

Maya juga tidak kalah galak, membuat Hara menarik kesimpulan kalau tingkahnya disebabkan karena kecemburuan.

"Gue mau nanya," kata Maya dengan nada angkuh, tetapi auto kicep ketika Hara memotong ucapannya tanpa ampun.

"Gue nggak mau jawab."

Maya mengalihkan tatapannya pada Owen yang duduk di sebelah kanan Hara meski teknisnya mereka tidak duduk sebangku karena dipisahkan oleh gang kecil sebagai akses jalan.

Yang ditatap tidak mau capek-capek menjelaskan, membuat Maya semakin penasaran.

"Kayaknya sejak kecelakaan lo jadi aneh deh," komentar Maya dengan tatapan menyelidik. "Lo kesambet arwah apa sampai galak gini?"

"Bukan urusan lo."

"Katanya nggak mau jawab," ledek Maya.

"Itu bukan menjawab pertanyaan. Lo belum menanyakan apa yang lo mau tau, kan?"

Maya kontan merasa geregetan dan keki sendiri. Dia lantas mengalihkan netranya lagi pada Owen dan bertanya, "Dia kenapa sih, Wen? Dia beneran Gara apa bukan, sih?"

"Lebih tepatnya Gara yang kesambet arwah cewek jablay jadinya sensi gitu," celetuk seseorang yang mendekati bangkunya sendiri yang mana sedang diduduki oleh Maya. "Minggir, Mei. Itu bangku gue."

Maya yang kerap dipanggil 'Mei' oleh teman-temannya lantas beranjak dan membiarkan Vico si pemilik bangku untuk menghuni tempatnya.

Kemudian, persis seperti Mei yang sempat memutar tubuhnya menghadap Hara tadi, Vico juga melakukan tindakan yang sama. Malah, dia memberi tatapan intens dengan menangkupkan kedua tangan ke wajahnya sendiri seakan Hara adalah tontonan yang menarik.

Hara sangat risih ditatap seperti itu.

"Nah jadi, arwah yang lagi bersemayam dalam tubuhnya Gara Arganta, sebutkan apa keinginan lo. Apa gue perlu kencan sama lo supaya napsu liar lo terkabulkan? Mumpung gue lagi baik hati, jarang banget cowok sesempurna gue mengajukan penawaran padahal biasanya kan gue yang selalu ditembak duluan," jelas Vico panjang lebar, lengkap dengan senyum listriknya yang menggoda, sementara Galang dan Alka baru saja sampai di kelas.

Alka tidak berminat nimbrung, jadi dia langsung duduk di bangkunya sendiri yang mana bersebelahan dengan Owen, yang sekarang merasa ingin menyelamatkan Hara dari situasi yang tidak mengenakkan ini. Dia yakin cewek itu pasti merasa tidak nyaman dengan perlakuan laknat teman-temannya, terutama Vico.

Galang mendudukkan diri di bangku yang tepat bersebelahan dengan Hara, kemudian mengeluarkan lipbalm untuk dioleskan ke bibirnya, membuat Hara yang baru saja membuang wajahnya dari Vico harus mendapat penampakan lain yang jauh lebih mengerikan.

Hara tidak tahu harus menatap ke mana lagi. Di depannya ada Vico yang tidak ada bedanya sama Gara, di sebelah kirinya ada Galang yang absurd karena sedang asyik dengan lipbalm-nya, dan jika cewek itu menoleh ke sebelah kanannya, ada Owen yang membuatnya teringat kalau cowok itu suka sama Gara yang artinya adalah, dirinya berada dalam bahaya.

Mana sanggup kan kalau Owen tiba-tiba main mata sama Hara dan berkedip-kedip manja?

"Kenapa, Gara?" tanya Galang, terpaksa menunda aksi cumbunya dengan lipbalm karena merasa penasaran dengan ekspresi jengah Hara. "Gue normal kok, cuma nggak bisa lepas aja dari lipbalm soalnya nggak nyaman kalo bibir kering."

"Jadi bener dong, lo hilang ingatan seperti kata Owen?" tanya Vico, ikut nimbrung yang menurut Hara sangat tidak sopan dan kurang akhlak. "Diliat dari ekspresi lo sekarang, kayaknya lo baru pertama kali lihat Galang moles lipbalm dan gue bisa simpulkan kalo itu ekspresi terjijik yang pernah gue liat dari ekspresi lo selama ini."

The Pretty You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang