29). Four-leaf Clover

319 74 86
                                    

Hara bergerak dalam tidur. Awalnya hanya sekadar mencari posisi nyaman, tetapi lama kelamaan posisi tersebut berganti dengan perasaan gelisah karena kening cewek itu berlipat dan pelipisnya segera dipenuhi oleh keringat dingin.

Untung saja Owen siap siaga berada di sisi Hara. Dia baru saja selesai menyiapkan bubur dan sedang dalam proses membangunkannya. Meski tidak tega, dia berpikir tidak akan baik jika perut Hara dibiarkan dalam keadaan kosong terlalu lama berhubung waktu telah merambat menuju sore hari.

"Ra," bisik Owen lembut sembari mengguncang pelan pundak Hara setelah sebelumnya mengelap keringat di keningnya. "Bangun, ya. Lo harus makan."

Hara masih belum sadar sepenuhnya. Dia membuka matanya sedikit, tetapi kemudian menutupnya lagi dan terlelap, membuat Owen tersenyum manis.

"Gue sebenernya nggak mau bangunin lo, tapi perut lo bakal sakit nanti. Gue suapin, ya?"

Hara bergumam tidak jelas dalam tidur, yang bagi Owen lebih dari cukup sebagai persetujuan. Lantas, dia duduk di sisi ranjang dan mengulurkan kedua tangan untuk menarik Hara ke sisinya seperti tadi.

Kedekatan mereka membuat Owen mau tidak mau teringat insiden tadi sore, yang segera memancing rona di wajahnya lagi. Ditambah bertepatan pada saat itu, Hara mengulurkan sebelah tangan untuk memeluk sekeliling pinggang cowok itu dan membenamkan kepalanya ke dalam ceruk lehernya.

Hanya dalam waktu sepersekian detik saja, jarak keduanya sudah terlampau dekat.

Saking dekatnya, Owen menelan saliva dengan super gugup hingga membuat jakunnya bergetar dan jantungnya berpacu dengan terlalu cepat.

Mungkin sebentar lagi akan meledak jika Owen tidak segera mengendalikan diri. Dia menegakkan tubuh dan segera menarik mangkuk bubur yang dialasi nampan ke arahnya, bersiap untuk menyuapi Hara.

"Hara, bangun dong. Nggak mungkin dong gue suapin lo lagi kayak tadi meski gue nggak keberatan sih, muehehe.... Tapi nggak lucu juga ya soalnya gue nggak bisa bayangin mau berapa kali," kata Owen sambil tertawa lebar hingga matanya melengkung indah.

Hara sepertinya sulit bangun. Cewek itu malah bergerak hanya untuk memosisikan tubuhnya senyaman mungkin di dalam pelukan Owen, membuat pelukan mereka semakin erat.

Tidak punya pilihan, Owen harus memaksa Hara bangun.

"Hara, bangun ya? Buka mulut lo, lo harus makan. Aaaaa," kata Owen sembari berusaha menundukkan kepala supaya bisa menyuapi Hara dengan benar.

Hara akhirnya membuka mulut, yang membuat Owen berkesimpulan kalau cewek itu bisa mendengarnya.

"Ra, lo udah baikan belum?" tanya Owen setelah berhasil menyuapi Hara satu sendok dan mengelap sudut bibirnya dengan ibu jari.

"As you see, I'm fine," jawab Hara pelan dan lambat, kemudian mengunyah buburnya dengan susah payah dan itu malah membuatnya berubah pikiran dalam sedetik. "Mau muntah rasanya."

"Tapi lo harus makan, Ra. Biar cepat sembuh," jawab Owen sambil diam-diam tersenyum lebar. Setidaknya dia lega karena Hara bisa merespons. "Harus habis, ya. Nggak banyak kok."

"Kenapa hambar banget rasanya?" tanya Hara setelah menelan isi dalam mulutnya dengan paksa. Cewek itu melepaskan diri dari Owen dan memilih untuk bersandar di kepala ranjang, tetapi tidak jadi karena gerakannya ditahan.

"Sandar aja ke gue, jelas gue lebih empuk daripada kayu itu," kata Owen, menggunakan sebelah tangan yang bebas untuk membaringkan kepala Hara ke bahunya lagi.

Hara mau menolak, tetapi terhalang oleh indera pengecapnya yang menolak mentah-mentah bubur tersebut sehingga dia merasa akan lebih baik jika dia diam saja daripada memuntahkan isinya.

The Pretty You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang