11.

376 40 25
                                    

"Ma, aku izin ke taman sebentar ya."

"Ngapain izin? Mau pergi, ya pergi aja sana!" Tersirat makna bahwa Nura mengusirnya secara halus.

Ini hari Minggu, jadi Nila memutuskan pergi ke taman sebentar untuk mencari udara segar. Hatinya perlu asupan ketenangan.

Nila ingin menangis dan bersandar pada Danil. Sekuat apa pun Nila menghindar dari Danil, tetap saja hatinya berkata rindu.

Rindu tapi gengsi ... itulah cewek.

Akhirnya, ia memutuskan pergi ke taman hanya seorang diri. Setiap langkah ia nikmati sambil merenungi apa yang sebenarnya terjadi.

Lagi-lagi yang dipikirkannya selalu tentang keluarga, terutama Mamanya. Pertanyaan yang selalu terngiang-ngiang di pikirannya. Pertanyaan tanpa jawaban.

Tak terasa, Nila sudah sampai di sebuah kursi taman. Ia hanya duduk dengan pandangan kosong. Ditemani semilir angin sejuk yang menerpa dirinya.

"Nil."

Nila menoleh. Ternyata Danil yang memanggilnya. Mengapa di saat ia rindu, ilusinya tentang Danil selalu berkoar-koar. Berkhayal bahwa memang benar yang sekarang memanggilnya itu Danil.

Nila tak menghiraukan Danil yang sekarang duduk di sebelahnya. Halusinasinya begitu kuat. Danil tidak mungkin ada di sini bersamanya. Karena Danil pasti di rumahnya.

"Heh!" sentak Danil. Danil kebingungan dengan sikap Nila yang sangat aneh sekali dari biasanya.

"Nila ...," panggil Danil dengan suara melembut. Nila tetap bungkam, sebab Nila menganggap Danil hanyalah ilusinya di kala rindu menghampiri.

"WOY!" teriak Danil kesal. Danil tak suka diabaikan. Apa lagi oleh Nila.

Setelah mendengar Danil berteriak, barulah Nila sadar kalau Danil bukan sekadar ilusinya. Danil benar-benar ada di sampingnya ... duduk bersamanya.

"Danil?"

"Iya, lo kenapa cuekin gue terus sih."

"Boleh peluk?" lirih Nila pada Danil dengan mata berkaca-kaca.

Tanpa menjawab, Danil merentangkan kedua tangannya. Nila menghambur di pelukan Danil. Tangisnya tumpah ruah di dada Danil.

Kenapa rasanya pelukan Danil ini seperti pelukan kakak kepada adiknya ya?

Danil mengusap punggung Nila yang bergetar. Tangisannya begitu pilu di telinga Danil. Danil bisa merasakan kesedihan itu, tapi ia lebih memilih bungkam dan menunggu sampai Nila sendiri yang akan menceritakan padanya.

"Gue minta maaf udah cuekin lo," ucap Nila setelah tangisnya mereda. Danil hanya tersenyum menanggapinya.

Tak mau memperumit keadaan Danil mengajak Nila bergegas. "Ikut gue."

"Nil, mau ke mana? Maafin gue, ih!"

"Udah ikut aja," ujar Danil sambil menarik tangan Nila. Tak kasar, tapi cukup membuat Nila ketakutan.

"Nil, jangan marah. Gue minta maaf ya. Lo mau bawa gue ke mana sih? Jangan gini, gue takut." Kini wajah Nila memelas pada Danil.

Pikiran buruk menari-nari di pikiran Nila. Bisa saja kan Danil membawanya ke suatu tempat sepi dan membunuhnya di situ dengan tangannya sendiri.

Oke, Nila selalu berlebihan. Tak mungkin Danil setega itu untuk melakukan pembunuhan. Ada-ada saja Nila ini.

"Lo ngomong apa sih, Nil? Lebay banget haha," tanya Danil dengan sedikit tawa.

"Lagian lo seret-seret gue gini. Kan gue takut, Nil."

"Tenang kali, gue ajak lo nyari tukang ice cream biar mood lo kembali seperti semula." Danil mengucapkannya sambil mengusap puncak kepala Nila yang membuat Nila tersipu malu.

Danil selalu saja membuatnya bahagia. Tak heran kalau Nila baper.

Masa iya gue baper sih ah. Enggak, pokoknya gue enggak boleh baper sama Danil. Kita kan sahabat.

Nila menggelengkan kepalanya pertanda menyetujui batinnya yang tak boleh baper pada Danil. Hal itu tertangkap netra Danil yang seketika kebingungan kembali dengan tingkah aneh Nila.

"Kok geleng-geleng kepala?" tanya Danil keheranan.

"Eh ... e-enggak, kok. Ayo beli ice cream, jadi kan?"

"Ice cream nomor satu ya, Nil."

"Udah ah ayo!" seru Nila begitu semangat. 

Belum sempat menemukan penjual ice cream, Nila sudah ditelpon lebih dulu oleh Nura.

"Pulang sekarang!"

"Kenap―"

"Mama bilang pulang sekarang, ya pulang!" bentak Nura di seberang sana.

Setelah Nura mengatakan itu, telepon terputus seketika. Nila kembali sedih, dan itu tak luput dari penglihatan Danil. Danil rasa, masalah kembali menghampiri Nila.

"Sabar, Nil. Lo harus tenang ya. Sekarang gue antar lo pulang," ucap Danil menenangkan Nila.

Nila tersenyum pada Danil. "Makasih, Nil. Lo selalu ada buat gue."

"Eh iya, lo kok bisa di taman?"

"Gue ke rumah lo, tapi kata Mama lo ke taman."

"Kepo banget sampe nyusulin gue ke sini," sindir Nila.

Danil berjalan mendahului Nila. "Udah ah ayo."

Akhirnya, Nila pun mengikuti Danil dan mereka berjalan bersama menuju rumah Nila.



――――――――――――――――

TBC ...

Comment sebanyak-banyaknya biar cepet update:)

Jangan lupa taburin bintangnya juga.

Next?

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang