TM | Kecupan mesra usai bercinta

3.6K 4 0
                                    

"Aku yakin semua wanita yang kamu nakali senang dengan caramu bercinta. Kamu selalu mengecup mesra kening, lalu pipi, lalu bibir dengan lembut setelah kamu sebagai volcano meletus," bisik TM sambil melepaskan diri dari menindihku agar supaya aku bisa lega bernapas dan peluh kita berdua menguap.

"Aku rasa berterima kasih dalam segala hal adalah hal biasa. Itu yang aku pelajari sejak kecil, Mbak."

"Iya sih. Tapi kamu belajar dari siapa? Oops maaf aku terlalu kepo ya sayang?"

Lalu dia mencubit lembut hidungku.

"Ya bisa tahu sendiri, Mbak."

"Kamu tahu, semua wanita suka. Apalagi nggak semua lelaki melakukan itu, nggak semua mau bilang terima kasih dengan mesra setelah dirinya meledak dan semua lava tumpah tuntas."

Aku miringkan tubuh. Beringsut. Lalu memeluknya. Menatap matanya lekat. Dengan lembut. Aku genggam tangannya. Aku merambat naik sedikit. Aku kecup keningnya. Pipinya. Lalu bibirnya. Lembut.

"Ati-ati basah," dia mencubit pinggulku yang sedikit basah karena tumpahan dua anak manusia di atas seprei putih hotel.

"Kamu sih, keluar banyak banget."

"Mbak juga banyak. Very juicy. Banjir bandang deh..."

Di usia 45 TM tetap memancar. Cantik. Seksi. Eksotis. Aku sejak awal tak memanggilnya "kak". Tetap "mbak" sebagaimana tradisi di korporat dia. Semua adalah mas dan mbak. Tanpa pandang etnis.

"Akhirnya aku terbiasa dipanggil mbak. Rasanya aneh kalo di kantor Jakarta sekarang dipanggil ci, cici, atau encik seperti di Semarang dulu. Malah kayak rasis, terutama encik, kecuali yang manggil kalangan dekat, " katanya suatu kali.

Image: Pixabay.com

Catatan Asmara Buaya TengilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang