6. Khitbah Hamzah

3 0 0
                                    

Haura Syifa'ul Qolbi

Sepulangnya Willi dari rumah tak hentinya Umi menceramahiku. Sungguh terlihat begitu jelas Umi tak suka pada Willi terlihat dari bagaimana Umi memperlakukan Willi.

Sebenarnya perlakuan Umi tak ada yang aneh pada Willi hanya saja nada bicaranya sangat sarat bahwa ia benar benar tak menyukai Willi kekasihku itu.

Dan, benar saja dugaanku itu terbukti oleh celotehan Umi saat ini padaku.

"Umi gak suka ya kamu deket deket sama temenmu yang tadi itu!"

"Loh, emang kenapa Umi?"

"Umi liat dia itu bukan anak baik Ra, terlihat dari raut wajahnya. Mata sayu yang sering Umi lihat pada anak anak brandalan diluar sana, penampilan yang semrawut dan tidak mencerminkan anak sekolahan plus satu lagi kelihatannya dia nggk ngerti agama!"

"Umi jangan su'udzon gitu dong sama Willi. Memang sih dia suka trail trus masuk club motor juga. Tapi, in syaa Allah kok Mi dia bisa jaga sholatnya"

"Abi juga gak suka sama dia Ra. Tadi Abi gak sengaja denger pas Umi tanya soal mahrom, dia gak tahu. Itu artinya dia gak tahu batasan batasan antata wanita dan pria" ucap Abiku yang baru datang dari halaman belakang setelah tadi mendapat telpon dari rekan kerjanya "Inget neng, keluarga kita téh notabene mengerti agama. Eyangmu itu pengasuh Pondok Pesantren Darussalam, Bandung (ini nama ponpesnya author ngarang ya readers) . Jadi, kamu harus jaga image keluarga. Jangan bergaul sama sembarangan orang apalagi brandalan kaya temenmi itu!"

Iya iya aku tahu keluargaku mempunyai latar belakang agama yang baik. Eyangku dulu pengasuh di ponpes Darussalam Bandung, lalu Abi? Abi sekarang sedang membuka yayasan pesantren kecil kecilan bersama teman teman Abi semasa mondok dulu dan disamping itu Abi punya toko yang sering dijaga Umi. Toko itu menjual alat sholat, kitab kitab tafsir, dsb. Sedang kakakku? A Hamzah dulu mondok di Nurul Jannah Probolinggo selama 6 tahun, lalu kuliah sambil mondok pula dan sekarang? Kakakku menjadi dewan asatidz di pondok pesantren Asy-syifa Garut.

Lalu aku? Hahaha apalah aku ini saat lulus SD dulu Abi dan Umi menawariku mondok. Memang tak jauh masih disekitaran kota Sumedang tepatnya di Nurul Jadid. Tapi dasar akunya yang badung aku menolaknya. Aku bilang lebih baik aku diajari agama oleh Abi dan Umi saja. Nengkan beréwit gimana kalo disana malah sakit terus. Dan, akhirnya orangtuaku menyetujuinya lalu memasukkanku ke sekolah formal.

Dan ya, i'm so happy. Tak pedulilah keluargaku yang rata rata ustadz ustadzah itu memandangku gimana gimana. Karena bagiku this is my life. Ini adalah hidupku. Toh meskipun aku sekolah formal aku tetap muroja'ah pada Abi atau Umi.

Dan, satu lagi Abi Umi tak pernah melarangku melakukan hal yang aku sukai. Seperti halnya aku yang ikut ekskul menari, menyanyi, dsb. mereka tak pernah marah.

Pula masalah pertemanan. Mereka tak pernah melarangku untuk berteman dengan siapapun yang penting aku bisa menjaga diri saja.

Tapi, entah kenapa sekarang kedua orangtuaku begitu sangat tak suka pada Willi padahal mereka baru pertama bertemu. Pula, Willi tak melakukan hal hal yang aneh tadi. Lantas, kenapa mereka langsung tak suka?

Tapi, tak apalah jika kedua orangtuaku saat ini tak suka hm lebih tepatnya belum suka pada Willi. Aku yakin suatu saat nanti pasti mereka akan menyukai Willi kekasihku yang menurutku tampan dan begitu romantis itu.

Ya nabi salam 'alaika, Ya rasul salam 'alaika, Ya habib salam 'alaika, Sholawatullah 'alaika

Dering sholawat pertanda ada panggilan masuk berbunyi pada benda pipih berwarna hitam dengan softcase hitam pula yang ditengah tengahnya terdapat stiker bergambar terompah nabi dan bertuliskan Ya tariim wa ahlaha milik Umi.

Untaian Do'a CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang