1st meet : kereta listrik

469 59 16
                                    

[ ★ ]

jeno menaiki kereta di jam siang dan seperti dugaannya kondisi ramai dalam kereta, paling tidak kondisi ini masih lebih manusiawi dibanding kondisi kereta pada jam petang yang membuat jeno nyaris tidak memiliki ruang untuk bernafas dengan benar.

pengumuman berhenti menggema di seluruh sudut gerbong dan menimbulkan gema dalam kepala jeno yang makin pening karena memikirkan presentasinya nanti, tapi sepertinya seseorang dibelakang jeno  melewatkan pengumuman itu.

seseorang menabrak punggung jeno saat kereta berhenti di stasiun, terdengar orang itu mengeluh sakit pada wajahnya akibat benturan ringan tersebut.

"yang harusnya mengeluh itu aku.." gumam jeno tanpa minat, dia merasakan orang itu kembali bersinggungan dengannya saat kereta melanjutkan jalannya.

"maafkan aku" jeno menduga orang yang menabraknya adalah murid sekolah menengah atas yang sedang membolos.

"harusnya murid menengah atas..." ucapan jeno tertelan saat dia membalik tubuhnya dan melihat sang pelaku di belakangnya. seorang pemuda dengan tinggi badan tidak jauh berbeda darinya, memiliki wajah yang sedikit mirip dengannya tapi terkesan lebih manis ditambah surai merah jambunya.

"murid menengah atas? siapa yang kamu maksud?" daripada tersinggung, orang ini memperlihatkan rasa kebingungannya yang tulus tanpa dibuat-buat.

"seseorang, sambungan telepon baru saja terputus. aku tidak berbicara padamu" jeno mengoyangkan ponselnya yang sebelumnya berada didekat telinga, belum menaruhnya selepas menerima panggilan teman kelompok presentasi-nya tadi.

"oh.." bibir mungil pemuda manis itu membentuk bulatan kecil, dia menggemaskan tanpa banyak tingkah.

"kau kesulitan memegangi tiang?" tanya jeno, walaupun dia tidak menemukan perbedaan tinggi yang mencolok diantara keduanya.

"yah.. tanganku berkeringat jadi aku sulit memegangi tiang.." pemuda itu tersenyum sembari memperlihatkan kedua telapak tangannya pada jeno. benar-benar menggemaskan.

"kau ingin melakukan presentasi kelompok?" tanya jeno, menebakan seadanya.

"bukan, aku ingin menemui orangtua dari pacarku.." orang ini lucu tanpa melakukan apapun, dan rona merah di wajahnya saat ini menebalkan kesan 'lucu' padanya.

"mereka mengajak bertemu denganmu di hari biasa?" dari pandangan jeno menilai kalau orang ini sebaya dengannya, dan dia dipusingkan jadwal presentasi pada hari ini.

"iya, mereka tengah mengunjungi seoul setelah menetap di luar negeri beberapa tahun.." senyum orang ini tidak menyembunyikan rasa gugup juga khawatirnya.

"kau tidak kuliah?" jeno masih memiliki anggapan bahwa orang ini sebaya dan seharusnya di sibukkan dengan jadwal yang tidak jauh berbeda darinya.

"aku sedang menyusun skripsi saat ini dan dosen pembimbingku memiliki urusan di luar kota hingga pekan depan, kupikir tidak masalah untuk mengambil nafas sebentar" jawab orang di depannya, jawaban itu berhasil membuat jeno melebarkan matanya.

semula dia mengira orang ini adalah murid menengah atas karena suaranya yang manis, lalu dia pikir orang ini sebaya saat melihat tampilannya, tapi ternyata orang ini merupakan seniornya? yang benar saja

"kupikir kau sebaya denganku.." komentar jeno dengan senyum tipisnya, pemuda manis itu memberi cengiran bagai anak kecil.

"mungkin saja, lagipula aku mengikuti percepatan kelas saat menengah pertama dan akhir.." jeno kembali menebak kalau orang ini adalah pelajar tekun yang terlalu taat aturan

"ku tebak, kau sangat gugup saat ini.." entah, tapi beberapa murid percepatan kelas yang dikenal jeno bukan orang yang pandai mencairkan suasana dan cenderung kaku

"aku biasa saja kalau menghadapi orang baru, tapi ini orang tua pacarku.." benar juga, orang ini melakukan obrolan tanpa canggung dengan jeno sedari tadi.

tebakan jeno juga tidak salah karena bertemu dengan orangtua pacar tampaknya merupakan momen mendebarkan juga menakutkan bagi sebagian orang, hal yang tidak bisa dimengerti oleh jomblo sedari lahir seperti lee jeno ini.

"kau memiliki penampilan anak baik" ujar jeno tanpa minat, tidak terlalu yakin kalau itu akan membantu orang didepannya ini

"sungguh? aku khawatir mereka tidak menyukai" pemuda merah jambu itu memasang ekspresi cemasnya.

"kalau mereka menerimamu, itu adalah hal yang bagus. kalau mereka menolakmu, dia bukan orang yang ditakdirkan denganmu" jeno terkekeh pelan karena ucapannya sendiri, menggelikan dan sok dewasa

"menyebalkan. pasti kau tidak pernah memiliki pacar.." tebakan orang ini tepat, dan jeno mengangguk singkat membenarkan ucapan pemuda itu.

"memang" balas jeno acuh, tidak menganggap status jomblo atau 'tidak pernah pacaran' sebagai hal yang buruk.

"kan.." wajah pemuda manis itu memberikan delikan kesal tidak terbilang padanya. sial, sangat menggemaskan.

sedetik kemudian ekspresi itu menghilang karena pemberitahuan stasiun berikutnya, diganti raut cemas seperti sebelumnya.

"jangan lupa untuk bernafas, tuan-percepatan-kelas-yang-ingin-bertemu-orangtua-pacar" jeno memberi nama panggilan sebagai hasil rangkuman obrolan mereka.

"eric" samar, nyaris ditelan secara bulat oleh riuhnya suasana kereta, "ah, jeno.." mata jeno menaruh fokus pada eric, jadi dia tidak akan melewatkan satu hal apapun dari eric. eh? matanya menaruh fokus— apa?

jeno sedang mengerjapkan matanya saat kereta berhenti, dia tidak melihat eric yang kembali menabrak tubuhnya, kali ini dari depan. lengan jeno menangkap eric dan membawanya kedalam dekapan sebagai bentuk rasa terkejutnya atas sesuatu yang menabrak dan memberi beban tambahan padanya.

"maafkan aku.." eric memiliki aroma apel hijau yang menyegarkan, jeno membatin dengan posisi mereka yang nyaris tidak ada celah.

"jeno, maaf sekali lagi. aku harus turun" eric kembali membuka suara, jarinya menarik lengan pakaian jeno agar dibebaskan

"hati-hati di jalan" tangan jeno melepaskan eric, berujar dengan nada sedikit ragu.

"iya, sukses untuk presentasimu.." balas eric dengan senyum ramah, memberi kesan 'teman lama' meski mereka baru saja bertemu.

bibir jeno membalas senyum, tapi mulutnya tidak terbuka untuk memberi balasan serupa yang mungkin dibutuhkan eric.

tubuh eric melewati pintu kereta dan membaur diantara ramainya orang, segera melenyapkannya dari pandangan tidak sopan jeno.

"pacarnya sudah mengajak bertemu orangtua, bodoh." jeno mengingatkan dirinya mengenai hubungan eric dan sang pacar yang kelihatannya sudah serius

"bagaimana kalau dia ditolak?" tangan jeno terangkat guna melayangkan tamparan pelan di pipinya, menyadarkan pikiran kacaunya.

salahkan aroma apel hijau yang segar, salahkan tangan licin penuh keringat, salahkan suaranya seperti anak sekolah menengah akhir. atau, salahkan jeno yang tidak menemukan hal buruk dari semua itu dan mengesampingkan fakta kalau eric memiliki pacar.

.

meet - lee jenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang