Chapter two, Lodger

93 6 0
                                    

Reni mengirimkan uang dengan jumlah besar sehari setelah makan malam berakhir. Itu cukup untuk membayar sewa bulan ini, bahkan dua bulan ke depan. Berkat pria itu, Vale tidak perlu bingung lagi mencari cara menambal biaya sewa Nicholas. Tapi jika hal seperti ini berlanjut, maka hanya dalam hitungan hari Vale akan berubah menjadi pemalas.

Jadi dia akan mengembalikan separuh uang yang tersisa nanti sore. Setelah Vale memastikan sekali lagi jika jejak-jejak kehadiran Nicholas sudah hilang oleh kekuatan pembersih lantai dan pengharum ruangan. Usaha bersih-bersih mesti dilakukan demi menyambut teman sekamar baru.

Berbenah kamar Nicholas terasa seperti mengunjungi rumah tikus got. Tidak jarang Vale menginjak makanan berlumut atau mahkluk hidup yang sudah mati. Rasanya lebih baik menyewa apartemen baru daripada menginjakkan kaki di ruangannya, tapi sayang pemuda itu harus melakukan ini, karena mau dilihat dari sisi manapun juga, Vale tetap membutuhkan uang Miguel untuk bertahan hidup.

Miguel Salvatore adalah nama dari pengganti Nicholas. Dia pindah dengan alasan tidak kuat setelah tiga tahun tinggal di dorm kampus. Maksudnya, Vale juga terkejut mendengar lelaki ini mampu tidur disana dalam waktu yang begitu lama. Dorm kampus tidak pernah diurus dengan baik, bangunan rusak, genting bocor, keamanan buruk dan sering digunakan untuk transaksi mencurigakan. Tempat itu hanya cocok untuk orang yang menggunakannya sebagai penginapan semata.

Kembali pada Miguel yang namanya terasa asing di telinga Vale. Setelah dua minggu bertukar pesan pendek, dia kini mengetahui jika Miguel berada di angkatan yang sama dan mengambil jurusan ilmu kuliner. Kemudian mereka tidak membahas apapun lagi yang bersifat pribadi. Seolah-olah menegaskan jika Miguel hanya ingin membicarakan soal apartemen dan apartemen saja. Tingkah tertutupnya membuat sosok Miguel semakin asing-misterius.

Pada pukul dua siang, selesas memberi hamsternya makan siang, bel berbunyi menandakan calon penghuni baru telah tiba.

Vale membuka pintu dan disanalah sang tamu berdiri. Satu koper di tangan, kaos polos biru malam berkerah v, celana jins, tinggi sejajar dengan pandangan Vale, namun otot tubuhnya lebih terbentuk, rambut hitam bergelombang dan bukan jenis hitam yang akan berubah menjadi cokelat di bawah sinar mentari melainkan tipe hitam jet pekat yang akan tetap gelap dimanapun dia berada, mata kelabu sewarna awan mendung, kulit tan bersinar, alis lebat, bibir menggoda, tulang rahang tegas- semua yang ada disana sangat menawan hingga Vale dengan percaya diri mengaku bahwa Miguel adalah orang pertama yang menyita perhatiannya sedalam ini.

"Apa kau Valerio?"

Pemuda di ambang pintu itu bersumpah melihat warna pelangi di setiap hurufnya ketika Miguel mendikte namanya. Suara bass halus yang menghasut Vale terbang bersama Peter Pan.

"Tentu, silahkan masuk." dia memiringkan tubuh untuk memberikan Miguel akses. Hidung Vale dapat merekam aroma kayu manis dan hutan pinus yang sangat kuat begitu lelaki itu melewatinya.

Bola kelabu kembar Miguel mengedarkan pandangan menuju televisi, sofa biru, lemari buku hingga akhirnya berakhir di dapur.

Apartemen Vale tidak mewah. Setelah melewati pintu masuk, terdapat lorong pendek yang menampilkan dua ruang tidur berderet di sebelah kiri, lengkap dengan kamar mandi masing-masing di dalamnya, sementara di bagian kanan lorong adalah gabungan antara ruang tamu sekaligus dapur dan meja bar empat kursi sebagai pemisah. Memang tidak luas, tapi fasilitasnya cukup memadai.

"Apa pendapatmu sejauh ini?" Vale bertanya karena ini adalah kali pertama Miguel berdiri disini. Dia sudah menyarankan untuk berkunjung terlebih dahulu tapi penghuni baru menolak, katanya akan bertamu di hari pindahan saja.

"Ini bagus." jawabnya sudah berada di dapur, mengecek peralatan disana yang kebayakan sudah kadaluwarsa. "Aku tebak tempat ini jarang digunakan?" dia bertanya, memunggungi lawan bicaranya.

Salvatore's Forbidden EcstasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang