Chapter eleven, Runner

41 4 0
                                    

Sepertinya neraka baru saja mengevakuasikan diri menuju apartemen Vale.

Sungguhan, tempat itu tidak lagi memiliki kenyamanan yang biasa ditawarkan. Baik Vale maupun individu lainnya, masing-masing menolak untuk berada di ruangan yang sama. Situasi ini sangat menyiksa sampai Vale tidak mampu menyembutkan nama teman sekamarnya tanpa mendapatkan kilas balik memori pada malam halloween kemarin.

Dia tidak mempunyai wajah lagi untuk bertatap muka bersama orang itu. Rantai pertanyaan dan ketakutan membuat Vale tidak mau mengambil resiko untuk tetap tinggal di apartemennya. Jangankan tinggal, berada di radius satu mil dari tempat kejadian perkara saja sudah membuat jiwanya ingin bunuh diri karena terlalu malu.

Jadi, Vale mencari perlindungan (atau pelarian) menuju studio Tony. Beruntung sang kakak tidak menolak atau mempertanyakan banyak hal ketika Vale menghubunginya pada jam enam pagi dan datang membawa ransel gendut.

Sudah total seminggu Vale bermalam di tempat kerja Tony. Sebut saja dia pengecut, delusional atau payah karena tidak mempunyai nyali untuk kembali ke apartemen. Yang jelas, Vale tidak begitu mempunyai banyak pilihan.

Kondisi studio Tony sendiri tidak terlalu mengenaskan. Selain dari lantai kotor dipenuhi tanah liat, suhu tinggi dari alat pembakaran, besi berkarat dimana-mana, tumpukan kantung pasir, udara lembab, ventilasi minim- urgh. Baiklah Vale mengaku, tempat ini sangat buruk dan tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal.

Walaupun demikian, dia beruntung karena mendapatkan tempat tidur dalam kantor Tony, dimana ruangannya cukup bersih, lebih manusiawi, memiliki penghangat ruangan, meja kerja, rak buku, komputer dan sofa memanjang yang digunakan sebagai tempat menyambut rekan bisnis.

Jika Tony tahu Vale tidur dalam studio, dia pasti akan menyeret sang adik untuk menginap di kediamannya.

Yang mana pilihan buruk.

Percayalah, rumah Tony dan Taelin memiliki atmosfer bagaikan museum angker. Dimulai dari lukisan Samael berusia delapan ratus tahun, jubah milik 'penyihir' agung, katana dari samurai terkenal sampai permadani kuno abad pertengahan, segala benda bermitos tersedia di dalam rumahnya.

Vale satu kali pernah menginap disana dan dia bersumpah melihat seorang pengantin wanita tengah menusuk-nusuk boneka voodo dengan ganas.

Setelah malam itu, pemuda itu menetapkan jika kediaman Tony tidak tersedia lagi untuk dijadikan tempat menginap.

"Heyo, Swimmer!" lantang seorang gadis berusaha mengalungkan lengannya pada leher Vale dan malah berakhir menampar bahu lelaki tersebut. "Kau membuat tayangan menarik di pesta kemarin."

Rambut pirang stroberi mengibas di depan pandangan Vale, disusul wajah Haruna dan pakaian yang cukup mengekspos banyak bagian kulitnya.

"Aku tidak tahu kalian sangat tertarik pada sesuatu yang sederhana seperti berenang." itu sindiran. Dia sedang tidak ingin berbicara dengan orang lain. Tidak ketika lehernya sungguh pegal seperti ditimpuk oleh lima karung pasir.

"Maksudnya tidak setiap hari kau melihat seorang pengedar menyelamatkan pelanggannya." Haruna kini sudah berjalan bersandingan dengan Vale.

"Jadi kemarin aku baru keluar dari rehabilitasi dan sekarang aku adalah seorang pengedar?" sarkas pemuda itu tanpa humor, jijik akan pergerakan kilat gosip-gosip tentangnya.

"Oh, ayolah. Jangan terlalu sensitif, aku tidak akan menghakimi," Haruna mengibaskan tangan, tidak menangkan maksud dari kalimat lawan bicaranya. "Tapi harus kuakui, aku juga tidak mengerti mengapa kau harus repot-repot menjual obat ketika keluargamu sudah kaya raya?"

Vale menggeram kesal saat perkataan gadis ini meresap sempurna di otaknya. "Mungkin akan lebih baik jika kau tidak perlu repot-repot mendengarkan rumor tersebut dan sebagai catatan, apa kau tidak pernah berpikir sedikit saja tentang bagaimana konyolnya semua rumor-rumor itu?"

Salvatore's Forbidden EcstasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang