Chapter ten, Goner

29 4 1
                                    

A quick point of view switch.

Sisa malam setelah pesta Regina, Miguel mengarungi waktu dengan tidur setengah terjaga. Mungkin ini karma karena dia baru saja memulai permainan yang terlarang untuk dimainkan. Alhasih, pada pukul lima lebih setengah jam, Miguel sudah bangun dengan gusar dan menemukan Vale tengah tidur pulas di sofa dengan televisi masih menyala.

Pemuda itu pasti kelelahan setelah semua peristiwa yang telah terjadi malam ini.

Miguel tidak tidak menyalahkannya, dia sendiri sama letihnya sampai mendapatkan sengatan jantung kecil ketika memutar kembali rekaman memori tadi malam.

Menyerang Vale di dalam gelembungnya sendiri adalah tindakan ceroboh.

Demi Tuhan, pemuda jangkung itu masih mempertanyakan orientasi seksualnya dan Miguel tidak punya hak untuk mengenalkan sesuatu yang jelas diluar ijin Vale.

Jika seseorang ingin meng-explore atau mencari tahu mengenai hal seperti ini, setidaknya harus murni didasari oleh keinginan individu tersebut. Miguel berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak terlibat ke dalam hubungan intim untuk sementara waktu.

Alasan lain mengapa Miguel tahu jika pemuda lain yang tinggal di apartemen ini mulai tidak yakin dengan seksual orientasinya sendiri, karena Vale mulai tertarik kepadanya.

Itu terlihat jelas bagi seseorang yang sangat peka seperti Miguel. Bagaimana pipinya merona ketika pandangan mereka bertemu, terkejut ketika berkontak fisik dan salah tingkah setiap berkomunikasi.

Dia sadar.

Tapi Miguel melihatnya sebagai kejadian biasa dan bertingkah seperti orang bodoh. Tidak sedikitpun menaruh perhatian karena -jujur saja, Vale bukan tipenya.

Sang pemuda memiliki tinggi tubuh yang konyol, terlalu emosional, kurus tidak terurus, berjanggut, kamar berantakan, reaksi spontan dan kulit kering kekurangan air. Vale benar-benar membutuhkan seseorang untuk mengatur pola makan, bahkan gaya hidupnya. Tangan Miguel sudah penuh oleh masalahnya sendiri, tidak mungkin bisa bertahan lama jika harus menanggung milik orang lain.

Lalu kenapa Miguel melakukan apa yang dia lakukan kepada Vale malam lepas?

Entahlah.

Mungkin karena masing-masing sudah letih, mungkin karena dia merindukan Vulcan, mungkin efek dari alkohol, mungking karena suasana intens. Miguel sendiri tidak yakin.

Satu hal yang jelas adalah dia marah atas semua yang terjadi. Kepada tubuhnya yang berteriak meminta dipuaskan, kepada akal sehatnya karena menolak untuk mengambil kendali dan kepada dirinya sendiri sebab tidak menyesali apapun.

Miguel tahu perbuatannya salah, tapi dia menikmatinya. Dilema ini membuat Miguel tidak berani untuk menatap langsung mata hitam Vale dan membahas semuanya.

Maksudnya, bagaimana bisa dia menjelaskan apa yang terjadi sementara dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi?

Ketika Miguel pulang dari aktivitas lari pagi pada pukul tujuh, dia menemukan sofa sudah dikuasi oleh Leo, bukan kakaknya.

Menurut sang adik, Vale pergi tergesa-gesa menuju rumah kakak mereka yang lain. Miguel kira itu hanya pelarian singkat saja, namun enam hari telah berlalu dan Vale belum pulang sama sekali. Menghilang tanpa pamit, bahkan sampai melentarakan hamsternya begitu saja.

Memikirkan Vale dua puluh empat jam cukup sia-sia dan memakan banyak energi.

Jadi sekarang Miguel mengambil waktu untuk bersantai, membaca buku klasik bertajuk The Phantom of Opera pada sudut kafe Periwinkle. Nama tempatnya mungkin terdengar feminim, tapi mereka terkenal karena menyediakan kopi hitam dengan kafein yang sangat kuat dan nuansa ruangan bertema abad awal 19.

"Hei kau datang lebih awal." Nailea datang, dengan rusuh menarik kursi di meja Miguel. Menciptakan bunyi yang cukup berisik.

Sang lawan bicara tidak balas menyapa. Hanya mengangguk kecil seraya membalik halamam selanjutnya. Dia kini sedang membaca bab kompleks dimana tokoh utama Christine tengah diculik oleh Erik The Phantom- sampai kuyahaan keripik di mulut Nailea mengacaukan semuanya.

Miguel mengenal gadis chubby ini dari kampung halamannya. Mereka bertetangga, bersekolah dan pindah berkuliah di tempat yang sama. Seolah-olah tata surya mencoba mengenalkan mereka berdua, akhirnya Miguel mulai mengajaknya berbicara di awal tahun ajaran empat tahun lalu.

Nailea sendiri adalah tipe gadis yang mengkonsumsi keripik pedas sebagai sarapan dan akan meneriakan suara tawanya. Jenis kupu-kupu sosial yang tidak pernah bisa diam, cepat bosan dan melakukan hal bodoh seperti mengerjai kepala sekolah atau semacamnya. Tapi terlepas dari itu, dia cukup pintar dalam nilai akademik.

"Nailea," panggil Miguel menekan suaranya, menyelipkan bookmark pada halaman terbuka lalu menutup buku perlaham. "Mengapa kau ingin bertemu denganku?"

Sang gadis mengibas rambut sewarna galaxy indigonya lalu menyeruput soda sebelum berbicara. "Aku butuh sedikit bantuanmu," pintanya terdengar agak ragu.

Miguel menatapnya semakin dalam, meminta penjelasan lebih tanpa berkata apapun. Dia tahu ini akan terjadi, Nailea tidak pernah meminta bertemu dengan Miguel hanya untuk mengobrol biasa atau mengecek keadaan pemuda tersebut.

"Kau tahu Eemilia Barroson? Dia adalah pelukis terkenal yang akan membuka pameran terakhir di akhir bulan nanti. Barroson terkenal dengan lukisan debutnya dua puluh tahun lalu yang diberi judul 'Fisherman Chest' dan kini dia memutuskan untuk pensiun. Semua pecinta seni ingin mengetahui detail-detail mengenai acara tersebut dan aku mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara eksklusif," dia memberi jeda.

Miguel menangkap latar belakang yang Nailea paparkan tapi masih tidak mendapatkan petunjuk mengenai bantuan apa yang akan diminta.

"Masalahnya, lusa depan aku harus keluar kota dan menghadiri seminar penting bersama kekasihku. Karena itu, aku ingin memintamu untuk menggantikanku mewawancari Eemilia."

Menghela napas panjang, mengirup aroma teh hijau dan mencicipinya dengan mata terpejam. Miguel menyesali sebab setuju untuk datang kesini. Tentu saja Nailea akan meminta bantuan yang berat.

"Oh ayolah Migu, kau adalah temanku yang paling jenius. Aku tidak bisa menyerahkan tugas ini kepada temanku. Kita berdua tahu jika mereka tidak lebih dari sepiring otak udang." lanjutnya sedikit memaksa.

"Lalu apa keuntungan yang akan aku dapatkan?"

Ini bukan tugas rendah resiko seperti mengantar makan siang atau menjenguk orang sakit. Dia akan melakukan wawancara penting dengan nol bakat komunikasi. Setidaknya Miguel harus mendapatkan imbalan yang setimpal.

"Aku akan berhutang kepadamu, artinya kau bisa meminta apapun."

"Apapun?"

Nailea meneguk ludah. "Asalkan masih masuk akal."

"Oke, kirim detailnya menuju emailku."

Salvatore's Forbidden EcstasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang