Part 1

59 9 0
                                    

Tempat ini begitu tersembunyi dari keramaian. Hening, damai dan menyejukkan. Ini seperti tempat pelarian yang teraman. Dari kebosanan. Dari prahara. Dari apapun yang ingin kau hindari.

Kim Yoo Jung menatap bukit yang menjulang di depan mata. Rerumputan yang menari ke sana ke mari memanggilnya dari tadi. Kilau keemasan dari langit sana menyematkan nuansa romantis yang menggetarkan hati. Ia menarik napas dalam-dalam. Lensa mata membidik setiap keindahan yang terhampar sejauh mata memandang. Betapa beruntungnya dengan semua ini.

"Race me!" Sebuah tepukan menyudahi renungan singkatnya.

"Wait up!!" langkahnya ragu melihat pria itu sudah sangat jauh mendahului.

"Catch up, slowpoke!!" Pria itu menoleh seraya tersenyum angkuh.

Kim Yoo Jung berlari sekuat tenaga. Meloncat diantara bebatuan. Ia berhasil mempersempit jarak yang terbentang. Sejenak ia mendongak. Pria itu sudah bertengger manis di puncak. Memamerkan senyuman miring yang terasa begitu mengejek. Meski jengkel Ia menerima uluran tangan pria itu, membantunya menaiki batu untuk bisa tiba di puncak. Lihatlah, Dia berlagak menang. Padahal dia mencuri start.

"Kau tidak berfikir kalau kau sudah mengalahkanku kan?"

"Apa itu melukai harga dirimu?"

"Kya! Kim Soo Hyun! Jelas-jelas kau curi start!" omelnya seraya duduk di batu tepat di sisi pria itu.

"Mwo? Kim Soo Hyun?! Kya!! Dasar gadis tengik" dengan gesit lengannya menariknya ke arah dada dan mengunci leher gadis itu.

"Woi!! Apa kau mau membunuhku? Lepaskan!"

"Tergantung tutur katamu!" Kim Soo Hyun semakin mempererat cekikannya.

"Arasso, Oppa!!!" Gadis itu menyerah lebih cepat dari dugaan.

"Good girl!!"

Serta-merta Kim Yoo Jung berdiri. Ia menekan-nekan lehernya dengan lembut seraya terbatuk-batuk seperti menahan sakit.

"Hentikan! Aktingmu sangat buruk!" 

"Aku tidak akting!"

"Aku bahkan tidak menggunakan tenaga saat melingkarkan lenganku. Tapi gayamu sudah seperti tercekik setengah mati. Kalau bukan akting, apa namanya? Lebay?!"

Yoo Jung mendesis . Kesal aksinya gagal total. Beberapa saat keduanya bersitatap. Hening. Hanya ada desau angin yang berusaha menggelitik telinga. Sesaat mereka saling lempar senyum. Sebelum akhirnya terlelap dalam buaian indahnya pemandangan di bawah sana.

Bukit ini seperti milik pribadi. Tidak ada orang yang repot-repot berkunjung ke sana. Padahal medannya  tidak tergolong rumit. Entahlah. Hanya Kim bersaudara yang hampir tiap hari mendatangi tempat itu. Di bawah sana di sisi kanan ada padi yang menguning. Tetumbuhan menghijau. Aliran sungai yang begitu panjang. Rumah-rumah penduduk yang tidak begitu ramai. Di sisi lain terhampar danau yang begitu teduh. Sangat menakjubkan.

Bukit itu sendiri ditumbuhi beberapa jenis rerumputan. Pohon berukuran besar bisa dihitung jari. Banyak burung yang bertengger di tempat itu. Ini adalah momen kesukaannya. Bercengkrama dengan pria itu, di bawah romantisnya langit senja, duduk di bukit beralaskan rumput liar. Memetik rerumputan berbunga warna-warni, membawanya berlari bahkan terbang menantang angin yang menderu. Menyentuh bumi dengan telapak kaki. Ditemani nyanyian burung yang riang. Sesekali mereka menari bersama dahan yang melambai. Kalau beruntung mereka bisa memetik buah-buahan yang meski tumbuh liar tapi rasanya begitu manis. Adakah yang lebih indah dari ini? Adakah yang lebih nikmat dari ini? Alam begitu memanjakan manusia. Oh, lihatlah. Bahkan langit terang di atas sana menyelimuti mereka dengan keteduhan.

Kim Bersaudara (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang