ii ; sang pelayan

584 112 8
                                    

Changbin tak ingin terdengar lancang meski ia terbiasa manaruh kompas moralnya saat bertugas. Tapi ia ingin si pelayan tinggal barang sebentar untuk menemani malamnya yang tak lama.

Ia baru mendapat pesan dari Bang Chan, atasan sekaligus pemilik les Aphones di mana ia menjadi aktif hunter, bahwa akan ada tugas ringan di pukul tiga pagi.

Dia butuh tidur. Tapi sepertinya baru akan terwujud saat fajar datang.

Han Jisung menyuguhkan senyum sebelum mengiyakan tawaran pelanggannya untuk menemani minum. "Tentu saja, Tuan." Ia beralih mengambil sisi kosong di sofa, berusaha mengambil sedikit mungkin ruang agar jas mahal Changbin tetap berada di tempatnya tergeletak. Bagaimanapun, Han Jisung adalah seorang pelayan. Ia dengan sabar menunggu Changbin untuk memulai percakapan.

"Aku belum pernah melihatmu malam-malam sebelumnya. Atau aku salah?"

"Saya memang baru bekerja hari ini, Tuan, menggantikan satu pegawai yang mengundurkan diri."

Changbin mengangguk. Semakin lama ia tamatkan pandangannya pada si pelayan, semakin banyak detail wajah yang ingin ia ingat dengan baik-baik. Changbin mendesah heran, bagaimana bisa ada lukisan elok Tuhan yang terlihat mahal pada diri seorang pelayan yang terlihat begitu muda. 

"Bagaimana aku harus memanggilmu?"

"Nama saya Han Jisung. Anda bisa memanggil saya Han."

"Such a pretty name for a pretty face."

Han tidak mengumbar senyum mendengarnya, "Saya anggap itu pujian."

"Memang."

Han memberi balas tatapan Changbin yang sudah entah berapa lama terpaku padanya. "Terima kasih." Seberkas senyum terpasang pada wajah sang pelayan.

Ia benarkan seragam kerjanya dengan tak nyaman. Ia terbiasa bertemu dengan tamu yang sama sekali tak ia kenal. Tapi Changbin berbeda. Pelanggan penting di klub tempatnya bekerja ini membuatnya merasa... kecil. Ia hanya merasa ciut seperti tahun-tahun kerjanya sebagai pelayan di tempat lain tak pernah ada.

"Namaku Seo Changbin. Jangan gunakan sapaan yang kaku padaku."

"Tapi panggilan terhadap pelanggan termasuk etika pekerja di sini, Tuan."

"Dan aku mengizinkanmu untuk tidak menggunakan etika le désir padaku. Bisa?"

"Bisa. Tapi saya masih akan memanggil Anda dengan formal saat saya bekerja."

Changbin menyeringai. "Kau baru saja berharap kita bertemu di luar tempat ini."

Seo Changbin mengambil terlalu banyak ruang, Han pikir, meski ia hanya duduk menikmati segelas Absinthenya. Ia semakin memperjelas kehadirannya di le désir, meski yang ia lakukan hanya datang dan minum seperti kebanyakan pelanggan. Jisung tidak paham kenapa satu pelanggan pentingnya ini membuatnya banyak berpikir.  

Jisung tersenyum. Terlihat kikuk namun tidak dengan matanya. Matanya, menawarkan kepercayaan diri yang masih diam-diam bersemayam dengan tenang sebelum terpancing untuk menunjukkan jati dirinya. Han Jisung mungkin terlihat jelas menampilkan sikap canggung, namun Changbin tahu, pelayan itu hanya membuat kesan pertama.

"Mau saya ambilkan Absinthe lagi, Tuan?"

Saat Jisung terlihat sangat canggung dan tidak tahu harus apa, Seo Changbin merapal sumpah agar Jisung tak mendengar betapa suara dalam dirinya tengah berteriak memuja.

Changbin melirik gelas dan botol pesanannya yang menyisakan ruang kosong. Ia tersadar telah menghabiskan sebotol alkohol favoritnya tanpa memikirkan pekerjaan. Terima kasih pada Han Jisung yang membuatnya lupa sejenak.

"Panggil saja pelayan lainnya, Han."

"Tidak bisa saya lakukan, Tuan. Saya melayani Anda di sini, bagaimana mungkin saya memanggil sesama pelayan saat saya melayani Anda."

Changbin menimbang, Han Jisung benar. "Oke, bawakan satu botol lagi."

"Akan segera hadir di meja Anda, Tuan."

Begitu Han beranjak untuk mengambil botol keduanya, panggilan masuk dari kontak Boss datang.

"Ya, halo Hyung." Ada jeda yang cukup lama sebelum Changbin membalas, "aku paham. Aku akan berkunjung sebelum tugas." Lalu sambungan terputus. Saat Changbin meletakkan ponselnya, ia melihat pelayan yang biasa ia temui saat mengunjungi le désir.

"Kim Seungmin?"

Pelayan yang ia sebut meletakkan sebotol Absinthe baru. "Bagaimana kabar Anda, Tuan? Aku jarang melihat Anda berkunjung."

Changbin menyandar pada sofa. "Aku seperti biasa. Kurang tidur, pusing. Dimana pelayan baru tadi?"

"Aku harap Anda bisa mendapat tidur yang layak saat hari Minggu datang. Pelayan tadi menitipkan pesanan Anda padaku, Tuan."

"Kemana dia?"

"Dia sedang melayani tamu lainnya, Tuan."

Changbin mengernyit. "Tapi dia juga sedang melayani tamu tadi."

"Yang satu ini berbeda."

"Beda?"

"Han Jisung ada pertemuan khusus. Jadwalnya tepat di jam ini. Ia memintaku untuk menggantikannya membawakan Absinthe Anda."

Changbin tidak suka mendengar Han Jisung menemui orang lain. Ia tiba-tiba merasa berhak marah pada le désir karena membiarkan pelayannya meninggalkan tamu.

Siapa yang Han temui. 

Pertemuan khusus seperti apa yang diperbolehkan klub ini.

Apa yang Han lakukan.

Tamu sialan macam apa yang merebut jadwalnya dengan Han.

Bedebah.

"Tuan, Anda akan melukai tangan Anda."

Seungmin dengan cakap meraih tangan Changbin yang mencengkeram tutup botol Absinthe. Dan benar saja, sisi tutup yang dikelilingi gerigi kecil tajam telah mengoyak permukaan tangan Changbin.

"Akan saya ambilkan kain untuk luka Anda, Tuan."

"Tidak perlu, Seungmin. Aku harus pergi."

Changbin meraih beberapa lembar uang untuk ia letakkan di meja. Ia menyambar jasnya asal dan memasukkan ponselnya pada saku depan jas. Seungmin dibuatnya bingung.

"Jam berapa Han selesai bekerja?"

"Karena ia sedang shift malam, dia akan selesai saat pukul lima, Tuan."

"Terima kasih, Seungmin. Aku bayar Absinthe itu, jadi kau bisa meminumnya. Atau tidak. Terserah."

Lalu Changbin keluar dari le désir

Ia tak mau berlama-lama memikirkan apa saja yang bisa terjadi pada Han Jisung saat pelayan muda itu menemui tamu khusus yang bukan dirinya.

Mungkin lain kali Seo Changbin juga harus mengatur pertemuan secara khusus dengan Han.

Agar tak ada tamu lain memiliki waktu sang pelayan.

made guy. [bersambung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang