01-Sekedar Andai

853 427 485
                                    

"Andai, Andai, dan Andai. Hanya kata itulah yang dapat di ucapkan oleh seseorang, untuk menyesali kekurangan yang mereka miliki. Dan hanya ingin berharap, jika kata Andai bisa terwujud."

.
.
.

******

Seperti biasa, pagi ini-hari senin datang dengan begitu cepat dari hari-hari sebelumnya. Dan seperti biasanya, rumah ini hanya dipenuhi dengan udara sejuk. Namun tetap saja, tidak bisa menghempas kesepianku.

Dengan lengkap seragam sekolah yang di kenakan, kini langkah demi langkah kecil mulai menuruni anak tangga yang terlihat panjang. Tangan kanan ku, terus mengusap halus tiang tangga bersamaan langkah kaki hingga ujungnya berakhir.

Disini lah aku sekarang, duduk di sebelah meja makan yang terlihat sangat luas. Di sekeliling meja makan terdapat 8 buah kursi. Namun semuanya kosong tak terisi, hanya satu yang terisi, ya...hanya aku. Tidak ada satu orang pun di ruangan ini. Di rumah sebesar dan seluas ini.

Lantas, untuk apa semua kemewahan yang ku dapatkan, jika rumah ini tak terasa hidup. Andai saja, aku bisa melihat mereka yang tak terlihat. Mungkin aku tak akan merasa kesepian. Dan mungkin aku bisa berteman baik dengan penunggu rumah ini.

Andai... Ayah dan Ibu selalu ada di samping ku, mungkin keluarga ini akan lebih berwarna. Akan lebih terasa hidup, mungkin rasanya akan sangat menyenangkan. Dan mungkin, aku bisa menjadi anak yang paling bahagia di jagat raya. Namun sepertinya terlihat sangat mustahil.

Atau... Andai saja aku bukan anak mereka, dan hidup di keluarga yang sederhana namun begitu hangat. Dan hari demi hariku selalu dilakukan bersama keluarga. Mungkin...

Ahh tidak mungkin, ini semua sudah takdir allah. Dan aku akan tetap menjadi anak mereka, walau bersahabat dengan sepi.

"Sudahlah untuk apa berfikir seperti itu, toh semua yang ku inginkan tak pernah terwujud." keluh ku pada kenyataan yang selama ini telah terjalani. Terjalani dengan sangat baik pada alurnya. Namun, bukanlah alur yang aku inginkan selama ini.

Andai, andai dan andai... Ayah dan Ibu bisa pulang kerumah walau untuk sehari saja. Ku mohon...

Mulai lelah dengan semua harapan yang tak kunjung tercapai. Kini frustasi pun datang padaku. Aku hanya bisa menenggelamkan wajah dalam telungkupan tangan di atas meja. Frustasi...ya frustasi kini benar-benar mengahantuiku.

Di meja makan selalu tersedia se-kotak roti tawar beserta se-kaleng selai coklat. Namun untuk hari ini, nafsu makan ku benar-benar hilang. Kini aku memutuskan untuk tidak sarapan, dan segera pergi ke sekolah walau terlihat masih sangat pagi. Ketika hendak beranjak pergi dari sana, langkah kakiku terhenti oleh wanita paruh baya.

"Maaf Non, Bibi berangkat kesiangan," ucap Bi Santi- asisten rumah tangga -pembantu di rumahku, dengan nada bicara yang sangat halus dan lembut. Aku hanya mengangguk pelan dan tersenyum padanya. Walaupun ia cuma asisten, setidaknya aku dan rumah ini tidak terasa benar-benar kosong.

"Non sudah makan? Makan sendiri atau sama Ibu dan Ayahnya Non Isaura?" tanya Bi Santi untuk memastikan walaupun sebenarnya ia tahu jawaban yang akan aku lontarkan.

"Lagi gak laper Bi. Dan suasananya masih seperti biasanya..."....selalu sendirian.

Jawabku santai, namun kalimat terakhir tak ku lontarkan secara langsung, hanya dengan batin. Bi Santi menghelus rambutku halus dengan tangannya yang tak terlalu kasar. Dia tersenyum padaku dan matanya seakan berkata padaku untuk selalu tetap bersabar.

ISAURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang