07-Kebetulan Atau Takdir

669 310 208
                                    

"Bertemu di suatu keadaan tanpa diminta, itulah yang dimaksud kebetulan. Namun, kamu selalu hadir di setiap keadaan tanpa unsur paksaan ataupun janji. Seakan dunia hanya berputar untuk mempertemukan kita. Apakah itu masih bisa disebut kebetulan?"
.
.
.

******

"Assalamualaikum..." Salamku sambil mengetuk sebuah pintu dengan sopan -tidak terlalu keras ataupun terlalu pelan. Pada sebuah rumah bernomor 25 blok 3 yang berada di perumahan Kayu Manis. Dimana rumah ini bercat serba putih berpadu warna cokelat pada pintu dan tepi jendela.

"Assalamualaikum," ulangku sekali lagi yang merasa belum mendengar jawaban dari dalam.

"Waalaikumsalam... " jawab seseorang dibalik pintu itu, terdengar bahwa dia sedang membuka kunci dari dalam rumahnya.

"Isaura...Oma kangen banget sama kamu. Udah lama gak main kesini, sekarang udah besar aja." ucap Oma sambil berpelukan denganku sebagai pelepas rindu.

"Iya Oma, Isaura juga kangen sama Oma."

"Yaudah ayo masuk, Oma bakal bikinin susu cokelat panas kesukaan kamu. Tunggu bentar ya." Oma yang langsung bersemangat menuju dapur hanya untuk membuatkan minuman kesukaanku.

"Owh iya, Oma, ini gudeg makanan kesukaan Oma. Tadi Isaura beli di toko simpang jalan pas mau kesini." ucapku sambil mengeluarkan sebungkus gudeg dari dalam tas.

Memang, sebelum aku benar-benar tiba di rumah Oma dan setelah turun dari bus, aku teringat akan makanan kesukaan Oma. Makanan serba manis adalah salah satu menu kesukaannya, terutama gudeg. Maka dari itu aku membelinya khusus buat Oma.

Oma tersenyum lebar dan mencubit pelan pipiku. "Waahhh pengertian banget sih cucu Oma ini. Makasih ya, pasti gudegnya bakal Oma habisin sampai bersih." ucap Oma sangat yakin sambil memindahkan gudeg tersebut ke atas piring cekung.

Aku adalah satu-satunya cucu yang di miliki Oma. Ibuku adalah putri dari Oma. Dan kebetulan Oma hanya mempunyai satu anak perempuan. Makanya garis keturunan keluarga dari Ibu hanya berbatas sampai padaku. Begitu juga dengan garis keturunan Ayahku. Mereka berdua adalah anak semata wayang dari keluarga mereka masing-masing. Jadi, tak heran jika aku memang selalu merasa kesepian.

Aku dan Oma kini duduk berdampingan di sofa ruang keluarga. Dengan secangkir cokelat susu panas di dalam cangkir bundar putih yang tertancap manis diatas meja. Aku hanya diam menatap setiap embun panas yang keluar dari cangkir itu. Embun panas yang mengumpal semakin lama semakin menipis -mulai dingin.

Oma yang awalnya menikmati makanan gudeg yang ku beli, kini dia terhenti saat menatapku. Oma mencoba mencari posisi duduk yang nyaman menghadap kearah ku. Dengan lembut Oma menghelus rambut dan pundakku.

"Isaura kenapa? Kalau kamu ada masalah, cerita sama Oma." Oma menatapku penuh harap.

"Oma, kira-kira kapan ya, Ayah sama Ibu bisa pulang ke rumah?" tanyaku pada Oma yang langsung diangguk pelan olehnya.

"Hemm...mungkin suatu hari nanti. Isaura tenang aja mereka pasti pulang kok. Kamu tau sendiri kan pekerjaan mereka itu super sibuk. Apalagi ayahnya Isaura." jawab Oma yang masih membuatku tak yakin dan tak puas akan jawaban tersebut. Bahkan suatu hari itu mungkin tidak akan terjadi.

"Oma, Isaura nginep disini gakpapa ya?" pintaku yang langsung ke intinya.

Sudah selesai membahas tentang orang tuaku yang tak mungkin hadir. Dan entah kenapa semua akan sia-sia jika aku hanya memikirkan mereka.

ISAURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang