Nodal (1)

191 10 1
                                    

Mobil Jeep yang kami kendarai melaju dengan kecepatan normal. Aku terus menatapi sisi jalan di balik kaca mobil tanpa menghiraukan retakan kecil dan bercak-bercak darah yang menempel disana.

Sepi.

Tak ada satupun kendaraan yang lalu lalang. Motor, mobil dan kendaraan-kendaraan lain dibiarkan tergeletak begitu saja tanpa pemiliknya.

Aku berharap bisa bertemu dengan orang-orang yang masih manusia seperti kami saat ini. Tapi hanya mayat-mayat hidup itu yang kulihat sepanjang jalan.

Tiba-tiba saja Ram membelokkan mobil dan membuat kami bingung.

"Bensinnya hampir habis.." Ucap Ram sembari menepikan mobil di salah satu pom bensin. Anna yang tertidur di sebelahku sampai terlonjak kaget karena mobil yang tiba-tiba berhenti.

"Kita isi bensin dulu."

Ram keluar dari mobil dengan linggis di tangannya. Disusul dengan Will dan Theo yang ikut keluar setelah menyuruhku dan Anna tetap berada di dalam mobil.

Aku memerhatikan sekeliling pom bensin dari dalam mobil dan menyadari tidak ada seorang pun yang menjaga tempat ini.

"Lumayan, bensin gratis." Celetuk Theo. Aku yang berada di dalam mobil terkekeh pelan mendengarnya.

Will bersiaga dengan tongkat besinya selagi Ram memenuhi tangki mobil dengan bensin. Sedangkan Theo menghilang beberapa saat dan kembali dengan jerigen di tangannya.

"Siapa tau kita butuh bahan bakar lagi nanti." Jawab Theo saat ditanya Will.

Setelah mengisi penuh tangki mobil dan jerigen dengan bensin, kami kembali melanjutkan perjalanan dalam diam.

"Menurut kalian kemana perginya semua orang?" Tanya Theo memecah keheningan.

"Entahlah." Jawabku sekenanya.

"Dengan keadaan kota yang seperti ini, aku yakin semua orang memilih untuk tetap bersembunyi di dalam rumah," jawab Ram sembari tetap fokus pada kemudi.

"Bisa juga mereka sudah mengungsi ke tempat-tempat aman yang sudah disiapkan pemerintah." Sambungnya.

"Atau bisa jadi mereka sudah berubah menjadi makhluk-makhluk itu.." ucap Anna pelan tapi tetap terdengar oleh kami.

Hening.

"Kemana tujuan kita sekarang?" Tanya Ram mengalihkan topik pembicaraan.

"Kita ke kantor polisi di Mapo Kota saja, kakakku mengirim pesan kalau dia dan warga lainnya ada disana." Ucap Will yang menunjukkan pesan di ponselnya padaku dan Anna.

Ram menatapku dari kaca spion depan. Aku mengangguk setelah membaca pesan dari kakak Will yang mengatakan bahwa polisi menyediakan tempat dan bahan makanan untuk warga sipil di kantor mereka.

"Baiklah." Ucap Ram kemudian melajukan mobil menuju kantor polisi yang kakak Will maksud.

***

Matahari sudah berada di atas kepala saat kami memasuki Mapo Kota. Gedung-gedung pencakar langit yang tinggi menjulang mulai terlihat di kanan-kiri jalan.

Dulu, jika kau pergi ke Mapo Kota di jam-jam seperti ini, kau akan dengan mudah menemukan keramaian, mendengar hiruk pikuk kendaraan yang lalu-lalang menuju pusat perbelanjaan dan tempat-tempat wisata, mendengar suara klakson di tengah kemacetan jalan raya, atau melihat aktivitas-aktivitas masyarakat yang umum dijumpai di kota-kota metropolitan. Tapi kiamat zombie ini mengubah seisi kota dalam sekejap.

Mapo Kota sekarang tak jauh berbeda dengan daerah pinggiran seperti sekolah kami. Sepi dan berantakan. Bahkan bisa dibilang lebih buruk lagi. Kami harus menahan muntah lebih sering karena beberapa kali bertemu sekumpulan zombie di jalan dengan potongan tubuh dan mayat-mayat yang berserakan.

Bisa kubayangkan bagaimana kemarin bala bantuan yang dikirim ke sekolah tak juga kunjung datang. Mungkin di tengah perjalanan mereka dicegat makhluk-makhluk tak berakal itu dan berakhir sama seperti onggokan daging yang kami lewati beberapa menit lalu.

.

Mobil yang kami kendarai berhenti beberapa ratus meter dari gerbang masuk kantor kepolisian Mapo. Kendaraan-kendaraan yang terparkir sembarangan menyulitkan kami untuk lanjut masuk ke halaman gedung menggunakan mobil.

"Sepertinya kita harus jalan kaki dari sini." Ucap Theo.

"Ya, kelihatannya begitu." Ucap Ram sambil mematikan mesin mobil. Ram yang pertama kali turun dari mobil, diikuti dengan kami setelahnya.

Kami berjalan hati-hati saat melewati barisan kendaraan. Aku rasa, pemilik dari masing-masing kendaraan ini juga berusaha untuk masuk ke dalam gedung tapi terhalang barikade yang terpasang di depan sana.

Kami melangkah pelan dengan mata yang tetap awas memperhatikan sekitar, tangan kami memegang erat senjata masing-masing, takut jikalau mayat-mayat hidup itu memberi kejutan dengan tiba-tiba melompat ke arah kami. Tapi sampai di depan gerbang pun, untungnya, tak ada kejutan yang kami dapat.

Gedung kantor kepolisian sudah terlihat, kami hanya tinggal berjalan sedikit lagi untuk sampai kesana. Tapi rasanya aneh sekali. Kami tidak melihat satu orang pun yang berjaga padahal ini kantor kepolisian. Barikade yang terpasang di depan gerbang juga sudah tak berbentuk, berantakan, seperti didorong paksa.

"Apa cuma aku yang merasa aneh dengan situasi disini?" Tanya Theo sambil mengamati keadaan di sekitar kantor. Sepertinya Theo juga merasakan kejanggalan yang sama.

"Bukankah kau bilang kakakmu dan warga sekitar berada disini, Will?"

"Isi pesan kakakku sih, seperti itu.." balas Will terdengar ragu.

"Tapi kenapa sepi sekali?" Gumam Theo.

"Eh, kau mau kemana Ram?" Tanya Will saat melihat Ram sudah lebih dulu masuk ke halaman kantor.

"Melihat-lihat. Kita sudah jauh-jauh kesini, sia-sia saja kalau harus kembali dengan tangan kosong."

Theo dan Will mau tidak mau ikut masuk menyusul Ram. Aku bersitatap dengan Anna yang berdiri di sebelahku. Aku mengangguk ragu, kemudian mengajak Anna berjalan mengekor di belakang ketiga laki-laki itu.

Firasatku tambah tak enak saat melihat noda-noda darah dan bekas peluru berceceran di sepanjang jalan menuju gedung kantor.

Sampai di depan gedung, terlihat beberapa mobil patroli terparkir di halaman depan. Aku mendekati satu mobil yang pintunya dibiarkan terbuka dan melihat kunci mobil tersebut masih menggantung ditempatnya.

"Teman-teman," panggilku,".. apa kalian tidak merasa kita tidak seharusnya berada disini?"

Anna mengangguk menyetujui ucapanku.

"Tenanglah Ale, kita hanya akan melihat-lihat sebentar." Balas Theo.

"Aku sudah mencoba menelpon kakakku tapi tidak tersambung, pesanku juga tidak terkirim." Ucap Will. Aku bisa melihat guratan khawatir di wajahnya.

"Begini saja, aku akan coba memeriksa ke dalam, Theo tolong bantu aku memeriksa halaman belakang," ucap Ram dan Theo mengangguk.

"Dan Will tetap disini temani Alea dan Anna,"

"Aku ikut Theo saja." potongku.

"Kau yakin Le?"

Aku mengangguk. Ram menatapku sebentar.

"Baiklah.."

"Coba lagi untuk menghubungi kakakmu, Will. Kita berkumpul disini 15 menit lagi."

***

Z:ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang